Rabu, 14 Maret 2012

Kekuasaan dan Politik


KEKUASAAN DAN POLITIK


Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
Dosen Pengampu Muh. Hendri Nuryadi, S.Pd.

Disusun Oleh :
Agus Prasetiyo
NIM. K6410002



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kita sering mendengar kata kekuasaan dan politik, kedua kata ini sering dihubungkan satu sama lain. Namun, untuk memahami tentang apa itu kekuasaan dan politik, serta apa hubungan di antara keduanya, memerlukan pembahasan yang luas dan terperinci. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan dan menggunakannya. Jika kita melakukan sesuatu tanpa ilmu, kita bisa mencelakakan diri kita sendiri, bahkan orang lain.
Begitu pula dengan kekuasaan dan politik, di Indonesia tidak sedikit yang memandang bahwa kekuasaan dapat diperoleh melalui politik. Atau dengan kata lain, politik adalah jalan untuk mencapai kekuasaan. Pandangan seperti itulah yang menyebabkan begitu banyak orang mendalami dunia politik hanya demi mendapatkan kekuasaan. Banyak orang yang mengejar kekuasaan tanpa memahami apa sesungguhnya dan bagaimana cara menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Banyak orang pula yang akhirnya menganggap bahwa politik itu sesuatu yang tidak baik. Untuk itu, pemahaman yang benar mengenai kekuasaan dan politik sangatlah penting.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, timbul permasalah-permasalah yang dirumuskan dalam makalah ini, di antaranya sebagai berikut:
1.      Apa hakekat dari kekuasaan?
2.      Apa hakekat dari politik?
3.      Seperti apakah hubungan antara kekuasaan dan politik?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui hakekat dari kekuasaan.
2.      Mengetahui hakekat dari politik.
3.      Mengetahui hubungan antara kekuasaan dan politik.
D.    Manfaat
  1. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Pengantar Ilmu Politik.
  1. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan permasalahan kekuasaan, politik, serta hubungan antara kekuasaan dan politik.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakekat Kekuasaan
1. Pengertian Kekuasaan
Ada beberapa pandangan mengenai arti kekuasaan, di antaranya:
a. Menurut Miriam Budiardjo, kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
b. Menurut Ramlan Surbakti, kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
c. Menurut Gibson, kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk memperoleh sesuatu sesuai dengan cara yang dikehendaki.
d. Menurut Russel, kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Pada intinya, kekuasaan diartikan sebagai kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya
2. Sumber Kekuasaan
Robbins membagi sumber kekuasaan menjadi dua, yaitu kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan formal didasarkan pada posisi individu dalam organisasi, meliputi:
a. Kekuasaan paksaan (coercive power), didasarkan pada rasa takut.
b. Kekuasaan imbalan (reward power), adanya pemberian imbalan yang bermanfaat.
c. Kekuasaan hukum (legitimate power), lebih luas daripada kekuasaan paksaan dan imbalan karena dapat mengendalikan sumber daya organisasi.
d. Kekuasaan informasi (information power), berasal dari akses dan pengendalian atas informasi.
Berbeda dengan kekuasaan formal, kekuasaan personal tidak didasarkan pada posisi formal individu dalam organisasi. Ada tiga dasar atau sumber dari kekuasaan personal, yaitu:
a. Kekuasaan pakar (expert power), didasarkan pada keahlian atau keterampilan istimewa, dan pengetahuan.
b. Kekuasaan rujukan (referent power), didasarkan pada identifikasi orang yang mempunyai sumber daya atau ciri pribadi yang diinginkan orang lain.
c. Kekuasaan kharismatik (charismatic power), merupakan perluasan dari kekuasaan rujukan yang berasal dari kepribadian dan gaya interpersonal.
3. Unsur Kekuasaan
Kekuasaan terdiri dari tiga unsur, yaitu tujuan, cara, dan hasil. Kekuasaan dapat digunakan untuk tujuan yang baik dan yang tidak baik. Tujuan dari penggunaan kekuasaan biasanya akan mempengaruhi cara yang dipilih oleh individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan. Jika pemegang kekuasaan memiliki tujuan yang baik, maka cara yang dipilih juga akan baik. Dan sebaliknya, jika pemegang kekuasaan menghendaki tujuan yang tidak baik, maka cara yang digunakan juga tidak baik, misalnya dengan mengancam. Kemudian, unsur yang terakhir atau hasil dari kekuasaan dapat dilihat dari jumlah individu yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi, dan seberapa besar pengaruh kekuasaan tersebut. Sikap pihak yang dikuasai, turut menentukan kualitas kekuasan yang berlaku atas dirinya. Jika diterima dan didukung, maka kekuasaan itu merupakan wibawa. Kekuasaan yang demikian tidak banyak memerlukan paksaan (kekuatan) dalam penggunannya.
4. Perbedaan Kekuasaan dan Kepemimpinan
Keberhasilan seorang pemimpin banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam memahami situasi serta ketrampilan dalam menentukan macam kekuasaan yang tepat untuk merespon tuntutan situasi. Karena itu, kekuasaan sering dianggap sebagai persamaan dari kepemimpinan. Padahal kekuasaan tidak bisa disamakan dengan kepemimpinan. Beberapa perbedaan di antara keduanya, ialah:
a. Kekuasaan tidak menuntut kompatibilitas sasaran, melainkan sekedar menuntut ketergantungan. Sedangkan kepemimpinan menuntut kompatibilitas antara sasaran pemimpinnya dengan para pengikutnya.
b. Kekuasaan dapat digunakan oleh individu atau kelompok untuk mengendalikan individu atau kelompok lain. Sedangkan kepemimpinan hanya berfokus pada pengaruh ke bawah (bawahan), dan meminimalkan pola pengaruh ke samping atau sejajar dan ke atas.
c. Untuk memperoleh kepatuhan, kekuasaan menekankan pada taktik yang digunakan. Sedangkan kepemimpinan lebih menekankan pada gaya interpersonal.
5. Taktik Kekuasaan
Taktik atau strategi diperlukan dalam melakukan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu. Dengan strategi yang tepat, tujuan pun akan tercapai. Berkaitan dengan kekuasaan, Stephen P. Robbins mengidentifikasi tujuh dimensi atau strategi dalam menggunakan kekuasaan, antara lain:
a. Nalar, yaitu dengan menggunakan fakta dan data untuk membuat penyajian gagasan yang logis dan rasional.
b. Keramahan, dengan menggunakan sanjungan, penciptaan goodwill, bersikap rendah hati, dan bersahabat sebelum mengemukakan suatu permintaan.
c. Koalisi, melalui mencari dukungan orang lain dalam organisasi untuk mendukung keinginananya.
d. Tawar-menawar, yaitu menggunakan perundingan melalui pertukaran manfaat atau keuntungan.
e. Ketegasan, dapat menggunakan pendekatan yang langsung dan kuat seperti menuntut permintaan, mengulangi peringatan, memerintahkan individu melakukan apa yang dimintaannya, dan menunjukkan bahwa aturan menuntut pematuhan.
f. Otoritas lebih tinggi, yaitu mencari dukungan dari tingkat lebih tinggi dalam organisasi untuk mendukung permintaan.
g. Sanksi, berupa penggunaan imbalan dan hukuman yang ditentukan oleh organisasi seperti mencegah atau menjanjikan kenaikan gaji, mengancam memberikan penilaian kerja yang tidak memuaskan atau menahan promosi.
B.     Hakekat Politik
1. Pengertian Politik
Politik berasal dari Bahasa Yunani “politeia” yang berarti kiat memimpin kota (polis). Secara prinsip, politik merupakan upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat. Menurut Arsitoteles, politik adalah usaha warga negara dalam mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum. Politik juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dari definisi yang bermacam-macam tersebut, konsep politik dapat dibatasi menjadi:
a. Politik sebagai kepentingan umum
Politik merupakan suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan dan jalan, cara, serta alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara, dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan itu. Politik dalam pengertian ini adalah tempat keseluruhan individu atau kelompok bergerak dan masing-masing mempunyai kepentingan atau idenya sendiri.
b. Politik dalam arti kebijaksanaan
Politik dalam arti kebijaksanaan (policy) adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita, keinginan atau keadaan yang kita kehendaki. Kebijaksanaan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambiloleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan- tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
2. Politik Nasional
Untuk mencapai kehidupan nasional yang diinginkan, maka politik nasional merupakan jalan dan cara serta alat yang dipergunakan dalam pencapaiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa politik nasional adalah asas, haluan, kebijaksanaan, dan usaha negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian), serta penggunaan secara totalitas dari potensi nasional untuk mencapai tujuan nasional melalui pembangunan nasional. Politik nasional ini meliputi antara lain:
a. Politik dalam negeri yang diarahkan kepada mengangkat, meninggikan dan memelihara harkat, derajat dan potensi rakyat Indonesia yang pernah mengalami kehinaan dan kemelaratan akibat penjajahan, menuju sifat-sifat bangsa yang terhormat dan dapat dibanggakan.
b. Politik luar negeri yang bersifat bebas aktif, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat serta diarahkan kepada pembentukan solidaritas antarbangsa.
c. Politik ekonomi yang bersifat swasembada dan swadaya tanpa mengisolasi diri, tetapi diarahkan kepada peningkatan taraf hidup dan daya kreasi rakyat Indonesia.
d. Politik pertahanan dan keamanan yang ke luar bersifat defensif aktif dan diarahkan kepada pengamanan dan perlindungan bangsa dan negara serta usaha-usaha nasional. Dan ke dalam bersifat perventif aktif untuk menanggulangi segala macam tantangan, ancaman, dan hambatan serta gangguan yang timbul.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi politik nasional, yaitu:
a. Ideologi dan Politik
Potensi ideologi dan politik dihimpun dalam pengertian kesatuan dan persatuan nasional yang menggambarkan kepribadian bangsa, keyakinan atas kemampuan sendiri dan yang berdaulat serta berkesanggupan untuk menolong bangsa-bangsa yang masih dijajah guna mencapai kemerdekaannya.
b. Ekonomi
Kesuburan, kekayaan alam, maupun tenaga kerja yang terdapat di Indonesia merupakan potensi ekonomi yang sangat besar, bukan saja untuk mencukupi keperluan sendiri, tetapi juga negara lain. Secara fisik Indonesia juga menduduki posisi silang antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta Benua Asia dan Benua Australia yang merupakan titik temu dari berbagai bentuk interaksi kehidupan sosial internasional.
c. Sosial Budaya
Keberagaman dalam berbagai segi kehidupan bangsa merupakan sesuatu yang harus dipersatukan agar menjadi kekuataan. Segala daya dan dana harus dikerahkan dan dimanfaatkan untuk mewujudkan dan memelihara kebhinekatunggalikaan bangsa Indonesia untuk ditransformasikan.
d. Pertahanan Keamanan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang lahir dalam kancah revolusi fisik Indonesia, tumbuh menjadi kekuatan militer modern dan merupakan inti sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta. Manunggalnya ABRI- Rakyat adalah syarat mutlak dalam pembangunan nasional, bukan hanya karena alasan historis, tetapi juga sebagai kekuatan bangsa yang tak terpisahkan.
3. Perilaku Politik
Perilaku politik (politic behaviour) adalah perilaku yang dilakukan oleh individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Individu atau kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya dalam perilaku politik, contohnya :
a. Memilih wakil rakyat atau pemimpin
b. Mengikuti suatu partai politik dan lembaga atau organisasi masyarakat
c. Ikut serta dalam pesta politik
d. Memberikan kritik atau saran kepada pelaku politik
e. Berhak untuk menjadi pemimpin politik
f. Berperilaku politik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
Perilaku politik dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Robbins membedakan perilaku politik menjadi dua:
a. Perilaku politik sah, mengacu pada politik sehari-hari yang normal sesuai dengan peraturan, seperti membentuk koalisi.
b. Perilaku politik tidak sah, merupakan perilaku politik ekstrim yang melanggar peraturan yang berlaku, misalnya melakukan sabotase.
Selain perilaku politik menurut Robbins di atas, secara umum perilaku politik masyarakat juga dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Radikal
Perilaku politik radikal, yaitu sikap perilaku warga negara yang tidak puas terhadap keadaan yang ada serta menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar. Orang yang bersifat radikal biasanya tidak mengenal kompromi dan tidak mengindahkan orang lain serta cenderung ingin menang sendiri.
b. Moderat
Perilaku moderat adalah perilaku politik masyarakat yang telah cukup puas dengan keadaan yang ada dan bersedia maju, tetapi tidak menerima sepenuhnya perubahan, apalagi perubahan yang cepat seperti kelompok radikal.
c. Status quo
Perilaku status quo adalah sikap politik dari warga negara yang sudah puas dengan keadaan yang ada dan berlaku, serta berusaha mempertahankannya.
d. Konservatif
Perilaku konservatif adalah perilaku politik masyarakat yang sudah puas dengan keadaan yang sudah ada dan cenderung menolak atau menutup diri dari perubahan. 
e. Liberal
Perilaku politik liberal, yaitu sikap perilaku politik masyarakat yang berpikir bebas dan ingin terus maju. Kaum liberal menginginkan perubahan progresif secara cepat. Perubahan yang diinginkan berdasarkan hukum atau kekuatan legal untuk mencapai tujuan. Perilaku politik individu atau kelompok dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya: minat terhadap politik, kepekaan sosial, kemampuan berorganisasi, kondisi perekonomian dan lingkungan sosial.
C.    Hubungan Kekuasaan dan Politik
Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul Memahami Ilmu Politik, menyebutkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang berkaitan dengan perilaku. Kekuasaan dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat dalam proses politik. Dalam kamus ilmu politik terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh), persuasion (persuasi), force (kekuatan), coercion (kekerasan) dan lain sebagainya.
Influence adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela. Persuasion adalah kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu. Force adalah penggunaan tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan, menimbulkan rasa sakit ataupun membatasi pemenuhan kebutuhan biologis pihak lain agar melakukan sesuatu. Pengertian coercion adalah peragaan kekuasaan atau ancaman dan paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak pihak pemilik kekuasaan.
Dari konsep di atas, kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkandirinya, kelompoknya ataupun masyarakat pada umumnya. Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara, maka mereka mempunyai kekuasaan politik.
Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan (authority), kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentikan mobil di jalan, tidak berarti dia memiliki kekuasaan, tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari UU Lalu Lintas. Sehingga, bila seorang pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan, maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia bisa dituntut dan dikenakan sanksi.
Hasrat untuk memiliki kekuasaan merupakan keadaan alamiah manusia, persis seperti yang dimaksudkan oleh Sartre dan Nietsche. Bagi Sartre, kebutuhan dasar manusia adalah dianggap penting dan dihargai. Sementara bagi Nietsche, manusia pada dasarnya selalu didorong oleh hasrat untuk menjadi manusia super, manusia yang berkuasa. Dalam konteks kedudukan politik, boleh jadi hasrat manusia alamiah inilah yang mendorong seseorang mengejar kekuasaan politik. Menurut Lord Acton, kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan absolut pasti korup. Hal itu sudah diketahui banyak orang, khususnya yang memperhatikan praktik kekuasaan atau politik, baik di pemerintahan, korporasi, maupun organisasi kemasyarakatan.
Di sisi lain, karena politik berusaha mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat, politik juga dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada masyarakat luas. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Orang-orang yang melalui proses politik sekaligus diberi amanah untuk bekerja untuk rakyat malah menjadi orang pertama yang mengkhianati amanah itu, dengan mengedepankan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri di atas kepentingan rakyat. Jadi, sebenarnya orang-orang yang bekerja dalam orbit politiklah, dan bukan politik itu sendiri, yang telah membuat stigma dan label bahwa politik selalu berorientasi pada kekuasaan.  



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada hakekatnya, kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat. Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam kehidupan.
B.     Saran
Hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, diperlukan pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam kehidupan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Adhari, Yodi. 2009. Perilaku Politik. Online
Tersedia: http://yodiadhari.ngeblogs.com/2009/11/25/perilaku-politik-sesuai-aturan.
Amin, Z. I. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Heryawan, Ahmad. 2009. Kekuasaan Politik. Online.
Tersedia: http:// www.ahmadheryawan.com/kolom/3840-kekuasaan-politik.html.
Nugroho, Rino. 2009. Kekuasaan dan Politik Dalam Perilaku Organisasi. Online.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo.
Wikipedia. 2009. Kekuasaan Politik. Online.
Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_politik.

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...