Sabtu, 03 Maret 2012

Perubahan dari Konstitusi RIS ‘49 ke UUDS ‘50

Perubahan dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (Konstitusi RIS ‘49) ke Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS ‘50)

Dosen Pengampu : Drs. Machmud Al Rasyid, S.H., M.Si.
Mata Kuliah : Teori dan Hukum Konstitusi




AGUS PRASETIYO 
(K6410002)

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011


 



Konstitusi RIS 1949
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949 bersamaan dengan penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Konstitusi RIS dihasilkan dari sebuah pertemuan yang dinamakan ”pertemuan untuk permusyawaratan federal” pada tanggal 14 Desember 1949 di Den Haag, Belanda. Konstitusi RIS terdiri atas 197 pasal. Konstitusi ini bersifat sementara karena menurut ketentuan Pasal 186 Konstituante (sidang pembuat Konstitusi) bersama-sama dengan Pemerintah akan selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS yang akan menggantikan Konstitusi yang sementara ini. Bentuk negara yang dikehendaki Konstitusi RIS ialah serikat atau federal, dengan bentuk pemerintahan republik. Ketentuan ini dapat dikaji dalam Pasal 1, Ayat 1 yang menyatakan, ”Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi”.
Sesuai dengan bentuk serikat, wilayah RIS dibagi ke dalam tujuh negara bagian dan sembilan satuan kenegaraan. Ketujuh negara bagian tersebut adalah:
1.      Negara Republik Indonesia,
2.      Negara Indonesia Timur,
3.      Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta,
4.      Negara Jawa Timur,
5.      Negara Madura,
6.      Negara Sumatra Timur, dan
7.      Negara Sumatra Selatan.
Adapun yang termasuk satuan kenegaraan ialah sebagai berikut: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat (Daerah Istimewa), Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Negara dan daerah bagian ini memiliki kemerdekaan untuk menentukan nasib sendiri yang bersatu dalam ikatan federasi RIS. Selain negara bagian dan satuan kenegaraan tadi, RIS mencakup pula daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.
Menurut ketentuan dalam Bab III, alat-alat perlengkapan federal RIS adalah :
1.      Presiden,
2.      Menteri-menteri,
3.      Senat,
4.      Dewan Perwakilan Rakyat,
5.      Mahkamah Agung, dan
6.      Dewan Pengawas Keuangan.
Dari ketentuan pasal-pasalnya dapat disimpulkan bahwa Konstitusi RIS menganut sistem pemerintahan parlementer. Dalam sistem pemerintahan menurut konstitusi ini, presiden dan menteri-menteri merupakan Pemerintah. Lembaga perwakilannya menganut sistem dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Senat merupakan perwakilan negara atau daerah bagian yang setiap negara atau daerah bagian diwakili dua orang. DPR yang beranggotakan 150 orang merupakan wakil seluruh rakyat. Pemerintah melakukan kekuasaan legislatif bersama-sama dengan DPR dan Senat. Hal ini dilakukan sepanjang materi undang-undang itu menyangkut satu atau semua negara atau daerah bagian; atau mengenal hubungan RIS dengan negara atau daerah bagian. Adapun pembuatan undang-undang yang menyangkut seluruh kekuasaan di luar masalah tadi dilakukan oleh presiden bersama-sama DPR. Selain memiliki kekuasaan legislatif yang sangat terbatas, Senat juga memiliki fungsi sebagai penasihat pemerintah. Bahkan, nasihat Senat wajib didengar pemerintah apabila menyangkut:
1.      Urusan-urusan penting negara-negara atau daerah-daerah bagian,
2.      Hubungan RIS dengan negara atau daerah bagian, dan
3.      Penyusunan Rancangan Undang-Undang Darurat.


UUDS 1950
Hasrat untuk membentuk negara kesatuan tidak dapat dilenyapkan dengan berdirinya beberapa negara atau daerah bagian. Hasrat ini semakin kuat setelah diyakini bahwa pembentukan negara-negara bagian itu dilakukan Belanda untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Pergerakan rakyat yang menuntut pembubaran negara atau daerah bagian dan penggabungan dengan Republik Indonesia di Yogyakarta muncul di mana-mana. Penggabungan negara atau daerah bagian yang satu dengan yang lainnya dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 43 dan 44 Konstitusi RIS. Penggabungan dapat dilakukan dengan ketentuan dikehendaki rakyat dan diatur oleh undang-undang federal. Untuk mewujudkan kehendak rakyat, Pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS pada tanggal 8 Maret 1950. Segera setelah dikeluarkannya Undang-Undang tadi, beberapa negara bagian menggabungkan diri dengan Republik Indonesia. RIS hanya terdiri dari tiga negara bagian, yakni Republik Indonesia, Negara Sumatra Timur dan Negara Indonesia Timur pada tanggal 5 April 1950.
Pada tanggal 19 Mei 1950 melalui sebuah perundingan telah dihasilkan sebuah “Piagam Persetujuan” antara Pemerintah RI dan Pemerintah RIS yang mendapat kuasa dari dua negara bagian yang masih ada. Kedua pemerintah sepakat untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan semangat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Negara kesatuan yang akan dibentuk diatur dengan Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tersebut diperoleh dengan mengubah Konstitusi RIS sehingga prinsip-prinsip pokok Undang-Undang Dasar 1945 ditambah dengan “bagian-bagian yang baik” dari Konstitusi RIS, termasuk di dalamnya. Sejak tanggal 17 Agustus 1950, berlakulah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Hal ini bersamaan dengan terwujudnya kembali negara kesatuan, sebagaimana dicita-citakan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pemberlakuan Undang-Undang Dasar ini ditetapkan dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara terdiri atas 6 bab dan 146 pasal. Oleh karena itu bersifat sementara, berdasarkan pasal 134 ditentukan bahwa Konstituante (sidang pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan pemerintah akan secepatnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini.
Adapun bentuk negara dan pemerintahan yang dikehendaki Undang-Undang Dasar Sementara 1950 ialah kesatuan dan pemerintahan republik. Hal ini dapat dikaji dari ketentuan Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa: ”Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Berbeda dengan Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 tidak mengenal Senat. Alat-alat perlengkapan negara selengkapnya dapat dikaji pada Pasal 44 yang meliputi unsur-unsur:
1.      Presiden dan Wakil Presiden,
2.      Menteri-menteri,
3.      Dewan Perwakilan Rakyat,
4.      Mahkamah Agung, dan
5.      Dewan Pengawasan Keuangan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1950, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kedaulatan rakyat. Sistem pemerintahan menurut UUDS 1950 diatur dalam Pasal 83 dan 84 sebagai berikut:
Pasal 83
1.      Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.
2.      Menteri-menteri bertanggung jawab atas keseluruhan kebijakan Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk kegiatannya sendiri-sendiri.
Pasal 84
Presiden berhak membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Keputusan Presiden yang menyatakan pembubaran itu memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru dalam 30 hari.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal di atas, nyatalah bahwa UUDS 1950 menganut sistem parlementer. Berdasarkan sistem ini, DPR dapat membubarkan kabinet. Sebagai imbangannya, presiden memiliki kedudukan yang kuat dan dapat membubarkan DPR. Mekanisme seperti ini merupakan hal biasa bagi negara-negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer.

Analisis Perubahan dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 ke Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menurut Aturan yang berlaku saat itu
Perubahan konstitusi tersebut dilakukan melalui UU Federal No. 7 Tahun 1950 yang diberlakukan sejak 17 agustus 1950 dan pada pokoknya berisi 2 hal yaitu:
1.      Pertama bentuk negara Indonesia diubah menjadi negara kesatuan;
2.      Kedua, Konstitusi RIS 1949 diganti UUDS 1950.
Perubahan Konstitusi RIS 1949 melalui UU Federal No. 7 Tahun 1950 menjadi UUDS 1950 adalah perubahan yang dilakukan dengan prosedur yang sah secara konstitusional sebab menurut Konstitusi RIS 1949 kedaulatan dilakukan Pemerintah dan Parlemen. Konstitusi RIS tidak menunjuk satu badan khusus (misalnya semacam Konstituante) untuk menetapkan dan melakukan perubahan atas UUD.


Analisis Perubahan dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 ke Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menurut Teori yang dikemukakan selama perkuliahan
 Menurut K.C. Wheare, ada empat macam cara yang dapat digunakan untuk mengubah UUD atau konstitusi melaui jalan penafsiran, yaitu melalui:
1.      Beberapa kekuatan yang bersifat primer (asome primary forces);
2.      Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amandement);
3.      Penafsiran secara hukum (judicial interpretation);
4.      Kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan (usage and convention).
Menurut C.F. Strong, prosedur perubahan konstitusi ada empat macam perubahan, yaitu:
1.      Perubahan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi ada pembatasan-pembatasan tertentu;
2.      Perubahan konstitusi dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum;
3.      Perubahan konstitusi dan ini berlaku dalam negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian.
4.      Perubahan yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Perubahan dari Konstitusi RIS ke UUDS 1950 menggunakan cara yang dapat digunakan untuk mengubah UUD atau konstitusi melaui jalan penafsiran, yaitu melalui: perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amandement). Perubahan Konstitusi RIS 1949 melalui UU Federal No. 7 Tahun 1950 menjadi UUDS 1950 adalah perubahan yang dilakukan dengan menurut prosedur yang diatur dalam Konstitusi RIS 1949. Kedaulatan (kekuasaan) untuk melakukan perubahan UUD (konstitusi) dilakukan Pemerintah dan Parlemen. Konstitusi RIS tidak menunjuk satu badan khusus (misalnya semacam Konstituante) untuk menetapkan dan melakukan perubahan atas UUD (konstitusi). Jadi perubahan kosntitusi tersebut sah secara konstitusional karena ada peraturan yang mengatur tentang perubahan tersebut.
Perubahan konstitusi dan ini berlaku dalam negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Cara ini berlaku dalam negara berbentuk negara serikat seperti, di Indonesia masa Republik Indonesia Serikat yang menjadi pembahasan dalam urian yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu perubahan dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 ke Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Pada tanggal 19 Mei 1950 melalui sebuah perundingan telah dihasilkan sebuah Piagam Persetujuan antara Pemerintah RI dan Pemerintah RIS yang mendapat kuasa dari dua negara bagian yang masih ada. Kedua pemerintah sepakat untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan semangat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Negara kesatuan yang akan dibentuk diatur dengan Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tersebut diperoleh dengan mengubah Konstitusi RIS sehingga prinsip-prinsip pokok Undang-Undang Dasar 1945 ditambah dengan ”bagian-bagian yang baik” dari Konstitusi RIS, termasuk di dalamnya. Sejak tanggal 17 Agustus 1950, berlakulah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Hal ini bersamaan dengan terwujudnya kembali negara kesatuan, sebagaimana dicita-citakan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pemberlakuan Undang-Undang Dasar ini ditetapkan dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara terdiri atas 6 bab dan 146 pasal. Oleh karena itu dalam negara yang berbentuk negara serikat konstitusi dianggap sebagai “perjanjian” antar negara bagian. Maka untuk perubahan terhadapnya harus dengan persetujuan sebagian besar negara-negara tersebut. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini lembaga perwakilan rakyatnya, akan tetapi kata akhir (keputusan) berada pada negara-negara bagian. Disamping itu usul perubahan konstitusi dapat pula berasal dari negara bagian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...