Rabu, 14 Maret 2012

Pelanggaran Pilkada

PELANGGARAN PILKADA 2005 DI INDONESIA

Dosen Pengampu : Drs. Suyitno, M.Pd.
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

disusun oleh :
Nama   : Agus Prasetiyo
NIM    : K6410002
Prodi   : Pendidikan Kewarganegaraan


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah  pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden  serta anggota DPR, DPD, DPRD Tingkat I dan II di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan, tetapi masih dapat dikatakan sukses.
Setelah suksesnya Pemilu pada tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kotamadya, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Sehingga warga dapat menentukan pemimpin daerah sesuai dengan hati nuraninya sendiri tanpa ada pengaruh maupun paksaan dari pihak lain. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai politik. Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul penyimpangan-penyimpangan. Mulai dari masalah administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan dengan daftar  pemilih.

B.     Rumusan Masalah
Dalam tugas pembuatan makalah mata kuliah Bahasa Indonesia, penyusun membahas mengenai masalah pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara langsung di Indonesia, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis pembahasan makalah ini. Rumusan masalah tersebut sebagai berikut: Permasalahan-permasalahan seperti apakah, yang terjadi pada proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung di Indonesia?.

C.    Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang permasalahan yang timbul dari pilkada langsung di Indonesia sebagai berikut: untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang muncul dan terjadi dari proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung di Indonesia dan untuk memberi saran kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada, bagaimana sebaiknya permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cara yang benar dan tepat. Sehingga dapat terlaksananya pemilu ysng luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur dan adil).


BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A.    KAJIAN TEORI
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia, hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD 1945 sehingga sering disebut dengan Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada paham kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Indonesia pertama kali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai politik ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil-wakil rakyat serta Presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat di Indonesia.
Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
1.          Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Tingkat I dan II bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
2.          Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945). Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kotamadya dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3.          Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
4.          Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan susai dengan kebutuhan masyarakat daerah setempat.
5.          Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, jumlah kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung seperti ini.

B.     PEMBAHASAN
Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing-masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing-masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing-masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis, luber dan jurdil. Mulai dari proses seleksi bakal calon peserta pemilu, persiapan dan distribusi kertas suara, hingga pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara pilkada serta penetapan pemenang pemilu.
Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijazah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak ikhlas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kembali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali bagi sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau Sumatera. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan kepala daerah, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah yang diikrarkan oleh semua peserta pemilu. Namun tetap saja timbul masalah-masalah tersebut.
Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi, tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat di Indonesia. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri dan kelompoknya. Dan mungkin juga ketika proses seleksi bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta rupiah.
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan-penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
1.      Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja, yaitu di lingkungan desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu  salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang. Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak untuk dana kampanye.
2.      Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
3.      Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan-aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagai media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
4.      Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalahan tetapi ini semua wajar, karena Indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih Presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik bagi masyarakat Indonesia. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik, tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan bahkan tidak ada lagi. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar dan aman.

B.     SARAN
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :
1.      Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi suri teladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
2.      Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
3.      Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
4.      Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Abubakar, Suardi, dkk. 2000. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 SMU. Jakarta: Yudhistira.
2.      Ma’ruf, M. (Mentri Dalam Negeri). Optimisme hadapi pilkada langsung. www.kompas.com edisi selasa, 22 Februari 2005
3.      Panumbangan, Abraham (mahasiswa fisipol UMY). Masih perlu waktu. www.kr.co.id  edisi Jum’at, 15 Juli 2005
4.      Redaksi Kompas. APBN-P 2005 Bantu Rp 464,9 Miliar. www.kompas.com edisi Rabu, 30 Maret 2005
5.      Shadily, Hasan, dkk. 1973. Ensiklopedi Umum . Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...