Selasa, 27 Maret 2012

Penambahan Wilayah Menurut Hukum Internasional


1.    SYARAT-SYARAT PENAMBAHAN WILAYAH YANG DIBENARKAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL



Setiap Negara memiliki kemungkinan untuk menambah atau memperluas wilayahnya. Disamping wilayah awal, seringkali negara bertambah wilayahnya melalui akresi, cessi, okupasi, preskripsi, dan perolehan wilayah secara paksa yang biasanya berupa aneksasi. Konsep wilayah sangat penting dibicarakan dalam hukum internasional :
a)    Hukum Internasional adalah kaidah atau asas hukum yang mengatur persoalan yang melintas batas negara. Salah satu syarat suatu negara adalah wilayah.
b)   Konsep atau paham kedaulatan dibatasi oleh wilayah negara.

Menurut hukum internasional cara penambahan wilayah yang dibenarkan adalah dengan cara damai tanpa kekerasan. Piagam PBB Pasal 2 ayat 4 dengan jelas menyatakan larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan. Berikut bunyi pasal tersebut : Dalam melaksanakan hubungan internasional, semua anggota harus mencegah tindakan-tindakan yang berupa ancaman atau kekerasan terhadap kedaulatan atau kemerdekaan politik Negara lain.
Cara memperoleh yang dibenarkan menurut hukum internasional, yaitu okupasi, akkresi, prespeksi, cessi. Sedangkan aneksasi atau penaklukan (penggabungan suatu wilayah lain dengan kekerasan atau paksaan kedalam wilayah negara yang menganaksasi) tidak dibernarkan. Sedangkan, referendum (plebisit) adalah cara memperoleh wilayah melalui pilihan kemauan penduduk yang bersangkutan. Referendum adalah cara damai dengan pemungutan suara oleh penduduk wilayah seperti, Jejak Pendapat Timor Timor tahun 1999.
Island of Palmas Arbritation, cara-cara diperolehnya wilayah ini telah banyak berkurang menjadi dipertunjukannya suatu control dan kewenangan, baik oleh Negara yang mengklaim kedaulatan ataupun oleh suatu Negara dari mana Negara yang mengklaim kedaulatan dapat membuktikan bahwa hak tersebut telah dirampas.
Dengan demikian okupasi dan aneksasi didasarkan pada suatu tindakan penanganan efektif wilayah terkait, sementara penambahan (accretion) hanya dapat diartikan sebagai suatu penambahan terhadap suatu bagian wilayah dimana telah ada suatu kedaulatan actual. Preskripsi tergantung pada pelanjutan dari dipertunjukannya kedaulatan secara damai atas wilayah untuk waktu yang lama, sedangkan penyerahan (cession) member pengandaian bahwa Negara yang menyerahkan (ceding state) memiliki kewenangan yang efektif untuk mengatur wilayah yang dialihkan.
Salah satu tambahan wilayah diperolehnya kedaulatan territorial, yang tidak termasuk dalam lima hal tadi yakni melalui keputusan Konferensi Negara-negara. Hal ini biasanya terjadi apabila konferensi Negara-negara pemenang perang pada akhir peperangan menyerahkan kepada Negara tertentu sehubungan dengan suatu penyelesaian perdamaian umum: misalnya, pembagian kembali wilayah Eropa pada waktu konferensi perdamaian Versailles tahun 1919. Menurut doktrin Soviet, kedaulatan territorial juga dapat diperoleh dengan cara plebisit (penentuan kehendak rakyat), meskipun hal ini tampaknya lebih merupakan pengurangan atas cara perolehan disbanding sebagai langkah yang mendahului diperolehnya kedaulatan.

A.  Cara yang dibenarkan menurut hukum internasional untuk:
1.    Okupasi atau Pendudukan (occupation)
Perolehan dan atau penegakan kedaulatan atas wilayah yang terra nulius (wilayah yang bukan dan sebekumnya belum pernah diletakkan dibawah kedaulatan suatu bangsa). Wilayah tersebut tidak berada di bawah penguasaan negara manapun, baik wilayah yang baru ditemukan ataupun suatu hal yang tidak mungkin yang ditinggalkan oleh negara semula.
Penguasaan tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan saja tidak cukup kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut mempunyai arti yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka waktu tertentu.
Dalam Eastern Greenland Case, Permanaent Court of International Justice menetapkan bahwa okupasi supaya efektif mensyaratkan dua unsur di pihak negara yang melakukan:
1)   Suatu kehendak atau keinginan untuk bertindak sebagai yang berdaulat
2)   Melaksanakan atau menunjukan kedaulatan secara pantas.

Syarat yang harus ada dalam okupasi damai adalah :
1)   Dilakukan oleh Negara,
2)   Atas daerah yang tidak bertuan atau tidak dimiliki negara lain, biasanya dengan penemuan,
3)   Pemukiman harus dengan jangka waktu yang wajar dan bersifat menetap, dan
4)   Penguasaan yang efektif,
5)   Ada maksud untuk bertindak sebagai pemegang kedaulatan atas wilayah yang bersangkutan.

2.    Akkresi (accretion)
Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru disebabkan oleh letusan gunung berapi. Syarat dalam cara memperoleh wilayah dengan akkresi tidak ada, karena berlangsung secara alamaih tanpa ada campur tangan manusia.

3.    Preskripsi (prescripton)
Perolehan wilayah karena okkupasi suatu negara yang terus menerus dalam jangka waktu lama atas suatu wilayah yang benar-benar milik negara lain atau yang semula milik negara lain.
Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai untuk kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada di bawah kedaulatan negara lain. Syarat Preskripsi yaitu :
1)   Tidak ada protes dari pemilik terdahulu.
2)   Adanya pelaksanaan hak kedaulatan untuk jangka waktu lama.

4.    Cessi atau Penyerahan (cession)
Penyerahan wilayah mungkin dilakukan secara sukarela atau mungkin dilakukan dengan paksaan sebagai akibat peperangan yang diselesaikan dengan sukses oleh negara penerima penyerahan wilayah terkait. Penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang, atau dengan cara-cara yang berbeda. Sesungguhnya penyerahan wilayah menyusul kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi daripada aneksasi. Suatu penyerahan melalui traktat adalah batal apabila pembentukan traktat itu dihasilkan dari ancaman atau penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang telah ia serahkan.
Sesungguhnya penyerahan wilayah menyusul kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi daripada aneksasi. Suatu penyerahan melalui traktat adalah batal apabila pembentukan traktat itu dihasilkan dari ancaman atau penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang telah ia serahkan.


B.  Cara yang tidak dibenarkan menurut hukum internasional untuk:
Piagam PBB Pasal 2 ayat 4 dengan jelas menyatakan larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan. Berikut bunyi pasal tersebut : Dalam melaksanakan hubungan internasional, semua anggota harus mencegah tindakan-tindakan yang berupa ancaman atau kekerasan terhadap kedaulatan atau kemerdekaan politik Negara lain.
Aneksasi merupakan bentuk memperoleh wilayah dengan kekerasan dan hal itu tidak dibenarkan. Aneksasi (annexation) adalah perolehan wilayah secara paksa, istilah lainnya adalah penaklukan. Adapun perolehan kedaulatan teritorial yang dipaksakan dengan dua bentuk keadaan:
1)   Apabila wilayah yang dianeksasi telah dilakukan atau ditundukan oleh negara yang menganeksasi
2)   Apabila wilayah yang dianeksasi dalam kedudukan yang benar-benar berada di bawah negara yang menganeksasi pada waktu diumumkannya kehendak aneksasi oleh negara tersebut.


C.  Plebesit atau Referendum
Sebuah referendum (Latin) atau jajak pendapat dalam istilah bahasa Indonesia merupakan pemungutan suara untuk mengambil sebuah keputusan (politik). Pada sebuah referendum, biasanya orang-orang yang memiliki hak pilih dimintai pendapatnya.
Referedum (plebisit) dalam hukum internsional adalah cara memperoleh wilayah melalui pilihan kemauan penduduk yang bersangkutan. Referedum adalah cara damai dengan pemungutan suara oleh penduduk wilayah tersebut untuk menentukan nasibnya. Namun pada prakteknya diwarnai oleh tindakan kekerasan karena dianggaap pemberontakan seperti, Kasus Timor Timur. Hasil dari  Jejak Pendapat tahun 1999, sebagian besar penduduk Timor Timur ingin merdeka dan pada akhirnya memisahkan diri dari Indonesia menjadi negara Timor Leste. Dengan demikian, lepaslah Timor Timur dari Indonesia dan menjadi negara baru.







2.    PENAMBAHAN WILAYAH DENGAN CARA TERSEBUT PADA MASA SEKARANG



Penambahan dengan cara-cara akresi, cessi, okupasi, preskripsi, dan perolehan wilayah secara paksa yang biasanya berupa aneksasi, saat ini masih mungkin terjadi dan masih berlangsung. Cara tersebut (dalam teori hukum internasional) masih relevan apabila, pada kenyataannya masih ada fenomena tersebut. Cara-cara tersebut masih digunakan oleh negara-negara untuk menambah wilayah. Namun pada masa sekarang tidak semua cara masih digunakan.
Cara yang paling sering muncul saat ini untuk menambah wilayah yaitu dengan cara aneksasi dan referendum. Misalnya, aneksasi yang dilakukan Israel terhadap wilayah Palestina. Menurut hukum internasional cara tersebut tidak dibenarkan, karena ada larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan (Pasal 2 ayat 4 Piagam PPB). Selain itu, dengan cara referendum seperti di Timor Timur 1999, Sudan Selatan 2011.
Wilayah merupakan bagian dari kedaulatan dari suatu negara. Maka dari itu negara melindungi wilayah kekuasaan. Wilayah juga meruoakan sumber konflik internasional (antar negara). Banyak negara ingin menambah wilayahnnya, hukum internasional membatasi keinginan itu. Dalam memperoleh atau menambah wilyah sering terjadi konflik antar negara. Sengketa-sengketa juga dapat diselesaikan melalui konsialiasi dan dalam beberapa hal tertentu wajib menggunakan penyelesaian melalui konsialiasi. Berikut contoh penambahan wilayah yang masih terjadi masa sekarang :


1.    Okupasi atau Pendudukan (occupation) - Sengketa Pulau Falkland oleh Inggris dan Argentina
Otoritas eksekutif Falkland berada di bawah wewengan Ratu dan menjadi mandat gubernur. Kekalahan Argentina dalam perebutan Falkland mengakibatkan runtuhnya kekuasaan diktator militer Argentina pada 1983. Pertentangan mengenai kontrol kepulauan tersebut masih berlangsung hingga kini.
Sejak abad ke 18, Argentina dan Inggris telah bersitegang soal siapa yang memiliki pulau Falkland. Pada tahun 1982, pecang perang kedua negara memperebutkan pulau ini. Lebih dari 600 tentara Argentina dan 200 tentara Inggris tewas dalam pertempuran tersebut. Status pulau Falkland sendiri di PBB dianggap sebagai wilayah tak bertuan.
Konflik tesebut saat ini mulai memanas kembali. Dilansir dari Daily Mail, Rabu 1 Februari 2012, Angkatan Laut Inggris akan menurunkan kapal penghancur tipe 45 HMS Dauntless selama tujuh bulan di perairan sekitar Falkland, atau yang oleh Argentina disebut pulau Malvinas. Penurunan kapal perang ini juga untuk mengamankan wilayah tersebut menjelang perayaan pembebasan Falkland oleh Inggris dari Argentina 30 tahun silam.


2.    Akkresi (accretion) – melalui Pergerakan Sungai
Contoh cara penambahan wilayah secara alamiah yang mungkin timbul karena pergerakan sungai atau lainnya (misalnya tumpukan pasir karena tiupan angin), terdapat wilayah yang telah ada yang berada di bawah kedaulatan Negara yang memperoleh hak tersebut. Tindakan atau pernyataan formal tentang hak ini tidak diperlukan. Tidak penting untuk diketahui apakah proses penambahan wilayah itu terjadi secara bertahap atu tidak terlihat, seperti dalam kasus biasa endap-endapan lumpur atau tentang apakah penambahan itu disebabkan oleh sesuatu pemindahan tanah secara tiba-tiba atau mendadak, dengan ketentuan bahwa penambahan itu melekat dan bukan terjadi dalam satu peristiwa yang dapat diidentifikasiakan berasal dari loksi lain.
Apabila dikatakan bertahap atau tidak kelihatan setelah selang waktu yang cukup lama. Kaidah-kaidah hokum perdata Romawi mengenai pembagian pemilikan terhadap endapan-endapan lumpur pada aliran atau sungai-sungai diantara pemilik-pemilik yang bersebrangan secara analogi berlaku terhadap persoalan pembagian kedaulatan antara Negara-negara yang bersebrangan dimana endapan-endapan sama-sama timbul di sungai-sungai yang menjadi garis perbatasan mereka.


3.    Preskripsi (prescripton) - Pulau Palmas
Akibat perang Spanyol-Amerika Serikat tahun 1898, Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat berdasarkan Treaty of Paris. Pada 1906 pejabat Amerika Serikat mengunjungi pulau Palmas (Miangas) yang diyakini Amerika Serikat sebagai wilayah yang diserahkan kepadanya, tetapi Amerika Serikat mendapatkan bendera Belanda berkibar di Pulau Palmas.
Amerika Serikat dan Belanda merasa memiliki hak kedaulatan terhadap Pulau Palmas. Dasar klaim Amerika Serikat adalah cessi, yang ditetapkan dalam Treaty of Paris. Cessi “mentransfer” semua hak kedaulatan yang dimiliki Spanyol terhadap Pulau Palmas. Sedangkan Belanda mendasarkan klaim kedaulatannya terhadap Pulau Palmas pada alas hak okkupasi yaitu melalui pelaksanaan kekuasaan negara secara damai serta terus menerus atas Pulau Palmas.
Alas Hak Okkupasi ditentukan oleh prinsip “effectiveness”, efektif berarti memenuhi dua syarat, yakni adanya kemauan untuk melakukan kedaulatan negara di wilayah yang diduduki dan adanya pelaksanaan kedaulatan negara yang memadai di wilayah itu. Sedangkan Alas Hak Cessi adalah tambahan kedaulatan wilayah melalui proses peralihan hak yang dapat berupa pemberian, tukar menukar atau paksa. Cessi dapat terjadi dengan sukarela atau dengan paksa. Alas hak yang diperoleh melalui cara okupasi oleh Belanda lebih kuat dibandingkan cara cessi yang dilakukan oleh Amerika Serikat maka dari itu Arbitror memutuskan bahwa Pulau Palmas seluruhnya merupakan bagian wilayah Belanda.


4.    Cessi atau Penyerahan (cession) – Pembelian Alaska
Pembelian Alaska oleh Amerika Serikat dari Kekaisaran Rusia tahun 1867. Pembelian ini menambah luas wilayah Amerika Serikat sebesar 586.412 mil persegi (1.518.800 km²). Rusia saat itu sedang berada dalam posisi finansial yang sulit dan takut kehilangan Alaska Rusia tanpa kompensasi (terutama terhadap Britania Raya, musuh mereka dalam Perang Krim). Tsar Alexander II memilih menjual Alaska. Rusia menawarkan Alaska pada Amerika Serikat tahun 1859. Namun, Perang Saudara Amerika meletus.
Setelah Perang Saudara Amerika berakhir, Tsar menginstruksikan menteri Rusia untuk Amerika Serikat Eduard de Stoeckl untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Negosiasi dimulai pada Maret 1867, dan Amerika setuju untuk membeli Alaska dengan harga $4.74/km2, total $7.200.000. Pembelian ini terbukti berguna bagi Amerika Serikat karena penemuan kandungan minyak bumi yang besar di Alaska.
Sesungguhnya penyerahan wilayah menyusul kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi daripada aneksasi. Suatu penyerahan melalui traktat adalah batal apabila pembentukan traktat itu dihasilkan dari ancaman atau penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang telah ia serahkan.


5.    Aneksasi atau Penaklukan (annexation) – Pendudukan Israel di Palestina
Pada tahun 1946, Transyordania memperoleh kemerdekaan dari Mandat Britania atas Palestina. Agensi Yahudi untuk Israel mendeklarasikan berdirinya Negara Israel sesuai dengan rencana PBB yang diusulkan. Komite Tinggi Arab tidak mengumumkan keadaan sendiri dan sebaliknya, bersama dengan Transyordania, Mesir, dan anggota lain dari Liga Arab saat itu, mulai tahun 1948 Perang Arab-Israel. Selama perang, Israel memperoleh wilayah tambahan yang diharapkan menjadi bagian dari negara Arab di bawah rencana PBB. Mesir memperoleh kendali atas Gaza dan Transyordania mendapat kontrol atas West Bank.
Mesir awalnya mendukung terciptanya Pemerintahan Seluruh Palestina, tapi itu dibubarkan pada tahun 1959 dan Transyordania memasukkan Tepi Barat dalam membentuk Yordania. Aneksasi itu diratifikasi pada 1950. Perang Enam Hari 1967 berakhir dengan ekspansi teritorial signifikan oleh Israel. Ekspansi ini melibatkan seluruh Tepi Barat, yang tetap di bawah pendudukan Israel, dan Jalur Gaza yang diduduki sampai penarikan mundur Israel tahun 2005.
 Faktanya, Israel terus saja membangun permukiman Yahudi di Tepi Barat. Pembangunan permukiman Yahudi yang terus berlanjut di daerah pendudukan akan membuat pendudukan Israel atas wilayah Palestina menjadi permanen. Dalam laporan untuk Sidang Umum PBB itu, Falk mengatakan, sebegitu luasnya pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur sehingga membuat wilayah Palestina secara de facto telah dianeksasi Israel. Asumsi dasar resolusi DK PBB atas pendudukan wilayah Palestina oleh Israel tahun 1967 adalah sementara dan reversible.
Kesimpulannya, bukan hanya berdasar pada meluasnya pemukiman Yahudi di tempat pendudukan, melainkan juga pengusiran warga Palestina dari Jerusalem Timur dan penggusuran rumah-rumah mereka. PBB seharusnya mendukung sanksi ataupun boikot terhadap Israel dengan tuduhan melakukan pelanggaran hukum internasional.


6.    Plebesit atau Referendum – Referendum Sudan Selatan 2011
Pada awalnya konflik di Darfur, Sudan merupakan konflik etnis dengan lingkup internal saja. Konfik di Darfur lama kelamaan menjadi isu penting internasional karena disini banyak ladang minyak. Negara lain berkepentingan atas isu ini seperti AS dan China. Cara referendum diambil untuk mengakhiri konflik saudara di Sudan, hasil Persetujuan Naivasha tahun 2005 antara pemerintah pusat di Khartoum dan Tentara Pembebasan Rakyat Sudan. Referendum juga akan diadakan di Abyei untuk menentukan apakah wilayah tersebut akan menjadi bagian dari Sudan Selatan atau tidak, tetapi referendum tersebut ditunda akibat konflik mengenai hak-hak kependudukan.
Sudan Selatan menjadi sebuah negara merdeka pada 9 Juli 2011 tengah malam (00:00) waktu setempat setelah referendum yang diselenggarakan pada Januari 2011 menghasilkan sekitar 99% pemilih memilih untuk memisahkan diri dari Sudan. Sudan bagian selatan secara resmi mengumumkan berdirinya negara Sudan Selatan. Kemungkinan konflik yang berkelanjutan, pembagian penghasilan dari minyak bumi, serta pertanggung jawaban kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama perang sipil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...