Kamis, 26 April 2012

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KONFERENSI MEJA BUNDAR (Dutch–Indonesian Round Table Conference)

Negara Republik Indonesia Serikat lahir akibat Konferensi Meja Bundar yang dilangsungkan di s’Gravenhage tanggal 2 Nopember 1945 antara Republik Indonesia, BFO, dan Belanda yang dihadiri oleh sebuah Komisi PBB untuk Indonesia. Isi perjanjian :
1.    Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
2.    Penyerahan kedaulatan kepada RIS (di Indonesia biasa di baca “pemulihan kedaulatan kepada RIS)
3.    Didirikannya Uni antara RIS dan Kerajaan Belanda
Fakta lain, Proklamasi Kemerdekaan kita 17-8-1945, penyerahan kedaulatan (pemulihan kedaulatan) isinya :
1.    Piagam Penyerahan Kedaulatan terhitung tanggal 27 Desember  1949
2.    Status Uni
3.    Persetujuan Perpindahan


1.    Atas dasar fakta-fakta tersebut Negara Indonesia dikatakan ada menurut Teori Pengakuan Negara sebagai berikut :
A.  Teori Deklaratif
Apabila semua unsur kenegaraan telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka dengan sendirinya telah merupakan suatu negara dan harus diperlakukan secara demikian oleh negara lainnya. Sehingga PENGAKUAN hanyalah bersifat PERNYATAAN dari pihak negara-negara lain, bahwa suatu negara baru telah mengambil tempat di samping negara-negara yang telah ada. Jadi dalam teori ini pengakuan bukanlah menjadi barang penting, karena tanpa pengakuan pun negara tersebut tetap diakuai atau tetap lahir.
Diakuinya Indonesia sejak dideklarasikan Proklamasi Kemerdekaan 17/08/1945 maka sejak itu Indonesia secara langsung menjadi anggota masyarakat internasional. Dalam teori ini pengakuan bukanlah menjadi hal penting, karena tanpa pengakuan pun negara tersebut tetap diakuai atau lahir. Jadi adanya Konferesi Meja Bundar tentang pengakuan RIS oleh Belanda tidak menjadi permasalahan. Sehingga pengakuan hanyalah bersifat pernyataan dari negara lain, karena apabila semua unsur kenegaraan telah di miliki oleh suatu masyarakaat politik, maka telah dengan sendirinya merupakan suatu negara dan harus diperlakukan sedemikian oleh negara lain sesuai dengan ketentuan yang ada.
B.  Teori Konstitutif
Walaupun unsur-unsur negara telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, tetapi tidak secara langsung dapat diterima sbg negara di tengah- tengah masyarakat internasional, karena harus ada PERNYATAAN dari Negara-negara lainnya, bahwa masyarakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi syarat sebagai negara. Dalam KMB RIS diakui sebagai negara yang berdaulat, Belanda mampu mengakui hal tersebut dan Penyerahan Kedaulatan terhitung tanggal 27 Desember  1949. Namun dalam hal ini RI berada dibawah RIS sebagai negara yang sah. Dalam teori ini jika suatu negara belum mendapat pengakuan dari negara lain maka secara yuridis belum sah untuk mendirikan suatu pengakuan negara baru.
C.  Teori Jalan Tengah
Untuk disebut sebagai negara, cukup dengan unsur yang ada, tetapi untuk melakukan Hak dan Kewajiban Hukum Internasiuonal harus mendapatkan pengakuan negara lain. Disini dibedakan antara Kepribadian Internasional dan Penggunaan Hak-hak Internasional yang melekat pada kepribadian itu. Indonesia berdiri secara sah sebagai negara adalah mulai dari kemerdekaan Indonesia sendiri tanggal 17 Agustus 1945. Namun untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban di mulai dari adanya KMB sehingga Belanda mau mengakui RIS. Namun yang kembali timbul menjadi permasalahan adalah kemerdekaan itu termasuk dalam hak negara. Jadi bagaimana pun juga agar hak dan kewajiban harus ada suatu pengakuan dari negara lain.
Pengakuan adalah pernyataan resmi suatu negara atau pemerintah yang mengakui eksistensi suatu kesatuan yang lahir (entity) sebagai subyek hukum internasional. Tidak ada satu negarapun yang hidup terasing dari negara lainnya. Tetapi sebelum suatu negara baru dapat mengadakan “hubungan yang lengkap dan sempurna” dalam berbagai bidang terlebih dahulu melalui “pengakuan”. Tetapi bukan berarti tanpa pengakuan, negara baru tidak bisa melangsungkan hidupnya, atau negara baru tidak dilahirkan karena adanya pengakuan. Sebab negara tersebut telah memiliki Atribut Kedaulatan, tetap baru diakui oleh negara lain, sehingga negara baru itu dapat menggunakan atribut kedaulatan dengan sebaiknya.  Prakteknya, hanya negara yang menentang lahirnya suatu negaralah yang membuat pernyataan. Sedangkan umumnya bersifat implisit, yaitu tanpa pernyataan. Kesimpulannya : Pengakuan adalah suatu Kebijakan Politik.
Delegasi resmi RI untuk mendapatkan pengakuan dunia sejak proklamasi Kemerdekaan diketuai oleh H.A. Salim (Wakil Menteri Luar Negeri) melalui kunjungan persahabatan RI dan Mesir (Juni, 1947) ini menghasilkan perjanjian, dengan perjanjian ini RI diakui secara resmi dalam pergaulan internasional. Mesir adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan RI. Setelah itu menyusul perjanjian persahabatan dengan Suriah (3 Juli 1947) dan Lebanon (9 Juli 1947) serta Irak. Negara-negara Arab, India, Burma, Australia juga merupakan negara-negara yang paling awal bersimpati pada RI. Dukungan mereka dan keterampilan delegasi Indonesia memperjuangkan hak kedaulatan bangsa berhasil menyudutkan Belanda dalam percaturan politik internasional. India dan Australia berhasil membawa masalah Indonesia ke Sidang Dewan Keamanan PBB. Belanda bukan saja gagal total menjadikan perjuangan kemerdekaan Indonesia sebagai "masalah dalam negeri", tetapi juga harus menerima perantara internasional untuk menyelesaikan konflik dua bangsa. Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi.
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah RI dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda mulai 23 Agustus sampai 2 November tahun 1949. Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda adalah peristiwa dimana Belanda mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah 17-08-1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan tanggal 27-12-1949 (hasil KMB) saat penyerahan kedaulatan ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Pengakuan tersebut baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Dedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-60 di Istana Negara, Jakarta. Selama hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27-12-1949, yaitu ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) dari Pemerintah Kerajaan Belanda Ke RIS. Di Belanda selama ini da kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 17-08-1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (agresi militer) pada 1945 sampai 1949 adalah ilegal.
KMB memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi negara Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia: 1) Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. 2) Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai. 3) Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat. 4) Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2.    Analisis hubungan hukum internasional dan hukum nasional pada kasus munculnya RIS yang dicapai melalui Perjanjian Internasional KMB
Teori Hubungan Hukum Intensional dan Hukum Nasional ada dua, yaitu : 1) Dualisme: memandang bahwa hukum nasional dan hukum internasional hanyalah merupakan bagian dari satu sistem hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. 2) Monoisme: memandang bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bidang hukum yang berbeda dan berdiri sendiri satu dengan yang lainnya. Teori ini terbagi 2 Primat (mengutamakan) yaitu : Primat Hukum Internasional dan Primat Hukum Nasional.
Teori Monoisme, bahwa antara hukum internasional dengan hukum nasional merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tak terpisahkan secara bulat dan utuh. Pendapat kaum monisme bertitik tolak dari konsep hukum kekuasaan atau perintah, baik hukum internasional maupun hukum nasional tidak ada persoalan, karena keduanya berdiri diatas konsep hukum yang tidak membedakan antara keduanya. Alasan lain adalah, antara hukum internasional dengan hukum nasional mempunyai subjek dan sumber hukum yang sama, yaitu individu dan kemauan Negara (state-will). Pendapat ini dipengaruhi oleh konsep hukum (natural law) yang hanya mengakui “individu” sebagai subjek hukum. Negara memperoleh kekuasaan karena adanya penyerahan kekuasaan dan kedaulatan dari individu-individu berdasarkan perjanjian (social contract theory). Negara adalah kumpulan individu-individu yang terorganisir dalam satu kesatuan organisasi yang mempunyai wilayah dan kedaulatan.
Maka dengan munculnya RIS itulah hukum internasional mulai menggakui Indonesia. Karena dalam teori pengakuan negara, RIS lahir atas adanya KMB yaitu bagaimana Belanda mengakui RIS. Negara memperoleh kekuasaan karena adanya penyerahan kekuasaan dan kedaulatan dari individu-individu berdasarkan perjanjian. Dalam isi KMB disebutlah penyerahan kedaulatan kepada RIS. Berarti hubungaan hukum internasional dengan hukum nasional ada sejak adanya perjanjian KMB yang melahirkan RIS. Kasus RIS inilah yang menyebabkan adanya suatu pengakuan dari negara lain sehingga hukum internasional mulai berlaku atau mengakuinya. Munculnya RIS sendiri adalah suatu negara federasi yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB. Artinya bahwa dengan itu Indonesia mulai patuh dan menganut hukum internasional yang disesuaikan dengan hukum nasioanai, karena dikuatkan dengan adanya suatu pengakuan atas Belanda terhadap RIS.
Pada tanggal 29 Oktober 1949 dapat ditandatangani Piagam Persetujuan Konstitusi RIS antara Republik Indonesia dengan BFO. Hasil keputusan KMB diajukan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya KNIP bersidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil itu. Pembahasan hasil KMB oleh pihak KNIP dilakukan melalui pemungutan suara dengan KNIP menerima hasil KMB. Salah satu keputusannya, RI menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Untuk menjadi RIS tersebut, KNIP dan DPR mengadakan sidang di Jakarta. Sidang tersebut berhasil menyetujui naskah konstitusi untuk RIS yang dikenal sebagai UUD RIS. Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan sidang pemilihan Presiden RIS di Gedung Kepatihan, Yogyakarta oleh wakil dari enam belas negara bagian. Sidang itu dipimpin oleh Muh. Roem dan Ida Anak Agung Gede Agung. Pada 14 Desember 1949 para wakil pemerintah yang menjadi bagian dari RIS dan diadakan pemilihan Presiden RIS. Akhirnya, Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden, kemudian dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Drs Moh. Hatta menjadi Perdana Menteri yang memimpin kabinet RIS. Berdasarkan UUD RIS maka DPR RIS terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara disebut senat. Kekuasaan pemerintahan dipegang oleh PM dan Presiden hanya mempunyai wewenang untuk mengesahkan hasil keputusan Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri.
Berdasarkan konsep Sistem Hukum, hubungan hukum internasional dan hukum nasional kasus munculnya RIS yang dicapai melalui Perjanjian Internasional KMB, kedudukan hukum Internasional lebih tinggi (lebih mengutamakan hukum Internasional) dari pada hukum Nasional (Teori Monoisme – Primat Hukum Internasional). Alasan itu didasarkan pada setelah adanya perjanjian antara RI dan Belanda (hasil KMB), RI menjadi negara bagian RIS dan konstitusi yang berlaku adalah Konstitusi RIS 1949. Sehinnga kedudukan hukum nasional ditententukan dengan adanya perjanjian tersebut. Dari KMB tersebut menghasilkan negara baru yaitu RIS, dan RIS merupakan suksesi RI. Eksistensi RI masih ada (meliputi wilayah Yogyakarta dan sekitarnya), karena merepakan negara bagian RIS. Dari situ menimbulkan kewajiban bahwa RIS (Indonesia) harus menanggung hutang Belanda selama perang. HAK NEGARA : Kemerdekaan, Kesejahteraan Negara, Hidup Berdampingan secara Damai, Mempertahankan Diri, Immunitas Negara. KEWAJIBAN NEGARA : Menciptakan dan memelihara perdamaian dunia secara individual maupun bersama.
3.    Berdasarkan teori dalam pengakuan pemerintah baru mengenai kesewenangwenangan Presiden RI yang di kaitkan dengan dekrit 5 juli 1959 adalah:

Apabila dikaitkan dengan terjadinya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka menunjukkan bahwa Presiden RI menurut UUDS yang mempergunakan Sistem Pemerintahan PARLEMENTER dimana Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara, telah melakukan  “kudeta” dan menempatkan dirinya sebagai Presiden yang disamping sebagai Kepala Negara juga sebagai Kepala Pemerintahan. Analisis terhadap kejadian tersebut berdasarkan doktrin yang berlaku dalam Teori Pengakuan Pemerintahan Baru :
A.  DOKTRIN LEGITIMASI
Dengan adanya pemerintahan baru berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959 maka tidak perlu mendapat pengakuan menurut hukum Internasional, karena sudah sah (legitimate) sehingga pengakuan dari negara lain tidak di haruskan namun berkaitan dengan system pemerintahan yang di anut memang pada waktu itu adalah PARLEMETER, namun presiden bertindak langsung sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, lah disinilah ada ketidakbenaran. Seharusnya memang Presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri. Namun hal itu terjadi karena system pemerintahan pada waktu itu masih semu jadi belum berjalan secara maksimal dan efektif. Terutama karena sering bergantinya konstitusi yang di anut sehingga keadaan negara tidak bisa berjalan secara maksimal. Terutama fungsi presiden yang secara terang masih sedikit tebawa kebiasaan pada konstitusi sebelumnya.
B.  DOKTRIN DE FACTOISME
Dalam hal ini mengarah pada keefektifan dari pemerintah baru yang mana tanpa mendapatkan tantangan dari golongan besar penduduk. Jika president RI pada waktu itu tidak ada tentangan atau semacam penolakan maka menurut teori ini mereka organ-organ negara akan menyetujuinya. Namun harusnya presiden RI mampu menempatkan fungsi dan wewenang presiden sesuai denga yang semestinya. Bentuk pengakuan kepada pemerintahan revolusioner :
·      Pengakuan Pemerintah De Facto
Apakah pemerintahan baru pada massa UUDS benar-benar efektif menguasai organ negaranya mengenai fungsi dan wewenang presiden. Jika tidak efektif tentunya Presiden tidak berhak sewenang-wenang memutuskan kebijakan yang mengarah pada konstitusi yang dianut. Jika pada waktu itu sesewenang-wenangan presiden RI yang berfungsi sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negarapadahal menganut system PARLEMENTER. Tetapi rakyat atau organ-organ negara hanya diam maka secara tidak langsung mampu menerima. Ini lah yang sulit jika pengawasan terhadap presiden tidak senantiasa di lakukan maka control yang benar tidak ada justru kesalahan-kesalahan semakin tidak terbendung. Penilaian subyektif negara mengenai kesediaan dan kemampuan pemerintah baru untuk menunaikan kewajibannya di bawah hukum internasional. Apakah Presiden RI sudah patuh di bawah hokum internasional, jika sudah kesalahankesalahan seperti penyalahan wewenang harusnya tidak terjadi. Kudeta yang di lakukan itu saja sedah bertentangan dengan aturan sistem parlementer maka jelas juga bertentangan dengan hokum internasional.
·      Pengakuan De Jure
Pengakuan ini mencerminkan tentang tidak adanya golongan lain lagi yang mengganggu gugat kedudukan dari pemerintahan revolusioner. Dalam soal no 3 tantang penyalahgunaaan kudeta yang di lakukan presiden menimbulkan kesalahan pada hak bagi sebagai alat negara. Yang mana presiden seharusnya hanya sebagai kepala negara, dan kepala pemerintahan harusnya di jalankan oleh perdana mentri yang dipilih oleh presiden sendiri. Tapi dalam hal ini kesalahan hak bagi dibuat oleh keputusan presiden sendiri yang menyalahi suatu aturan hokum dalam sistem PARLEMENTER.

4.    Isi KMB menurut isu yang berkembang tidak hanya seperti tersebut
Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar dilaksanakan. Delegasi Indonesia diketuai oleh Drs Moh Hatta, Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dan delegasi Belanda diketuai oleh Mr Van Maarseveen dan UNCI diwakili oleh Chricthley (Australia). Dalam perundingan tersebut, dicapai kesepakatan antara lain :
·      Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
·      Dibentuk Uni Indonesia Belanda
·      Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru terhadap perusahaan Belanda di Indonesia.
·      Republik Indonesia Serikat membayar utang-utang pemerintah Hindia Belanda.
·      Irian Barat ditunda penyelesaiannya dalam jangka waktu 1 tahun kemudian.
Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, kedudukan Indonesia telah diakui sebagai Negara yang berdaulat penuh walaupun Irian Barat masih belum termasuk di dalamnya. Rakyat Indonesia telah lama dibohongi melalui penggelapan sejarah yang berkepanjangan. Hampir setiap buku pelajaran sejarah dan PPKn sekolah (baik SD sampai SMA) di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan perihal sejarah yang sesuai pada kenyataannya. Termasuk cerita dongeng kemerdekaan bangsa Indonesia. Bila kita perhatikan kalimat dalam pembukaan UUD 45 “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka”, maka seharusnya kita menyadari bahwa saat ini kita masih sekedar berada di pintu gerbang dan belum memasuki bangunan kemerdekaan itu sendiri. Belum lagi bila kita teliti makna ucapan Soekarno “kutitipkan bangsa ini kepadamu”, yang memberi kesan bahwa ada sesuatu pekerjaan yang belum terselesaikan. Terbukti sampai saat ini Belanda belum memberikan pampasan perang kepada Indonesia, tidak seperti yang dilakukan Jepang. Maka bisa diartikan bahwa pemerintah negera ini hanyalah perpanjangan tangan penjajah yang melanjutkan kembali penjajahannya terhadap Rakyat Indonesia.
Mungkin tidak banyak yang tahu, jika ada perjanjian terselubung di balik Konferensi Meja Bundar (KMB). Siapa sangka, di balik peristiwa sejarah yang disebut-sebut menjadi tonggak pengakuan kedaulatan Republik Indonesia itu, tersembunyi perjanjian pembayaran utang-utang penjajah kolonial Belanda. Fakta mencengangkan dari perjanjian yang digelar di Den Haag Belanda, tahub 1949, itu diceritakan Pengamat Ekonomi, Revrison Baswir, saat mengisi sebuah seminar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Hal itu tak urung membuat peserta seminar yang umumnya mengaku tidak mengetahui fakta tersebut tercengang. Menurut Revrison, untuk mengakui kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah Belanda mengajukan beberapa persyaratan.
Salah satunya, Indonesia harus mau mewarisi utang-utang yang dibuat Hindia Belanda, sebesar 4 miliar dolar AS. Indonesia yang saat itu diwakili Mochamad Hatta, menyetujui syarat tersebut. Sebelumnya, Hatta telah mendapat lampu hijau dari Soekarno untuk menyetujuinya. Indonesia menyetujui syarat tersebut untuk mendapat pengakuan kedaulatan. Namun, rencananya, Indonesia tidak akan membayar utang tersebut dan tetap membiarkannya menjadi tanggungan pemerintah Hindia Belanda.
Indonesia pun menjalankan rencana tersebut. Pada kurun waktu 1949-1965, Indonesia tidak membayar utang tersebut. Akibatnya, munculah Agresi Militer Belanda I dan II. Setelah berkali-kali mengalami kegagalan, akhirnya Belanda pun menyerah untuk memaksakan kehendaknya agar Indonesia membayar utang tersebut.
Belanda tidak berhenti sampai di situ, mereka mulai menyusun rencana lain, dengan cara lebih halus, antara lain dengan pembentukan Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI). Dari sejarah, diketahui jika kelompok yang diketuai Belanda itu didirikan untuk membantu pembangunan Indonesia. Ternyata, di balik pendirian IGGI pun ada udang di balik batu. Logikanya sederhana, IGGI dibentuk, Belanda ketuanya, dengan syarat Indonesia harus mau membayar utang peninggalan Hindia Belanda. Akhirnya, pada 1967-1968, pemerintah yang saat itu dikepalai Soeharto, melakukan reschedulling pembayaran utang tersebut.
Pada 1968 disepakati jika utang Hindia Belanda akan dicicil Indonesia dalam tempo 35 tahun. Utang tersebut baru lunas pada 2003. Sekarang, utang Indonesia di luar utang Hindia Belanda bersisa 66,8 miliar dolar AS. Namun, terlepas dari utang yang saat ini dimiliki Indonesia, menurut Revrison, Indonesia telah lama dibohongi melalui penggelapan sejarah. Hampir setiap buku pelajaran sejarah di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan perihal perjanjian pembayaran utang tersebut.
Pemerintah Indonesia membayar cicilan hingga mencapai 4 milyar gulden sampai tahun 1956, dan pembayaran dihentikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1956. Jadi Indonesia membayar biaya untuk agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda kepada Indonesia.Selain itu, Pemerintah Orde Baru tahun 1969 menyetujui kompensasi bagi perusahaan-perusahaan Belanda yang dinasionalisasi di masa Presiden Sukarno. Kompensasi sebesar 350 juta US$ dicicil dan baru lunas tahun 2003.
Hal itu berbeda dengan informasi oleh Baswir bahwa Indonesia tidak membayarkan hutang-hutang tersebut selama periode 1945-1965. Berdasarkan informasi dari KMB, justru sampai tahun 1956, Pemerintah Indonesia telah membayarkan hingga jumlah 4 milyar gulden. Sedangkan pada masa orde baru, pemerintah membayarkan kompensasi atas nasionalisasi perusahaan Belanda (bukan yg 4.5 milyar gulden), yang totalnya 350juta US$ dan lunas pada tahun 2003. Para founding Father itu banyak melakukan perjanjian yang turun temurun harus di selesaikan oleh siapapun pemimpin Indonesia.

Jumat, 13 April 2012

Tinjauan Hukum Internasional (Pengadilan Saddam Husein)








Presiden Irak Saddam Husein yang ditangkap oleh tentara AS (Sekutu) dan kemudian diadili di Baghdad karena dianggap melanggar Hukum Internasional dan kemudian divonis MATI. Menggambarkan fenomena praktek Hukum Internasional.













1.    KEDUDUKAN HUKUM NASIONAL IRAK TERHADAP HUKUM INTERNASIONAL (Teori Monoisme – Primat Hukum Nasional)

Pengadilan Saddam Hussein
Pengadilan Saddam Hussein ialah pengadilan yang dibuat oleh Pemerintah Sementara Irak atas presiden terguling Irak Saddam Hussein atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan semasa pemerintahannya. Pada 9/12/2003, Otoritas Sementara Koalisi mengusulkan pembentukan Pengadilan Khusus Irak, yang terdiri atas 5 hakim Irak, untuk mengadili Saddam Hussein dan beserta 11 eks petinggi Irak lainnya untuk dakwaan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida. Mereka menghadapi tuduhan kejahatan perang, yang kemungkinan termasuk pembantaian suku Kurdi (1988) dan invasi Kuwait (1990). Pengadilan tersebut dipandang oleh entitas lain sebagai pengadialan kanguru (pengadilan tontonan). Amnesti Internasional menyatakan pengadilan itu "tidak wajar". Human Rights Watch mencatat bahwa eksekusi Saddam “mengikuti pengadilan cacat dan menandai langkah berarti menjauhi aturan hukum di Irak”.
Saddam ditangkap 13/12/2003 dan bersama para pejabat senior Ba'ath tetap dan di tahanan di Camp Cropper, Baghdad. Perhatian khusus untuk aktivitas-aktivitas kampanye berdarah terhadap orang Kurdi di utara selama Perang Irak-Iran, terhadap Syiah di selatan (1991 dan 1999) untuk meredam pemberontakan, dan di Dujail setelah percobaan pembunuhan yang gagal pada tanggal 8/07/1982, selama Perang Iran-Irak. Saddam menegaskan dalam pembelaannya bahwa ia telah dijatuhkan secara tidak sah, dan tetap menjadi Presiden Irak.
Pengadilan pertama dimulai sebelum Pengadilan Khusus Irak pada tanggal 19 Oktober 2005. Dalam kasus ini, Saddam dan 7 terdakwa lainnya diadili atas kejahatan terhadap kemanusiaan dengan memandang pada peristiwa yang berlangsung setelah pembunuhan yang gagal di Dujail pada tahun 1982. Pengadilan kedua yang terpisah dimulai pada tanggal 21/08/2006 mendakwa Saddam dan 6 ko-terdakwa atas genosida selama Kampanye Al-Anfal terhadap suku Kurdi di Irak Utara. Saddam juga diadili in absentia untuk peristiwa pada masa Perang Iran-Irak dan invasi Kuwait.
Pada 5 November 2006, Saddam dijatuhi hukuman mati dengan digantung. Pada 26 Desember, banding Saddam ditolak dan hukuman mati ditegakkan. Tidak ada banding lanjutan yang diterima dan Saddam diperintahkan dieksekusi dalam 30 hari sejak tanggal itu. Tempat dan waktu hukuman mati dirahasiakan hingga hukuman dilaksanakan. Saddam Hussein dieksekusi dengan digantung pada tanggal 30 Desember 2006.  Dengan kematiannya, dakwaan lain digugurkan. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Kedudukan Hukum Nasional Irak terhadap Hukum Internasional
Teori Hubungan Hukum Intensional dan Hukum Nasional : 1) Dualisme : memandang bahwa hukum nasional dan hukum internasional hanyalah merupakan bagian dari satu sistem hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. 2) Teori Monisme : memandang bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bidang hukum yang berbeda dan berdiri sendiri satu dengan yang lainnya. Teori ini terbagi 2 Primat (mengutamakan) yaitu : Primat Hukum Internasional dan Primat Hukum Nasional.
Berdasarkan  praktek hukum Internasional pada kasus Saddam Husein, kedudukan hukum nasional Irak lebih tinggi (lebih mengutamakan hukum nasional) dari pada hukum internasional (Teori Monoisme – Primat Hukum Nasional). Alasaan itu didasarkan pada aturan, bahwa pelaku kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida diadili oleh Mahkamah Internasional menurut hukum internasional bukan oleh hukum nasional.
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) berkedudukan di Den Haag, Belanda merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB. Dewan keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada mahkamah, majelis umum dan dewan keamanan dapat memohon kepada mahkamah nasihat atas persoalan hukum apa saja dan organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang dari majelis umum dapat meminta nasihat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah. Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili oleh mahkamah. Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara dari negara yang sama. Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka. Semua persoalan-persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya. Apabila terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Kejahatan Saddam masuk dalam kategori kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity). Dalam pandangan hukum internasional, kejahatan atas kemanusiaan sama statusnya dengan penjahat perang dan genosida. Tiga kategori perbuatan tersebut telah melampaui batas-batas wilayah teritori kedaulatan negara. Artinya, ketika seseorang melakukan jenis-jenis kejahatan tersebut, maka ia tidak lagi terlindungi oleh kedaulatan mana pun (hak imunitas), sebab kejahatannya telah berubah menjadi kejahatan internasional.
Pada 1998 telah berhasil disepakati Statuta Roma yang akan menjadi landasan pembentukan Mahkamah Internasional. Akan tetapi hingga kini, syarat mulai berlakunya Statuta sebagaimana ditentukan dalam pasal 126 ayat 1 belum terpenuhi. Setelah terbentuknya Mahkamah Kejahatan Internasional yang berkedudukan di Denhaag, Belanda. Kendala yang dihadapi Mahkamah Kejahatan Internasional adalah kesediaan negara-negara untuk menyerahkan pelaku kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida untuk diadili di hadapan Mahkamah, mengingat negara-negara memiliki kedaulatan yang cenderung untuk mengadili sendiri berdasarkan hukum nasionalnya, jika negara itu adalah negara yang belum bahkan menolak untuk meratifikasi Statuta Roma. (I Wayan Parthiana, 2003)
Bagi setiap negara yang meratifikasi Statuta Roma, maka berkewajiban menaati statuta tersebut. Kasus Saddam Hussein membuktikan kedudukan hukum Irak lebih penting (Teori Monoisme - Primat Hukum Nasional). Dalam proses pengadilan tersebut penuh rekayasa (tidak wajar), karena hakimnya dipilih oleh Pemerintah Sementara Irak bukan oleh sistem peradilan independen (terlepas dari kekuasaan eksekutif maupun legislatif). Secara pribadi saya berpendapat, bahwa kasus ini hendaknya diadili Mahkamah Internasional bukan di pengadilan buatan seperti itu.




2.    TERTANGGUNGJAWAB INDIVIDU (SADDAM HUSSEIN, MANTAN PRESIDEN IRAK) SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIOANAL

Profil Saddam Hussein
Saddam Hussein Abd al-Majid al-Tikriti (Saddam Hussein) lahir di Al-Awja, Irak, 28/04/1937 – meninggal di Kadhimiya, Irak, 30/12/2006 (pada umur 69 tahun) adalah Presiden Irak pada periode 16 Juli 1979 hingga 9 April 2003, tertangkap oleh pasukan koalisi saat menginvasi Irak pada tahun 2003. Sebagai anggota utama Partai Ba’ath Irak, menganjurkan Pan-Arabisme sekuler, moderenisasi ekonomi, dan sosialisme Arab.  Dia memainkan peranan penting dalam kudeta 1968 yang membuat partainya lama berkuasa di negara itu. Sebagai wakil presiden di bawah sepupunya, Jenderal Ahmed Hassan al-Bakr yang lemah, Saddam memegang kekuasaan penuh konflik antara pemerintah dan angkatan bersenjata dengan membentuk pasukan keamanan yang menindas dan mengukuhkan wibawanya terhadap aparat pemerintahan.
Sebagai presiden, Saddam menciptakan pemerintahan yang otoriter dan mempertahankan kekuasaannya melalui Perang Iran-Irak (1980–1988) danPerang Teluk (1991). Kedua perang itu menyebabkan penurunan drastis standar hidup dan HAM. Pemerintahan Saddam menindas gerakan yang dianggapnya mengancam, khususnya gerakan yang muncul dari kelompok-kelompok etnis atau keagamaan yang memperjuangan kemerdekaan atau pemerintahan otonom. Sementara ia dianggap sebagai pahlawan bangsa Arab karena berani menantang Israel dan Amerika Serikat, sebagian orang di dunia internasional tetap memandang Saddam dengan perasaan curiga, setelah Perang Teluk 1991.
Saddam disingkirkan oleh Inggria dan AS (sekutu) lewat sebuah invasi pada tahun 2003. Invasi dilakukan dengan alasan bahwa Saddam mengembangkan senjata pemusnah massal, dan karenanya dianggap tergolong pihak yang melakukan serangan pada 11/11/2001 ke Gedung World Trade Center (WTCNew York. Ketika itu, menara kembar WTC runtuh akibat ditabrak dua pesawat, sementara sebuah pesawat lain menerjang Departemen Pertahan Amerika Serikat (Pentagon). Kemarahan Presiden George W Bush dilampiaskan dengan menginvasi Afganistan dan Irak. Rezim Taliban di Afganistan jatuh, pun demikian dengan Saddam Hussein di Irak. Sistem pemerintahan di Afganistan berganti, demikian juga di Irak. Saddam yang bersembunyi di bunker bawah tanah ditangkap pasukan gabungan Amerika Serikat pada 13 Desember 2003 dan sistem pemerintahan juga berganti. Pemerintahan interim (sementara) dipimpin Ibrahim al-JaafariJalal Talabani dari suku Kurdi dipilih sebagai pimpinan negara dan Saddam mulai diadili pada 19 Oktober 2005.
Ia didakwa memerintahkan pembunuhan terhadap hampir 150 orang di kota dengan mayoritas Muslim Syiah (Dujail) pada 1982 menyusul upaya pembunuhan yang gagal terhadap Saddam. Setelah melakukan mogok makan pada 7 Juli 2006, ia menghadiri sidang pengadilan yang digelar pada 26 Juli 2006 di Zona HijauBaghdad (Irak). Pada 5 November 2006, Saddam dijatuhi vonis hukuman mati dengan digantung atas keterlibatannya dalam kasus di Dujail tersebut. Pada 26 Desember 2006, Mahkamah Agung Irak menyatakan untuk segera melaksanakan vonis yang telah dijatuhkan. Pada 30 Desember 2006, Saddam dieksekusi. Dua minggu kemudian, tepatnya pada 15 Januari 2007 dini hari, dua pembantunya yaitu Ketua Dewan Revolusioner Irak Awad Ahmed al-Bandar dan Kepala Dinas Intelijen Barzan Ibrahim al-Tikrit menjalani hukuman gantung. Bahkan, Barzan yang merupakan saudara tiri Saddam dan berbadan gemuk kepalanya terlepas dari badannya saat menjalani eksekusi itu. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Saddam Hussein sebagai Subyek Hukum Internasional
   Untuk dapat disebut sebagai subjek Hukum Internasional, suatu entitas harus memiliki personalitas Hukum Internasional. Sebelumnya, agar suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki personalitas Hukum Internasional harus memiliki beberapa kecakapan tertentu, yaitu:
·      Mampu mendukung hak dan kewajiban internasional
·      Mampu melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional
·      Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional
·      Memiliki kemampuan untuk melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional
·      Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu negara
·      Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional

Subyek Hukum Internasional dewasa ini bukan hanya negara saja. Selain itu, adalah tahta suci vatican palang merah internasional organisasi internasional, individu, pemberontak dan pihak dalam sengketa
Dalam fenomena praktek hukum internasional di Irak (Kasus Saddam Hussein) yang bertanggungjawab adalah Saddam Hussein dan para pejabat Irak sebagai Individu, bukan negara. Tahap terpenting pengakuan individu sebagai subyek HI adalah ketika adanya penuntutan penjahat-penjahat perang di hadapan Mahkamah Internasional yang diadakan khusus untuk itu oleh negara-negara sekutu yang menang perang.
Dalam proses peradilan yang diadakan di Nurnberg dan Tokyo, para penjahat perang tersebut dituntut sebagai individu untuk perbuatan yang diklasifikasikan sebagai : 1) kejahatan terhadap perdamaian; 2) kejahatan terhadap perikemanusiaan; 3) pelanggaran terhadap hukum perang; dan 4) permufakatan jahat untuk mengadakan perang. Dengan adanya peradilan Nurnberg dan Tokyo tersebut maka seseorang dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu atas kejahatan perang yang dilakukannya. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10/12/1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi HAM di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Saddam Hussein harus mempertanggungjawabkan atas tuduhan kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang dan genosida semasa memerintah Irak. Sehingga Saddam Hussein-lah yang berdiri sebagai subyek hukum bukan negara Irak. Disini saya mau meluruskan bahwa yang diadili bukan Saddam seorang, melainkan juga para eks petinggi Irak lainnya yang dianggap bertanggungjawab atas kejahatan tersebut. Dalam hukum internasional, individu pun merupakan subjek. Namun sebagaimana asas hukum yang berlaku universal, seharusnya Saddam Hussein tetap diperlakukan sebagai orang yang belum bersalah sebelum divonis pengadilan (asas praduga tak bersalah). Hak-haknya tetap harus dilindungi sebagai terdakwa, terutama mendapat bantuan hukum.




3.    RELEVANSI MATERI HUKUM INTERNASIONAL DI SEKOLAH DALAM MENCAPAI KOMPETENSI YANG DITUNTUT

SK dan KD PKN SMA, Materi Hukum Internasional
Standar Kompetensi : 9.4. Menganalisa Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional
Kompetensi Dasar :
9.4.1. Mendeskripsikan Pengertian, Pentingnya, dan Sarana-sarana Hubungan Internasional bagi suatu negara
9.4.2. Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional
9.4.3. Menganalisis fungsi perwakilan diplomatik
9.4.4. Mengkaji peranan organisasi internasional (ASEAN,PBB,AA) dalam meningkatkan hubungan internasional
9.4.5. Menghargai kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia
Standar Kompetensi : 9.5. Menganalisis Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
Kompetensi Dasar :
9.5.1. Mendeskripsikan Sistem hukum dan peradilan internnasional
9.5.2. Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara
penyelesaian oleh mahkamah internasional
9.5.3. Menghargai putusan mahkamah internasional

Analisis dan Komentar
Materi hukum internasional di SMA, cukup baik berdasarkan SK dan KD yang teah ditetapkan oleh kurikulum. Siswa dituntut untuk mencapai SK dan KD yang telah ditetapkan untuk mengukur pemahaman dan evalusi materi yang disampaikan oleh guru. Hal yang dipelajari dari hal dasar seperti pengertian, sarana hukum internasional, tahap-tahap perjanjian hukum internasional, fungsi perwakilan diplomatik, peran organisasi internasional, kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia, sistem hukum dan peradilan internasional, penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional sampai menghargai putusan Mahkamah Internasional.
Pada SK yang telah ditetapkan ada ketimpangan yaitu pada SKLA : Mengevaluasi hubungan internasional dan Sistem Hukum Internasional. SKLA selanjutnya dijabarkan ke SK Menganalisa Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional disitulah letak ketidaksesuaian. Seharusnya antara SK harus sesuai (sama, singkron) dengan SKLA, karena SK merupakan penjabaran dari SKLA. Pada SKLA mengevaluasi dan menganalisis hubungan internasional, sistem hukum internasional serta timbulnya konflik internasional dan mahkamah internasional selanjutnya dijabarkan ke SK Menganalisis Sistem Hukum dan Peradilan Internasional. Hendaknya  SKLA pertama tersebut diganti dengan Mengevaluasi hubungan internasional dan Organisasi Internasional, agar tidak terjadi tumpang tindih antar SK.
Menurut saya, antara materi yang diajarkan dengan kompetensi yang dituntut ada beberapa bagian yang kurang sesuai, diatas merupakan salah satu contohnya. Dalam kompetensi lebih mengutamakan sistem hukum internasional terbukti materi ini dituntut dua hal berbeda yang harus dikuasai siswa yakni mampu mengevaluasi dan menganalisis sistem hukum internasional. Hal itu membuat bingung siswa, karena dilain pihak siswa dituntut mampu mengevaluasi ini mengandung arti siswa harus mampu menguasai materi dan mampu memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai antara teori sistem hukum internasional dengan prakteknya, sedangkan menganalisis hanya menyangkut tentang kemampuan siswa untuk memahami materi sistem hukum internasional secara mendalam.
Dari beberapa ketidaksesuaian tersebut, guru hendaknya lebih kreatif dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan tersebut guru juga harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi peoses pembelajaran. Guru juga dituntut memiliki 5 kompetensi guru profesional. Sehingga siswa mampu memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan oleh guru dan kurikulum.

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...