Minggu, 18 Maret 2012

Deskripsi Masalah


Judul               : Perdagangan Anak Usia Dini sebagai Pekerja Seks dengan Tujuan Utama Kota Batam, Bentuk Eksploitasi dan Pelanggaran Hak Anak Indonesia untuk Mengembangkan Diri, Minat dan Bakat

Masalah           : Perdagangan anak sebagai komoditas seksual di Batam

Deskripsi         :

Kasus  Perdagangan  Anak  (Trafficking)  merupakan salah satu fenomena sosial yang terjadi saat ini di masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat masih banyaknya permasalahan anak yang terjadi seperti, kasus trafficking dalam dekade ini mengalami peningkatan pertahun. Ini adalah topik yang sangat menarik dimana kasus trafficking adalah kejahatan yang melanggar Hak Asasi Manusia karena korban dari Kejahatan ini adalah anak. Anak-anak memiliki kedududukan dan posisi yang lemah sehingga rentan terhadap berbagai tindak kejahatan, baik sebagai korban maupun pelaku. Anak adalah aset dan elemen penting dalam kehidupan bangsa dan negara, kejahatan trafficking ini mudah dilaksanakan tidak memerlukan modal besar dan mendapat keuntungan yang luar biasa sehingga membuat banyak orang tergoda menjadi pelakunya. Perkembangan kasus trafficking di Indonesia sangat mengkwatirkan  dan  semakin  meningkat  tajam dari tahun ke tahun. Data tersebut diperoleh dari data yang dirilis berbagai pihak baik lembaga maupun perseorangan. Fenomena ini diibaratkan bak fenomena gunung es artinya angka yang tersembunyi dibawah permukaan jauh lebih besar ketimbang yang terlihat dipermukaan.
Masalah perdagangan anak untuk komoditas seksual saat bukan hal yang baru. Kalau tidak ada kehebohan/mengalami langsung, sulit bagi kita mempercayainya, jika kita tidak mengalaminya sendiri. Traficking atau perdagangan anak (yaitu seseorang yang berumur di bawah 18 tahun) untuk tujuan apapun dan dalam berbagai bentuknya merupakan persoalan Hak Asasi Manusia, khususnya hak-hak anak. Di dalam Konvensi Hak-hak Anak, ditegaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari penculikan, perdaganagn dan penjualan anak untuk tujuan atau dalam bentuk apapun (Pasal 35 Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan bentuk-bentuk Pekerjaan terburuk untuk Anak). Pasal 35 Konvensi ILO No. 182  telah diratifikasi kedalam peraturan perundang-undangan Indonesia melalui UU No. 1 Tahun 2000 memasukkan unsur perdagangan anak-anak sebagai salah satu pekerjaan terburuk untuk anak (pasal 3 ayat a).
Di dalam buku Pedoman Pencegahan Trafiking Anak dan Rehabilitasi Sosial Anak Korban Trafiking, disebutkan bahwa UNICEF memperkirakan, ada sekitar 1,2 juta anak di seluruh dunia menjadi korban perdagangan (human trafficking) setiap tahun. Di Asia sendiri ada sekitar 400 ribu anak. Di Indonesia pada tahun 2000, menurut data Polri mendeteksi 1.683 kasus perdagangan anak.
Fakta Perdagangan Anak di Indonesia :
1.    Di Indonesia sekalipun banyak gadis yang memalsukan umurnya, diperkirakan 30 persen pekerja seks komersil wanita berumur kurang dari 18 tahun. Bahkan ada beberapa yang masih berumur 10 tahun. Diperkirakan pula ada 40.000-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks dan sekitar 100.000 anak diperdagangkan tiap tahun. Sebagian besar dari mereka telah dipaksa masuk dalam perdagangan seks.
2.    Sebagai pelaku perdagangan ke luar negeri, lintas batas atau domestik dan negara asal.
3.    Perdagangan anak baik di lingkup domestik maupun luar negeri meningkat.
4.    Tujuan utama anak yang diperdagangkan ke luar negeri adalah Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang dan Arab Saudi.
5.    Pariwisata seks menjadi isu menarik di daerah tujuan wisata seperti di Bali dan
Lombok.
6.    Terdapat banyak pelacuran di lokalisasi pelacur, karaoke, panti pijat, mal, dan
sebagainya.
7.    Mayoritas pelanggan adalah orang lokal.
Tren :
1.    Jumlah anak-anak yang dieksploitasi secara seksual bertambah.
2.    Melibatkan anak-anak berumur belia.
3.    Ada kelompok baru yang rentan (anak-anak yang tak punya tempat tinggal).
4.    Increase in numbers of children sexually exploited.
5.    Pandemi HIV/AIDS meningkat.
Sumber : UNICEF dari website : http://www.unicef.org

Project Officer Child Protection Unit UNICEF, Julie Lebegue, mengatakan bahwa sekitar 100.000 wanita dan anak Indonesia diperdagangkan setiap tahun. Jumlah itu adalah perkiraan kasar, didapat berdasarkan angka perkiraan perpindahan orang serta dari data pelaku perdagangan yang sudah ditangkap dan diadili, katanya. Psikolog dari Universitas Katolik Atmajaya, Irwanto, Ph.D., memandang bahwa faktor utama penyebab terjadinya perdagangan anak adalah kemiskinan. Irwanto menambahkan, yang juga memicu masalah ini adalah demand seks. Lola Wagner, Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Kesehatan dan Kemanusiaan, yang aktif menangani kasus trafficking di Batam, mengungkapkan, perdagangan anak di Batam belum ada tanda-tanda penurunan. Kendati begitu, dorongan untuk mengadopsi anak tidak bisa dinafikan menjadi faktor lain dari jual-beli anak. Dikutip  dari website : http://www.femina.co.id

Berkenaan dengan perdagangan anak untuk tujuan seksual, fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini telah dan memang terjadi di sekeliling kita. Kasus-kasus perdagangan anak (dan perempuan) yang terjadi di dalam wilayah Indonesia ataupun melampaui lintas negara cenderung dilatarbelakangi oleh penipuan terhadap calon tenaga kerja.
Beberapa kasus perdagangan anak/perempuan lintas negara misalnya dengan tujuan Malaysia. Menjelang akhir tahun 1993, pihak kepolisian berhasil membongkar sindikat perdagangan perempuan (korban terbesar adalah anak-anak perempuan) dari Kalimantan Timur ke Malaysia untuk dijerumuskan ke prostitusi. Para korban dijaga ketat oleh tangan kanan sindikat yang diperkirakan sudah beroperasi selama empat tahun (Kompas, 23/10/93). Sumber lain memperkirakan ada enam sindikat perdagangan anak (perempuan) yang telah beroperasi sejak tahun 1985 dengan korban berumur 14 sampai 15 tahun (Suara Pembaruan, 23/11/93). Pada tahun 1994, pihak kepolisian kembali berhasil membongkar sindikat perdagangan dan menggagalkan penyelundupan anak dari sulawesi ke Malaysia (Suara Pembaruan, 31/5/94, 5/6/ 94, 15/12/94, 16/12/94 dan 29/12/94). Kasus lain adalah perdagangan perempuan ke Timur Tengah yang pernah diungkapkan pada tahun 1997 oleh Mien Sugandhi (Mentri UPW pada saat itu) yang menyatakan adanya ratusan tenaga kerja wanita di Arab Saudi yang berada dalam prostitusi (Kompas, 7/2/97). Pernyataan ini sempat menimbulkan polemik dengan Mentri Tenaga Kerja yang membantah pernyataan tersebut (Kompas, 15/2/97).
Mengenai kasus perdagangan anak yang terjadi di dalam wilayah Indonesia, tampaknya sudah terjadi di berbagai daerah baik lintas desa ke kota, antar kota maupun antar provinsi dengan menjerat korban dengan tawaran pekerjaan. Sejauh ini, daerah yang diidentifikasikan sebagai daerah tujuan utama adalah Kepulauan Riau dan Batam. Lisa anggraini, seorang wartawati yang mendalami persoalan eksploitasi seksual di Batam memperkirakan bahwa dari sekitar 6.000 para pekerja seksual komersial yang ada, setengah lebih adalah anak–anak (Kompas, 12/8/00) Para pengguna anak di wilayah ini berasal dari beberapa Negara seperti Singapore, Malaysia, Thailand dan sebagainya.
Pada awal 1998, muncul laporan mengenai adanya 200 ABG (sebagian besar anak-anak) yang disekap dan dijerumuskan ke prostitusi di Tanjung Balai Karimun Riau (Kompas, 5/2/98). Beberapa waktu kemudian Polda Jabar berhasil mengungkap sindikat perdagangan anak ke Batam dan berhasil menyelamatkan 113 ABG yang berasal dari Pulau Jawa (lihat : Yogya Post, 11/9/98 ; Solopos, 23/9/98 ; Gatra No. 46 Thn. IV-3 Oktober 1998 ; Tabloid Nova No. 533 / XI - 4 Oktober 1998). Keberhasilan ini diikuti oleh Polsek Ciawi yang berhasil menyelamatkan 23 anak asal Jawa Barat yang diperdagangkan ke Batam dan menangkap dua pelakunya (Solo Pos, 12/12/98). Penggrebekan pihak keamanan Bengkalis di Dumai juga berhasil menyelamatkan dua pelajar yang dipaksa melacur. Di beberapa kota di Jawa Tengah kasus perdagangan anak/ perempuan ke kepulauan Riau dan Batam juga terjadi. Puluhan TKW asal Jawa Tengah, terbesar dari Kodya Salatiga dan Semarang  yang dijanjikan akan di pekerjakan ke Brunei disekap dan dimasukkan ke prostitusi di Tanjung Pinang (Tabloid Gugat No. 32 / Th I - 2-8 Juli 1999). Sebuah NGO di Medan melaporkan adanya 600 ABG dari berbagai Daerah yang disekap di Dumai (Kompas, 9/3/00). Dari Semarang, Sebuah NGO anak di dalam laporan penelitiannya mengungkapkan adanya indikasi perdagangan anak jalanan perempuan ke Batam (Setara, 1999) dan hasil monitoring sejak Januari sampai Juni 2000 mencatat adanya 10 anak yang diperdagangkan ke daerah tersebut (Shalahuddin, 2000).
Menyingung pertanyaan yang diajukan di atas, setelah melihat fakta-fakta bahwa perdagangan anak untuk tujuan seksual telah terjadi dan melibatkan banyak korban, maka belum adanya perhatian dan penanganan atas isu ini diakibatkan oleh masih rendahnya sensitivitas kita. Maka dari itu sebagai warga Indonesia kita harus turut serta berperan aktif dalam mengatasi permasalahan perdagangan anak untuk dijadikan sebagai pekerja seksual. Sehingga setiap warga terutama anak-anak mendapatkan hak-hak dan perlindungan hukum serta terjaminnya masa depan anak-anak Indonesia, karena anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menentukan nasib Indonesia di masa yang akan datang.

Catatan Akhir
Perdagangan anak untuk tujuan seksual telah terjadi di tengah kehidupan kita. Akibat yang ditimbulkan sangat buruk bagi para korban dan pada perkembangannya bisa berdampak pada masalah sosial yang lebih luas. Seandainya saja kita membayangkan bahwa dari ribuan anak yang telah menjadi korban, salah satunya adalah anak kita, anggota keluarga atau saudara-saudara kita sendiri, tetapkah kita berdiam diri? Pernyataan singkat yang perlu dikemukakan; “ Ayo bergerak !
*****
(Salah satu tulisan yang terhimpun dalam buku : “Anak Bukan Pemuas Nafsu“, 2004, Yayasan Setara)

2 komentar:

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...