Minggu, 31 Maret 2019

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekenomian nasional cenderung liberal yang memberikan kebebasan individu dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Akibat kecenderungan tersebut berkibat kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal itu menunjukkan ketidakadilan dalam pembangunan. Seiring bangkitnya hukum Islam dalam bidang pembangunan hukum nasional. Islam sebagai agama yang dianut mayoritas warga negara Indonesia, bisa menjadi alternatif dalam pembangunan ekonomi. Kegiatan muamalah secara umum mencakup kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia yang meliputi aspek politik, ekonomi, dan sosial. Kegiatan muamalah dalam aspek ekonomi meliputi kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia. 
Kegiatan ekonomi dan bisnis dalam perspektif Islam adanya prinsip larangan riba. Kegiatan ekonomi dan bisnis konvensional menimbulkan ketidakadilan  khususnya bagi konsumen. Konsumen selama ini menjadi pihak yag lemah karena tidak adanya kesetaraan. Kebutuhan akan prinsip syariah dalam kegiatan ekonomi tidak bisa ditampung dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Perkembangan ekonomi dan bisnis mengubah berbagai bentuk usaha. Salah satu sektor yang mendapat perhatian ada perbankan. Selama ini bank menerapkan sistem bunga, yang dapt dikategorikan sebagai riba.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengenaan bunga pada bank konvensional merugikan bagi para nasabah, khusus bagi peminjam dana (debitur). 
Sistem hukum nasional tidak hanya bersumber pada hukum kolonial. Selain itu, masuknya hukum adat dan hukum internasional melalui ratifikasi konvenan internasional dalam sistem hukum nasional. Dewasa ini, bangkitnya hukum Islam dalam pembangunan hukum dapat dilihat dalam berbagai UU dengan prinsip syariah yang berkeadilan, seperti lahirnya Bank Syariah dan UU Perbankan Syariah di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Bank Muamalat Indonesia merupakan bank berbasis syariah pertama di Indonesia yang berdasarkan gagasan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jumlah bank syariah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan asset dari tahun ke tahun dan bisa bertahan menghadapi berbagai krisis yang terjadi di Indonesia
Hubungan hukum nasional dan hukum Islam bukan suatu kedudukan hukum yang hirarki. Hukum Islam dalam hukum nasional sudah mendapatkan tempat melalui pembenutnkan peraturan perundang-undangan (hukum positif) yang berdasarkan prinsip syariah. Oleh karena itu, hubungan antara ekonomi dan bisnis dengan keadilan menjadi kajian yang menarik dalam kajian filsafat hukum Islam.  Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, adapun rumusan masalah dalam makalah ini: “Bagaimana pandangan filsafat hukum Islam terhadap pembentukan  lembaga perbankan syariah di Indonesia ?”.

PEMBAHASAN
Muamalah adalah hubungan antar sesama manusia termasuk dalam kegiatan ekonomi dan bisnis dalam pembiayaan berbasis Islam (memganut prinsip syariah), diizinkan sepanjang tidak ada larangan. Ketentuan dalam pembiayaan Islam adanya larangan riba, tidak boleh mengandung gharar dan maisir, dan dilarang membiaya membiayai barang dan jasa yang diharamkan. Berikut larangan tentang riba dalam Al Qur’an yang diterjemakan:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.  Surat Al-Baqarah Ayat 275.

Kegiatan muamalah secara umum mencakup kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia yang meliputi aspek politik, ekonomi, dan sosial. Kegiatan muamalah dalam aspek ekonomi meliputi kegiatan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia. Larangan riba dalam ekonomi dan bisnis karena menciptakan ketidakadilan terstruktural bagi masyarakat. Riba adalah tambahan nilai pokok pinjaman yang diberikan oleh pemijaman (debitur) ke pemberi pinjaman (kreditur).
Hukum Islam mengembangkan metode-metode untuk menyesuikan teori hukum dengan perubahan. Berkaitan dengan ekonomi dan bisnis, metode tersebut dapat penalaran pembentukan hukum ekonomi dan bisnis yang terus berubah. Tyan mengemukakan tiga metode yaitu istisan, istishlah, dan siyasah syar’iyyah. Metode-metode tersebut merupakan alat untuk menampung perubahan sosial dalam hukum Islam. Tujuan metode tersebut untuk kemaslahatan (kemanfaatan umat). Mashlahah sebagai penalaran hukum dalam filsafat hukum Islam secara luas menyatakan bahwa kebaikan adalah halal, dan halal adalah baik. Mashlahah menurut mazhaf Syafi’i menggunakan pendekatan sumber-sumber hukum. Dengan demikian, metode penalaran hukum Islam tersebut pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kebaikan dan kepentingan umat.
Eksistensi hukum islam dalam hukum nasional seperti pembentukan Lembaga Perbankan Syariah dan UU Perbankan Syariah. Bank Islam (syariah) memiliki arti: Pertama, bank yang beropersi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah; Kedua, bank yang tata yang tata cara operasinya mengacu pada ketentuan Al Qur’an dan Hadist. Secara tekstual pengaturan bank tidak ada dalam sumber hukum Islam. Lahirnya lembaga dan UU Bank Syariah adalah bentuk metode penalaran hukum Islam metode istishlah. Menurut Aswasie Syukur sumber atau dalil hukum Islam ada 2 (dua) macam: 1) Sumber formiil (asli) yang berasal dari wahyu (syariat) yaitu Al Qur’an dan Hadist; 2) Sumber hukum asseoir (tambahan) yang berasal dari ijtihad seperti ijma, qiyas dan sebagainya.
Ciri khas bank syariah adalah dengan adanya Dewan Pengawas Syariah dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dan Islam. Bank Islam tidak memberi imbalan bunga kepada penyimpan dana, maka daya tarik bank Islam bagi penyimpan dana (shohibul maal) adalah bila bank Islam dapat memberikan kembalian (return on invesment) yang memadai.
Praktik riba yang dihindari adalah praktik-praktik pembayaran lebih yang diisyarakatkan atas uang atau barang yang dititipkan atau dihutangkan sebagaimana dilarang Al Qur’an dan Hadist. Praktik riba dihindari atas dasar Surat Al-Baqarah ayat 275 dan Surat Ali Imran ayat 130. Riba dalam istilah bahasa dapat disamakan dengn Ziyadah yang berarti tambahan. Secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok (modal) secara bathil, yaitu pengambilan tambahan dari modal pokok tanpa adanya imbalan pengganti (konpensasi) sesuai yang dibenarkan oleh hukum syari’e. Bank syariah di Indonesia secara koseptual untuk menghidari riba dengan segala praktik dan innovasinya.
Landasaran pendirian dan pemikiran bank syariah merujuk Al Qur’an sebagai landasan hukum normatif, sebagaimana QS Al-Baqarah ayat 275-281, QS Ali Imran ayat 130, QS An-Nisa’ ayat 160-161, dan QS Ar-Rum ayat 39. Bahaya riba terhadap manusia, masyarakat, ekonomi dan etika. Landasan  perbankan syariah adalah Al-Qur’an, Hadist dan ijma’. Dengan demikian, pembentukan perbankan syariah sesuai dengan sumber hukum Islam yang berlaku.
Perbankan syariah tidak ditemukan dalam teks Al-Qur’an dan Hadist tentang perbankan, akan tetapi ada perintah dalam hal transaksi, yaitu pelarangan riba, tidak boleh zalim, tidak mengenal untung-untungan dalam transaksi bathil. Penetapan konsep perbankan syariah melalui penalaran istilahi, yaitu penalaran untuk menciptakan kemaslahatan bagi manusia dalam muamalah, sehingga melindungi jiwa dan harta manusia dari yang haram, zalim, dan spekulatif (untung-untungan). Corak penalaran ini bertumpu pada asas kemaslahatan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Kemaslahatan memiliki keluasan dalam penalaran dan penetapannya, dan keluasantersebut menurut Djazuli dibatasi oleh beberapa persyaratan sebagai berikut:
Kemaslahatan harus sesuai maqadis al-syari’ah, semangat ajaran, dalil kulli dan qoth’i baik wurud maupun dalalahnya.
Kemaslahatan harus menyakinkan berdasarkan penelitian yang cermat dan akurat.
Kemaslahatan mendatangkan kemudaha ketikan dilaksankan dan bukan mendatangkan kesulitan.
Kemaslahatan memberi manfaat kepada sebagian masyarakat.
   Ahim Abdurahim, dkk., Ekonomi dan Bisnis Islam: Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan    Karnaen A. Perwataatmaja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,    Ibid., hlm. 17.
   Muhammad Khalid Masud, Filsafat Hukum Islam, Diterjemahkan oleh Ahsin Muhammad,    Ibid., hlm. 160.
   Ibid., hlm. 183.
   Karnaen A. Perwataatmaja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hlm. 1.
   Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetiyo,
ukum Islam: Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang. 
  Karnaen A. Perwataatmaja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hlm. 2.
   Ibid., hlm. 7.
   Ibid., hlm. 9.
   Basaria Nainggolan, Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016, hlm.    Ibid., hlm. 20.
   Ibid., hlm. 34-36
   Ibid., hlm. 37-55.
   Ibid., hlm. 41.


FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...