Minggu, 18 Maret 2012

Pendidikan Multikutural


1.    Paham multikultural di Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik dan Kondisi pendidikan multikultural di Australia saat ini

Paham multikultural di Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik. Pemerintahan Partai Buruh di bawah pimpinan Whitlam serta penerusnya Frazer dari Partai Koalisi Konservatif telah memberikan angin segar terhadap perkembangan multikulturalisme. Kemudian di bawah pemerintahan Partai Liberal terkenal laporan Galbally yang menyebabkan berdirinya Australian Ethnic Affairs Council pada tahun 1977 yang memberikan saran-saran penting kepada Ministry for Immigration and Ethnic Affairs.

Orang-orang Australia berasal dari seratus lebih negara yang berbeda-beda. Ada banyak bangsa dan kebudayaan di Australia. Orang-orang Aborigin, telah hidup di Australia selama lebih dari 50.000 tahun.. Orang Inggris memutuskan untuk menetap di Australia sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Dalam dua ratus tahun terakhir, arus imigrasi sangat memberikan andil terhadap pertumbuhan penduduk Australia. Antara tahun 1788 dan 1947 para migran datang dari Inggris dan Irlandia. Sesudah Perang Dunia II terjadi arus perpindahan penduduk ke Australia dari banyak negara. Antara tahun 1950 dan tahun 1973 kebanyakan migran datang dari Eropa. Sejak saat itu, terdapat kenaikan arus migrasi dari Timur Tengah dan dari Asia. Pada tahun 1975, 20% dari jumlah penduduk dilahirkan di luar Australia. Pada tahun 1995 jumlah ini naik menjadi 23%, yakni satu dari setiap empat orang Australia dilahirkan di luar negeri. Antara tahun 1984 dan 1994 jumlah orang Australia kelahiran Asia sangat meningkat. Pada tahun 1994, 5% dari jumlah penduduk dilahirkan di Asia. Pada tahun 1994-95 kelompok migran kelahiran luar negeri yang paling pesat pertumbuhannya adalah dari Indonesia, Hong Kong dan Makau. Meskipun kebanyakan orang Australia kelahiran luar negeri berasal dari Eropa, arus migrasi dari Eropa telah sangat menurun jumlahnya dibandingkan arus migrasi dari Asia.
Agama yang dominan di Australia tidak hanya Kristen Anglikan yang dibawa keturunan Inggris, tapi juga aliran lain seperti Ortodoks dan Katolik yang kini menjadi agama terbesar dengan total 4,6 juta pemeluk dari total 21 juta penduduk Australia. Selain Kristen/Katolik, beberapa agama juga hidup seperti Islam (2%), Buddha (2%), Hindu (1%), Yahudi, Sikh, Baha'I, dan Ahmadiyah.
Bahkan berdasar sensus 2006, agama-agama non-Kristen/Katolik semakin meningkat perkembangannya, yakni Hindu (55%), Islam (21%), dan Buddha (17%). Begitu pun bahasa yang digunakan. Selain bahasa Inggris, dalam komunikasi sehari-hari masih banyak warga Australia yang mempertahankan bahasa ibu seperti Italia,Yunani, Kanton,Arab, Mandarin, Vietnam, dan ada pula yang menggunakan bahasa Indonesia. Kebudayaan, agama, dan bahasa yang berwarna-warni kini membentuk Australia sebagai negara multikultural.
Paham multikulturalisme di Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik. Partai Buruh merupakan partai tertua dan paling berkuasa di Australia. Sebagai lawan partai ini adalah partai Liberal. Partai Liberal merupakan pendukung utama Kebijakan Australia Putih (White Australia Policy), sebuah kebijakan yang melarang imigran non Eropa untuk datang ke Australia. Tujuannya  untuk menjaga kemurnian ras eropa yang ada di Australia, ras ini dianggap sebagai ras terbaik sehingga tidak boleh tercampur oleh ras manapun, paham ini banyak digunakan oleh negara-negara pada abad ke-19 sebagai penumbuh rasa nasionalisme.
Dari penjelasan di atas paham ini mengakibatkan tidak ada kesempatan orang warga yang bukan asli eropa untuk memperoleh hak yang sama dengan warga asli Negara tersebut. Mengakibatkan kekhawatiran akan terjadinya persaingan upah buruh karena buruh dari luar Eropa umumnya memiliki harga yang lebih murah sehingga akan berdampak pada tingkat kesejahteraan para buruh asal Eropa yang ada di Australia. Hal ini dapat berdampak buruk bagi perekonomian Negara Australia. Dampak tersebut mulai terasa setelah perang dunia ke 2, dimana Australia mengalami krisis tenaga kerja yang produktif, yang  memaksa Partai Buruh untuk membuka mata dan menganggap Kebijakan Australia Putih sudah tidak relevan terhadap perekonomian di Australia. Dalam kebijakan tersebut terdapat perbedaan fisik yang sangat menonjol, juga latar balakang budaya dan pola hidup yang sangat berbeda. Kenyataan inilah yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan asimilasi pada dasarnya tidak bermanfaat banyak bagi para imigran Asia dan Afrika hitam. Akhirnya kebijakan tersebut di hapuskan.
Tapi kenyataan kontradiktif dari pelaksanaan kebijakan multikulturalisme terlihat dari kelompok masyarakat asli “Aborigin”. Pengalaman- pengalaman pahit yang dialami oleh penduduk asli ini semenjak mereka kehilangan tanah-tanah mereka seperti white Australian policy, assimilasi, hingga multikulturalisme, menjadikan mereka kehilangan kepercayaan terhadap negara dan pemerintahan Australia sendiri. Mereka merasa bahwa berbagai kebijakan yang diterapkan tidak lain hanyalah upaya kontrol sosial terhadap kebudayaan mereka. Posisi Aborigin pada akhirnya merupakan dilema tersendiri dalam kebijakan multikulturalisme. Oleh karena itu di tingkat birokrasi dibentuk Aboriginal Reconsiliation Council yang bekerja sama dengan The National Multicultural Advisory Council. Di sini, penekanan diberikan kepada ‘cultural diversity’ dari pada multikulturalisme, dengan harapan hal ini akan lebih mudah diterima. Namun yang paling dirasakan dalam penerapannya ialah tidak adanya upaya anti rasisme yang serius, terutama dalam mengatasi diskriminasi rasial yang berlaku dalam segala tingkatan masyarakat.
Namun sekarang ini pemerintah Australia bersikap mewujudkan program pendidikan Multikulturalisme yang baik yang dapat menyatukan dan mewujudkan kerukunan antar semua orang yang berada di Negara Australia yang merupakan penduduk asli Australia maupun luar dari Eropa. Pemerintah Australia memberikan kesempatan untuk setiap warga Negara untuk berperan aktif dan saling menyatu menghormati hak asasi manusia, demokrasi, dan perundangan, mengakui dan menghormati perbedaan, memanfaatkan keragaman, serta menghargai dan mendorong partisipasi seluruh warga dalam kehidupan bermasyarakat.
Kebijakan di Australia dimaksudkan untuk menjaga kerukunan melalui multikulturalisme. Menurut kebijakan ini, semua orang Australia bebas untuk hidup di tempat yang dipilihnya dan bebas untuk mempertahankan kebudayaannya. Mereka dapat menggunakan dan mempelajari bahasanya. Mereka bebas untuk menjalankan agamanya. Orang-orang dari semua bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa adalah sama di mata hukum.
2.    Kebijakan multikulturalisme di Jerman saat ini mengenai imigran bekerja yang berasal dari Negara-negara disekitarnya dan Negara Turki merupakan Negara yang paling banyak mensuplay kaum pekerja khususnya yang beragama Islam
Munculnya pendidikan multikultural di Jerman Sesudah Tahun 1945, Kelompok kecil minoritas yang telah tinggal di Jerman selama berabad-abad berasal dari Denmark, Friesland, dan Sorbes. Golongan minoritas ini dilindungi oleh UU khusus. Kedua, kaum pelarian yang berjumlah 12 juta orang. Mereka ini antara lain orang-orang yang mencari keamanan dari Jerman Timur masuk ke Jerman Barat, juga ada yang mencari suaka krn tdk diterima oleh negara-negara bekas teritori Jerman Raya. Orang Jerman imigran dari negara-negara Eropa Timur yang ingin kembali ke negaranya sesudah PD II karena mereka diusir dari negara Cekoslowakia, Polandia, dan Rusia. Kelompok yang merupakan pekerja-pekerja tamu yang diundang oleh negara Jerman Barat antara tahunh 1961-1973. kelompok ini berasal sepertiganya berasal dari dari  Turki, sepertiga lainnya dari  Yugoslavia, Yunani, Italia, Spanyol, portugis, dan sepertiga lainnya dari negara-negara lain.
Ada beberapa kebijakan Pendidikan multikultural di Jerman, yaitu :
a.    Kebijakan Separatisme. Kebijakan ini berlaku bagi golongan-golongan minoritas yang sudah berabad-abad tinggal di Jerman. Mereka dilindungi oleh UU khusus dan dapat menyelenggarakan pendidikannya menurut kebudayaan golongan minoritas ini.
b.    Kebijakan asimilasi. Kebijakan ini bertujuan agar anak-anak dari orang asing tersebut dapat menyesuaikan diri atau berasimilasi dengan masyarakat Jerman.
c.    Kebijakan kerja sama. Kebijakan ini mengakui adanya golongan-golongan minoritas yang mempunyai kebudayaan-kebudayaan tertentu. Mereka dihormati sepanjang tidak mengganggu ketenteraman kehidupan masyarakat umum. Terkenal pendidikan yang disebut intercultural education.
d.   Kebijakan Uni Eropa. Dengan lahirnya Uni Eropa muncullah pendidikan yang menjembatani perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat Eropa.
Memang banyak pekerja-pekerja yang berasal dari Negara di sekitarnya misalnya Turki yang mayoritas beragama islam. Sebenarnya kebijakan-kebijakan tersebut menguntungkan bagi kaum-kaum minoritas tapi banyak  kaum minoritas khususnya yang berasal dari Turki banyak yang mengabaikan kebijakan tersebut. Misalnya pada kebijakan asimilasi. Kebijakan ini bertujuan agar anak-anak dari orang asing tersebut dapat menyesuaikan diri atau berasimilasi dengan masyarakat Jerman. Disini banyak dari orang Turki yang mengabaikan hal tersebut. Seperti pernyataan Perdana Menteri Jerman Angela Merkel mengakui multikulturalisme di negaranya telah gagal. Banyak komunitas imigran, misalnya, memisahkan diri dari masyarakat asli Jerman, merasa terkucil dalam banyak hal lantaran penguasaan bahasa Jerman yang sangat lemah. Karena masalah besar bahasa ini, para guru di sebagian sekolah tidak bisa lagi mengatur kelas karena para siswa tidak mengerti apa yang disampaikan. Ada banyak pemuda imigran yang tinggal di Jerman yang menjauhkan diri dari masyarakat karena merasa diasingkan dan menjadi lebih rentan pada pemikiran ekstremis.
Dalam partainya Merkel di desak untuk lebih tegas terhadap warga imigran khususnya Turki agar dapat berdaptasi dengan baik dengan warga asli Jerman. Menurut pendapat saya Jerman sedang melakukan integrasi yang kebanyakan berhasil menyatukan bahasa yang berbeda beda agar masyarakat bisa hidup berdampingan. Memang butuh proses untuk warga imigran untuk mempelajari bahasa Jerman. Di butuhkan Pendidikan yang mendukung dalam program ini agar kesempatan yang di dapat dalam memperoleh pendidikan dan kehidupan yang layak sama dengan warga Negara Jerman asli.
3.    Kebijakan Multikulturalisme (Pendidikan Multikultural) di Amerika Serikat sejauh ini dan kaitannya dengan prinsip-prinsip Negara Demokrasi
Negara Amerikat Serikat merupakan Negara yang mengaku bahwa pemerintahannya sangat demokratis. Menurut saya hal tersebut tidak sesuai dengan prakteknya. Pemerintah Amerika masih mementingkan kepentingannya dan memaksa kehendaknya sendiri terhadap pihak-pihak luar, contohnya negara irak. Dari kebijakan yang ada ini menimbulkan banyak sekali konflik yang memicu adanya peperangan untuk memprotes kebijakan yang di terapkan oleh Amerika. Karena didalam prakteknya negara amerika hanya memaksakan kehendaknya sendiri terhadap pihak-pihak luar, contohnya negara Irak. Seharusnya dalam prinsip demokrasi, dalam suatu negara harus mempunyai unsur-unsur kebebasan sipil, kebebasan beragama, seperti berpendapat, berkumpul, penjagaan hak privasi, kepemilikan pribadi, kebebasan melakukan perjalanan, kebebasan berniaga, dan seterusnya. Yang terjadi malah agenda serangan militer kepada beberapa negara tanpa alasan yang kuat.
Dari kebijakan yang ada ini menimbulkan banyak sekali konflik yang memicu adanya peperangan untuk memprotes kebijakan yang di terapkan oleh amerika. Padahal dalam prinsip demokrasi, dalam suatu negara harus mempunyai unsur-unsur kebebasan sipil, kebebasan beragama, seperti berpendapat, berkumpul, penjagaan hak privasi, kepemilikan pribadi, kebebasan melakukan perjalanan, kebebasan berniaga, dan seterusnya. Negara-negara ini memprotes keras paham multikulturalisme yang diterapkan oleh goerge Bush.Mereka menuntut aksi aborsi dan kawin sesama jenis, juga agenda serangan militer kepada beberapa negara tanpa alasan yang kuat. Seperti serangan ke Irak. Sehingga mendekati pemilu demokratis Irak Januari 2005, intensitas pertumpahan darah terus meningkat kian hari, dan menjadi penghias media–media massa pada saat itu. Tentu tidak terbayangkan bagaimana sebuah pemilu “demokratis” bisa berjalan di tengah ancaman kemanan yang begitu nyata. Serangan ke Irak. Sehingga mendekati pemilu demokratis Irak Januari 2005, intensitas pertumpahan darah terus meningkat kian hari, dan menjadi penghias media–media massa pada saat itu. Tentu tidak terbayangkan bagaimana sebuah pemilu “demokratis” bisa berjalan di tengah ancaman kemanan yang begitu nyata. Pada tataran teoritis, demokrasi sama sekali tidak identik dengan revolusi dan pertumpahan darah, melainkan ia merupakan mekanisme perebutan kekuasaan dengan sebuah kesadaran yang serasional mungkin. Kudeta, pertumpahan darah, maupun revolusi tidak bisa menjadi instrumen demokrasi. Kalau demokrasi dipaksakan terlalu dini, maka suasana demokratis tidak akan tercipta, yang muncul malah ketegangan berkepanjangan, dan itu sama sekali tidak kondusif bagi demokrasi. Salah satu penyebab gelombang demokrasi, yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington dalam Gelombang Demokratisasi Ketiga, adalah intervensi Amerika Serikat.
Pendidikan multikulturalisme di Amerika berawal dari dari masalah bagaimana menghargai kebudayaan dari masing-masing kelompok etnis agar kekayaan budaya dari masing-masing kelompok etnis dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat Amerika Serikat. Untuk mewujudkan hal tersebut timbul gagasan mengenai pendidikan yang cocok dengan masyarakat yang pluralistik yang memicu munculnya konsep pendidikan multikultural. Ini dilakukan untuk perubahan-perubahan di dalam tujuan pendidikan, kurikulum, proses belajar mengajar, juga kedudukan sekolah di dalam masyarakat pluralistik. Selain itu, para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang prodemokrasi dan HAM, antirasisme dan diskriminasi menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah. Pendidikan multikulturalisme di Amerika berawal dari dariers masalah bagaimana menghargai kebudayaan dari masing-masing kelompok etnis agar kekayaan budaya dari masing-masing kelompok etnis dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat Amerika Serikat. Untuk mewujudkan hal tersebut timbul gagasan mengenai pendidikan yang cocok dengan masyarakat yang pluralistik yang memicu munculnya konsep pendidikan multikultural. Ini dilakukan untuk perubahan-perubahan di dalam tujuan pendidikan, kurikulum, proses belajar mengajar, juga kedudukan sekolah di dalam masyarakat pluralistik. Selain itu, para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang prodemokrasi dan HAM, antirasisme dan diskriminasi menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah. Pendidikan ini di berikan bukan hanya Bahkan anak-anak Cina, Meksiko, dan berbagai golongan suku bangsa lainnya mulai belajar dengan menggunakan bahasa ibunya di sekolah sampai pada tahap-tahap tertentu. Tapi tetap saja, di Amerika masih ada sikap kurang menghargai terhadap para imigran / pendatang, misalnya pada masyarakat muslim. Mereka selalu saja dicurigai biang teroris di dunia ini, seperti kita bisa lihat dalam film My Name is Khan. Tapi tetap saja, di Amerika masih ada sikap kurang menghargai terhadap para imigran / pendatang, misalnya pada masyarakat muslim. Jadi Amerika sudah tepat untuk menjalankan Pendidikan Multikulturalisme agar masyarakat di Amerika bisa dapat hidup rukun berdampingan antar warga imigran dan warga asli Amerika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...