Rabu, 14 Maret 2012

Konflik Politik dan Ekonomi

ANALISIS : KONFLIK POLITIK DAN EKONOMI DI INDONESIA


disusun guna memenuhi tugas Uji Kompetensi Dasar 4
Mata Kuliah : Integrasi Nasional/ Semester 2  
Dosen Pengampu : Dra. Ch. Baroroh, M.Si.

AGUS PRASETIYO
NIM. K6410002

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011




KONFLIK POLITIK

1.    Konflik PKB
Konflik
Jakarta, CyberNews. Konflik di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terus berkelanjutan. Namun menjelang verifikasi partai politik,  PKB harus menyelesaikan urusan rumah tangganya. Jika tidak maka partai yang didirikan oleh Almarhum KH Abdurrahman Wahid ini terancam  tidak bisa ikut pemilu."Jika sampai bulan Agustus tidak ada Islah atau duduk bersama antara orang yang berselisih di PKB maka partai ini bakal tidak bisa ikut pemilu," kata kuasa Hukum DPP PKB hasil Muktamar Semarang Ikhsan Abdullah di Jakarta, Minggu (24/4).Dia menjelaskan konflik dalam sebuah parpol menurut Undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik harus diselesaikan secara internal, jika tidak bisa maka harus menempuh jalur hukum. Sementara di jalur hukum diberi waktu 1 bulan di Pengadilan Negeri (PN) dan 2 bulan di Mahkamah Agung.Selain itu dalam UU tersebut juga disebutkan harus punya kepengurusan di wilayah sebanyak 100 persen. Saat ini di internal kepengurusan PKB ada beberapa wilayah yang melakukan gugatan ke PN terkait konflik kepengurusan."Kasus-kasus hukum ini jika tidak selesai sampai bulan Agustus maka PKB tidak lolos verifikasi dan tidak bisa ikut pemilu. Kalau Muhaimin Ngotot tidak mau duduk bersama, sama halnya tidak mempedulikan nasib partai," tandasnya.Dia mengingatkan ihwal gugatan perselisihan Partai Politik di PN Jakarta Pusat dan gugatan pembatalan SK Menteri Hukum dan Ham mengenai Periodesasi Kepengurusan yang ditambah sesuka hati, PKB terancam tidak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2014. Dengan demikian, lanjut Ikhsan Abdullah, Kementerian Hukum dan HAM tidak bisa melakukan verifikasi terhadap partai politik yang sedang bersengketa seperti PKB untuk bisa ikut menjadi peserta pemilu 2014. "Bisa daftar, diterima dulu tapi tidak bisa diverifikasi. Kemenkumham harus melihat apakah partai tersebut bermasalah atau tidak,"ujarnya. Dikatakan, Pasal 32 ayat (1) menegaskan perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik  sebagaimana diatur di dalam AD dan ART.
Sumber
Suara Merdeka.2011.”Terus Didera Konflik, PKB Terancam Tak Lolos Verifikasi”. http://suaramerdeka.com
Analisis
Dalam kasus konflik politik ini menjelaskan bahwa pada partai PKB yang sedang didera konflik internal partai dimana konflik itu harus diselesaikan dengan cara kekeluargaan dari partai PKB tersebut agar dapat mengikuti pemilu selanjutnya.

2.    Konflik Pilkada Aceh
Konflik
Konflik terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), namun kini justru konflik politik muncul saat masyarakat sedang menikmati kedamaian itu. Situasi konflik politik terkait perbedaan pandangan mengenai hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga kini belum lerai, meskipun Gubernur Irwandi Yusuf berencana melantik Bupati/Wakil Bupati terpilih pada September 2007. Bahkan, publik di Aceh sempat tersentak ketika sebuah granat meledak merusakkan bahagian kantor/pendopo bupati di Kutacane, ibukota kabupaten Aceh Tenggara, belum lama ini. Tersentak? Ya, karena saat wilayah lain menjadi langganan letusan mesin perang dan bahan peledak, Kabupaten Aceh Tenggara justru menjadi tempat yang paling aman dari derasnya arus konflik ketika itu. Konflik politik pascasuksesi bupati/wakil bupati diyakini sebagai pemicu ledakan dan serangkaian aksi massa yang mengobrak-abrik kantor bupati, sehingga membuat situasi keamanan memanas di kabupaten berjuluk “genap sepakat” itu. Rangkaian proses pilkada yang mestinya sudah sampai ke tingkat pelantikan pemenangnya, sempat terhambat karena rekapitulasi penghitungan suara diulang dan diambil alih Komisi Independen Pemilu (KIP) Provinsi NAD. Bahkan, sebagian besar camat, kepala dinas dan badan serta instansi di Kabupaten tersebut beramai-ramai mengembalikan kendaraan dinas plus stempel ke gedung DPRK karena merasa tidak puas atas proses suksesi pemilihan kepala daerah. Tidak hanya itu, belasan camat juga sempat “hijrah” ke Jakarta menemui sejumlah pejabat negara untuk menyampaikan protes mereka terhadap hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Khabar terbaru yang membuat publik dan tokoh Aceh kembali tersentak menyusul ancaman anggota DPRK yang menolak sidang paripurna pelantikan bupati/wakil bupati terpilih, pasangan Hasanuddin Beruh/Syamsul Bahri. DPRK Agara yang dipimpin H Umuruddin Desky menyatakan menolak pelaksanaan sidang paripurna istimewa pelantikan dan terah terima jabatan Bupati/Wakil Bupati Hasanuddin/Syamsul Bahri. Sah secara hukum Mayoritas anggota dewan, 19 dari 24 anggota yang hadir menolak pelaksanaan sidang paripurna istimewa, sementara lima lainnya, antara lain M Sofyan Desky Fraksi Sepakat Segenap setuju digelar sidang tersebut. M Sofian Desky mengatakan, dirinya mendukung surat kawat Gubernur Aceh tentang akan dilaksanakannya pengambilan sumpah, pelantikan dan serah terima jabatan Bupati dan Wakil Bupati Agara, Hasanuddin dan Syamsul Bahri. Begitupun, Ketua DPRK Umuruddin menyatakan pelantikan Bupati/Wakil Bupati adalah hak gubernur, tetapi sidang paripurna merupakan hak DPRK Agara. Keputusan Mendagri adalah bukan Keputusan DPRK Agara, katanya. Sementara Wakil Ketua DPRK Agara, Syech Ahmadin, mengatakan, hasil rapat pleno sepakat bahwa DPRK menolak melaksanakan sidang paripurna istimewa bagi pelantikan pasangan Bupati terpilih Hasanuddin/Syamsul Bahri. “DPRK Agara menolak diadakannya sidang paripurna mengingat Mendagri belum membalas surat usulan yang telah dikirim DPRK. Dalam hal ini KIP NAD telah membuat pemenang tandingan,” ujar Syech Ahmadin. Berkaitan dengan konflik politik tersebut, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Dr Iskandar A Gani MH menyatakan, pelantikan Bupati terpilih bisa dilakukan Gubernur NAD Irwandi Yusuf.  “Secara hukum Hasanuddin/Syamsul Bahri yang terpilih sebagai Bupati/Wakil Bupati Aceh Tenggara sah karena sudah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri, Widodo AS, red),” katanya. Gubernur Irwandi selaku pejabat perpanjangan tangan pemerintah pusat harus segera melantik Bupati/ Wakil Bupati Agara, sehingga roda pemerintah di daerah itu berjalan baik. Meskipun DPRK Agara tidak mengakui pasangan tersebut, tapi dalam sistem hukum tata negara, keputusan yang diambil dari lembaga tertinggi dalam hal ini Depgari adalah sah, sehingga mau tidak mau lembaga yang di bawahnya harus mengikutinya, kata Iskandar. Terkait dengan keputusan KIP Agara yang menetapkan Armen Desky/M Salim Fakri sebagai Bupati/wakil Bupati, ia menyatakan, keputusan itu dinilai melanggar peraturan sehingga KIP Provinsi Aceh mengambil alih, dan secara hukum itu dibenarkan. Segera dilantik “Jadi, secara hukum KIP Aceh dan KIP Agara memiliki satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dan itu diatur dalam qanun (peraturan pemerintah). Pemerintah dalam hal ini Mendagri menerima keputusan KIP provinsi yang kedudukannya lebih tinggi dari KIP Agara,” katanya. Iskandar menyayangkan penolakan legislatif  Aceh Tenggara, karena sebagai lembaga negara DPRK tidak bisa bersikap seperti itu. Seharusnya DPRK Agara mendukung keputusan lembaga negara yang lebih tinggi, yakni Depdagri. Ketua PDI Perjuangan DPD NAD, Karimun Usman juga menyatakan Pemerintah Aceh tidak perlu takut pada ancaman DPR Kabupaten Aceh Tenggara  yang menolak pelantikan bupati/wakil bupati terpilih pasangan Hasanuddin Beruh/Syamsul Bahri. “Saya berharap, Pemerintah tidak perlu takut dengan ancaman itu karena pelantikan bupati/wakil bupati terpilih. Sesuai undang undang, Gubernur memiliki dapat melantik Bupati/Wakil Bupati Agara agar roda pemerintahan berjalan normal,” katanya. Masalah pelantikan pejabat pemerintahan, termasuk gubernur dan bupati/walikota bisa dilakukan di mana saja, bahkan bila perlu di bawah pohon kayu sekalipun. Seperti pelantikan Abdullah Puteh medio 2000-an di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM). Wakil Gubernur (Wagub) NAD Muhammad Nazar menyatakan pihaknya segera menyurati DPRD dan Penjabat Bupati Aceh Tenggara untuk mempersiapkan pelantikan bupati terpilih yang dijadwalkan berlangsung 1 September 2007. “Pagi ini kita sudah mengirim surat kawat No.131/25777. Kita minta DPRD dan Penjabat Bupati Agara melakukan persiapan seperlunya sehubungan dengan pelantikan Bupati terpilih,” katanya didampingi Sekda NAD Husni Bahri TOB. Menurut dia, pelantikan tetap dilaksanakan karena rapat paripurna yang bersifat istimewa tidak memerlukan quorum atau mengambil keputusan, tetapi hanya bersifat pelaksanaan. Bila pelantikan pasangan Bupati terpilih selesai dilaksanakan, situasi konflik yang kini dirasakan masyarakat Kabupaten penghasil jagung dan kimiri itu diharapkan dapat berubah menjadi sejuk dan damai. (ant/ Azhari)
Sumber
Redaksi.2007.”konflik politik ditengah suasana damai”. http://beritasore.com
Analisis
Pada pemilihan bupati Aceh setelah pilkada menimbulkan konfli di masyarakat in disebabkan karena masyarakat menganggap adanya rekapitulasi penghitungan suara diulang dan diambil alih Komisi Independen Pemilu (KIP) Provinsi NAD. Bahkan, sebagian besar camat, kepala dinas dan badan serta instansi di Kabupaten tersebut beramai-ramai mengembalikan kendaraan dinas plus stempel ke gedung DPRK karena merasa tidak puas atas proses suksesi pemilihan kepala daerah.

3.    Konflik Politik Jelang Pemilu 2009
Konflik
JAKARTA, SENIN — Konflik kekerasan bernuansa politis akan mengalami peningkatan pada 2009 menjelang pesta demokrasi pemilu legislatif dan presiden. Untuk menghindari hal itu, Direktur Manajerial Imparsial Rusdi Marpaung, meminta semua elite politik untuk tak memperkeruh suasana dan mengendalikan pendukungnya agar tetap menggunakan cara-cara non-kekerasan. Hal itu diungkapkannya dalam konferensi pers di kantor Imparsial, Jl Diponegoro, Jakarta, Senin (12/1). “Kekerasan politik dengan motif penghakiman massa paling banyak ditemukan kasusnya pada 2008, itu tak lain bermuara dari konflik pilkada di daerah-daerah sepanjang tahun ini. Maka arah peningkatan itu ada di 2009 mengingat momen politik pemilu nasional, ditambah pilkada yang belum selesai di beberapa daerah,” ujarnya. Rusdi mengatakan telah bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparat penegak hukum untuk mengantisipasi peningkatan konflik kekerasan tersebut. “Kita memberi rekomendasi agar Polri membuat protap khusus tentang pengamanan pemilu. Karena telah terbukti hasilnya pada Pemilu 2004. Konflik dapat diminimalisir pada pemilu tahun lalu,” katanya. Berdasar data lembaga swadaya masyarakat Institut Titian Perdamaian 2008, jumlah kasus konflik politik mencapai 180 kasus. Daerah yang mencatat terjadi konflik politik paling banyak Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebesar 30 kasus, disusul Sulawesi Selatan 22 kasus, dan Jawa Barat 16 kasus. Adapun Maluku Utara mencapai 14 kasus dan Sulawesi tenggara 11 kasus. “Kita sadar bangsa ini masih beruji coba dengan demokrasi, maka berkonflik itu wajar, asalkan tidak berujung pada kekerasan. Kita lihat mobilitas pergerakan massa menjelang pemilu dapat digerakkan oleh elite partai dengan isu-isu tertentu yang memicu konflik, ini yang patut diwaspadai,” jelas Program Manajer Institut Tititan Perdamaian Mohamad Miqdad.
Sumber
Kompas.2009.” Jelang Pemilu 2009, Konflik Bermotif Politik Bakal Meningkat”. http://www.kompas.com
Analisis
Konflik politik pada saat pemilu yang terjadi di daerah-daerah Indonesia banyak ditemukan, konflik ini terjadi karena kurangnya pengamanan saat pemilu berlangsung. Oleh karana itu maka konflik politik saat pemilu harus diselesaikan dengan cara meningkatkan pengamanan saat pemilu berlangsung

4.    Konflik Komoditas Politik Nasionalis-Religius Pemilu 2004
Konflik
SEMARANG – Nasionalis-religius menjadi komoditas politik dalam Pemilu 2004. Beberapa partai politik (parpol) mencoba menawarkan formula tersebut untuk meraih dukungan massa. Fenomena itu terejawantahkan dengan kemunculan Partai Demokrat. Partai yang dipimpin Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sanggup membaca peluang tersebut dengan baik. Tak heran jika pada akhirnya mereka mendapatkan suara cukup signifikan bagi sebuah partai politik baru. Hal itu dikatakan salah seorang Ketua PP Muhammadiyah Pof Dr Din Syamsuddin dalam sarasehan nasional bertema ”Membongkar Gerakan Politik Nasionalisme Religius dalam Konstelasi Pemilu 2004” yang diselenggarakan Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KMSW) dan BEM IAIN Walisongo di Auditorium I Kampus I IAIN Walisongo, Selasa (11/5). Dalam situasi politik Indonesia, kata dia, dua aliran besar yakni Islam dan nasionalis sama-sama tidak sanggup mendominasi. Formula nasionalis-religius akan senantiasa efektif. Nasionalis-religius, lanjut Dien Syamsudin, merupakan modifikasi politik aliran yang selama ini berkembang di Indonesia. Setelah tereliminasi sepanjang masa Orde Baru, fenomena politik tersebut kembali muncul ke permukaan. ”Setelah reformasi, politik aliran muncul kembali. Ini realitas politik yang menandai bangkitnya kecerdasan masyarakat,” kata dia. Orientasi politik umat Islam saat ini telah bergeser. Jika dulu golongan santri memilih partai Islam, kini hal itu tidak lagi dapat dipastikan. Din menunjukkan data bahwa keluarga besar Muhammadiyah yang memilih PAN hanya 32%, selebihnya memilih PKB 19% dan Golkar 20%. Lalu, di Jawa Tengah, sembilan anggota PMII menjadi caleg Golkar. ”Orientasi Islam kita cenderung mengikuti slogan Cak Nur: Islam yes, partai Islam no,” tutur Din. Masih Sedikit Kaum abangan pun, katanya, masih sedikit yang memilih partai Islam atau partai yang berbasis umat Islam. Sekalipun mereka telah menyatakan sebagai partai pluralis, dukungan dari kalangan abangan tetap kecil. Sementara itu, Prof Dr Said Agil Siradj menilai kecenderungan politik Nahdlatul Ulama (NU) sebagai nasionalis-religius. Dia menunjukkan fakta bahwa pada masa lalu para kiai berjuang lebih berlandaskan semangat nasionalisme. ”Tentara Sekutu di Semarang dapat dikalahkan oleh semangat nasionalisme rakyat yang sebagian besar nahdliyyin.” Lebih lanjut kata dia, secara terminologi, nasionalisme dengan religius tidak dapat dipetakan dalam kerangka hitam putih. Dalam tataran sosial, tidak ada perbedaan antara keduanya. ”Banyak kalangan abangan yang bersih dan jujur, sedangkan tidak sedikit pula kelompok religius yang melakukan KKN,” tuturnya. (roe-78e).
Sumber
Suara Medeka.2008.” Nasionalis-Religius Jadi Komoditas Politik”. http://gmnr.wordpress.com
Analisis
Dalam kasus konflik politik tentang nasionalis-religius jadi komunitas politik ini menyatakan bahwa partai demokrat yang tergolong baru ini mempunyai suara terbanyak dibandingkan partai-partai lama yang telah ada sebelumnya dimana partai-partai lama lebih berbasis islam sedangkan partai demokrat berbasis nasionalisme, ini menimbulkan sesuatu konflik politik tetapi secara dingin saja.

5.    Eksploitasi Politik Pemicu Konflik
Konflik
JAKARTA - Akar penyebab ketegangan dan konflik tidak disebabkan oleh faktor agama, melainkan oleh beberapa hal di masyarakat dan dari kekuatan luar, antara lain eksploitasi politik, ekonomi, dan sosial. Demikian salah satu butir keputusan bersama yang dituangkan dalam ”Pesan Jakarta” oleh The Third International Conference of Islamic Scholars (ICIS III) yang diselenggarakan PBNU, 29 Juli-1 Agustus 2008 di Jakarta. Sekretaris Jenderal (Sekjen) KH Hasyim Muzadi yang menyampaikan keputusan tersebut lebih lanjut mengatakan, ICIS III bertekad mewujudkan paradigma Islam rahmatan lil alamin sebagai pandangan hidup bagi semua umat manusia untuk mengharmonisasikan nilai universal dengan nilai-nilai lokal. Selain itu, lanjutnya, juga melakukan upaya berkelanjutan untuk mereformasi dan mengubah kendala psikologis dan dilema dari keragu-raguan menuju kepercayaan melalui perbuatan yang baik. ”Sepakat juga bahwa globalisasi telah menghasilkan kekuatan ke dalam dan ke luar yang menuntut negara dan bangsa untuk terus meninjau struktur politik yang dapat menciptakan dampak sosial terhadap kemanusiaan, termasuk ketegangan, konflik dan kekerasan,” tambahnya. Prihatin : Butir berikutnya ICIS III menyatakan prihatin terhadap perbedaan antara Islam sebagai agama perdamaian dan kesatuan dan kenyataan bahwa dunia muslim masih tercoreng oleh konflik, kekerasan, kemiskinan dan penderitaan. Pesan Jakarta juga menegaskan kembali komitmen untuk mengentaskan kemiskinan, keterbelakangan, buta aksara dan semua bentuk ketidakadilan, dengan semangat kearifan dan kepercayaan bahwa Allah akan membuka jalan menuju kebaikan.(di-49)
Sumber
Suara Merdeka.2008.” Eksploitasi Politik Pemicu Konflik”. http://suaramerdeka.com
Analisis
Dalam hal eksploitasi politik pemicu konflik lebih menekankan bahwa konflik politik yang ada harus dihindari agar dapat menangganimasalah-maslah sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, buta aksara dan semua bentuk ketidakadilan, dengan percaya pada Allah.

6.    Konflik Politik SBY vs RMS
Konflik
Sewaktu pemilu parlemen Belanda di tahun 2006, Partai Buruh (PvdA) telah kehilangan sejumlah kursi, pemilihnya ada yang bergeser ke Partai Sosialis (SP), pada pemilu tahun 2010 ini partai sayap kanan Kristen Demokrat (CDA) dan Partai Liberal (VVD) juga mengalami kehilangan kursi pindah ke Partai Geert Wilders yang bernama PVV. Kini barisan massa beraliran ultra-kanan telah menyatu, karena kemenangan dari dukungan suara sebanyak 76 kursi dalam kabinet partai pemerintahan baru, yaitu CDA, VVD, PVV. Akhirnya menjadi jelaslah, bahwa proses pergeseran dan pergesekan antara ketiga kekuatan aliran tradisional itu, tercermin pula di kalangan golongan etnis di Belanda, dimana peranannya sebagai pendukung loyalis golongan Ultra Kanan. Lalu, sampai sejauh manakah golongan etnis Maluku, Indo Belanda dan golongan “non-muslim tapi non-kulit putih” seperti golongan Veteran eks KNIL dan golongan etnis Suriname turut berperan sebagai pendukung kepentingan politik PVV Geert Wilders? Seperti kisah suksesnya populis Ultra kanan Pim Fortuyn (Driehuis, 19 februari 1948 – Hilversum 6 mei 2002), lalu kini sosok Geert Wilders telah berhasil juga untuk menempati peranan tokoh sentral populisme berhaluan ultra kanan di negeri Belanda, yang digambarkan sebagai figur fasis, rasis, “provinsial”, xenophobi dan “liberal berdarah murni”. Pandangan dia, menurut salah satu ilmuwan politik, Meindert Fennema (UVA), benar-benar ekstrim, radikal kanan, dan anti Islam, yang sama dengan gerakan ultra kanan dari Jean Marie Le Pen (Front Nationale, Perancis), Filip de Winter (Vlaamse Belang, Belgia). Bahkan kampanye politik Wilders dianggap ‘mengganggu’ kestabilan politik di Eropa, serta jauh melampaui batas hukum negaranya. Wilders sendiri menyebut dirinya baru-baru ini sebagai sosok “pejuang untuk kebebasan Belanda”, sebelum itu ia menggambarkan dirinya sebagai “demokrat sejati”. Ada seorang pengamat internet yang selama masa pemilu 2010 berlangsung telah menyatakan bahwa PVV tampaknya menjadi populer di komunitas masyarakat Maluku. Dalam sebuah jejak pendapat di website ‘Buka Mulu.nl’, telah menunjukan lebih dari 50% pengunjung website tersebut memilih PVV, mungkin tidak sepenuhnya sebagai angka representatif tetapi dapat menjadi indikasi bahwa PVV didukung oleh mayoritas etnis Maluku di Belanda. Pada bulan September 2009, koran Belanda NRC Handelsblad mempublikasikan hasil penelitian tentang profil pemilih PVV. a.l.:
1.      Di dalam pendukung PVV sendiri terjadi polarisasi dalam menanggapi isu-isu program agenda politiknya.
2.      Pemilih PVV banyak didapat dari suara-suara yang kecewa dengan pemerintahan koalisi di bawah pimpinan Balkenende saat ini.
3.      PVV pemilih berpikir lebih negatif tentang imigran karena pengalaman buruknya dengan kelompok etnis non kulit putih.
Selain itu, PVV banyak mendapat dukungan dari kaum laki-laki, dari golongan berpendidikan rendah, dan kaum pengangguran. Para pemilih PVV ini juga dinilai lebih memiliki kesadaran politik bila dibandingkan dengan rata-rata penduduk di Belanda yang a-politis. Sehubungan dengan sikap pemerintah kabinet Balkenende, peneliti Masyarakat Maluku di Belanda, Justus Veenman dan Trees Tunjanan, menyimpulkan bahwa banyak kekecewaan masyarakat Maluku ini terhadap kabinet Balkenende, terutama kebijakan dalam negerinya. PVV juga menilai bila pemilihnya rata-rata berfikiran negatif dan anti orang Maroko, itu adalah merupakan kesempatan emas bagi Geert Wilders untuk memanfaatkan momentum ketegangan sosial antar golongan imigran, yang pernah terjadi di beberapa kota di Belanda. Misalnya pertikaian antara golongan remaja Maroko dan Maluku, kemudian berlanjut ke konflik sosial sampai pada kasus pembakaran gereja Maluku di Hoogeveen dan di Nijverdal, tentunya menjadi kelanjutan berita spektakuler di media cetak, elektronik maupun televisi. Keresahan di kalangan masyarakat Maluku semakin meningkat, misalnya di Culemborg, tapi juga terjadi di Utrecht, Gouda dan Assen. Geert Wilders adalah satu satunya politikus yang turut aktip di Twitter dalam menanggapi kerusuhan antara remaja Maluku dan Maroko di awal tahun ini di Culemborg.
Kedua peneliti Belanda itu melihat status sosial ekonomi yang rendah dari golongan etnis Maluku sebagai penjelasan golongan paria di Belanda. Pemerintah dinilai berperan kurang baik dalam menangani persoalan proses integrasi masyarakat pendatang di Belanda. Kasus ini terbukti dari hasil penelitiannya,
bahwa masyarakat Maluku tidak berprestasi tinggi dalam pendidikan Belanda, skor mereka di bawah kelompok-kelompok imigran lainnya. Peneliti Justus Veenman dan T. Tunjanan mencatat bahwa ada “stagnasi proses integrasi” dari generasi ke 3 di golongan masyarakat Maluku di Belanda. Kedua peneliti itu juga menunjukan bahwa latar belakang lambatnya perkembangan etnis Maluku ini dimulai sejak kedatangan mereka di Belanda di awal tahun lima puluhan. semua itu akibat Undang-undang “Remigrasi” yang menstimulasi dan mengarahkan untuk kembali ke Tanah Airnya. Kenyataan ini mengejutkan banyak pihak di masyarakat umum di Belanda maupun golongan etnis Maluku sendiri. Para peneliti terkejut melihat sangat minimal perhatian pemerintah terhadap dampak dari pengaruh kebijakan “Integrasi”, yang sangat merugikan sehingga sekarang terlihatlah bukti keterbelakangan tingkat pendidikan golongan remaja etnis Maluku.
Ditambah lagi kekecewaan golongan etnis Maluku terhadap kebijakan luar negeri Belanda di Indonesia dalam menangani persoalan pelanggaran HAM. Kekecewaan ini terutama ditujukan pada sikap politik Menteri Luar negeri Verhagen yang sehubungan dengan kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Pernyataan dubes F. Habibie melalui koran Belanda menjadi bola panas di Den Haag, yang isinya antara lain: “Mungkin para pemilih partainya Wilders menderita Xenophobie”, rupanya berhasil memancing reaksi kemarahan Geert Wilders bersama massa pendukung loyalisnya. Segera figur populis ini yang sedang naik daun itu, memberi komando kepada Menlu Verhagen untuk menegur dubes Indonesia. Dalam hal ini pengujian kekuatan pengaruh politik Ultra Kanan Geert Wilders terbukti berhasil membangkitkan jiwa “patriotisme” di dalam negerinya. Bagi pribadi Geert Wilders, panutan “Nasional Patriotisme” adalah obat mujarab untuk memperkuat front persatuan dan memelihara pengaruh lingkungan masyarakat di Belanda, dan menjaga nilai-nilai warisan budaya serta keyakinan sakral pada zaman kejayaan Kolonialisme Belanda. Panutan ini yang di terapkan dan di promosikan di dalam negerinya itu, dianggap layak menguak impian cita-cita “tanah air” West Papua, dimana pihak pemerintahan Belanda pernah menjanjikan akan dihibahkan kedaulatannya kepada golongan eks veteran KNIL dan Indo Belanda.
Sumber
Posted October 10, 2010
Filed under: INFO |
Analisis
Impian cita-cita “Tanah Air” itu rupanya dilatarbelakangi pula oleh peristiwa sejarah kehidupan Kakek, Nenek bersama Ibunya Geert Wilders. Kakeknya yang bernama John Ording, di tahun 1933 menjabat sebagai wakil Inspektur untuk Pengawasan Keuangan di Surabaya, dan setahun kemudian ia dipecat secara “tidak Hormat”, lalu meninggal dunia pada tahun 1942 di Sukabumi. Sedangkan Neneknya bernama Johanna Ording adalah keturunan Yahudi-Belanda meninggal tahun 1946 di Kosentrasi Kamp Jepang. Selama bermukim di Hindia Belanda nasib hidup keluarga Ibunya diasingkan dan ditelantarkan oleh pemerintahan Kolonial Belanda. Maka tak mengherankan bila progam Wilders, nyatanya sangat berguna bagi orang-orang yang antara lain:
·         Menginginkan pengembalian uang pajak cicilan rumah bagi para pemilik rumah
·         Menginginkan peningkatan perawatan untuk orang tua
·         Mengkampanyekan anti Islam
·         Mengkampanyekan kebebasan berpendapat tanpa batas
·         Menginginkan adanya peningkatan budaya, identitas dan tradisi Belanda
·         Merealisasi peningkatan hidup bangsa Belanda asli sebagai bagian dari    masyarakat bangsa Aria
Riwayat “haat en liefde relatie” alias hubungan cinta tapi benci antara Indonesia dan Belanda nampaknya terganggu lagi dalam kepentingan ekonominya. Padahal sejak lahirnya sistem Orde Baru, pemerintah Belanda selalu “menganak-emaskan” kepentingan Indonesia (Soeharto), dulu Belanda menjadi salah satu donornya melalui IGGI, Inter Governmental Group of Indonesia. Banyak kasus-kasus pelanggaran HAM berat sejak peristiwa berdarah 1965/1966 sampai pada kasus pendudukan Militer Indonesia di Timor Timur mendapat perhatian besar dari masyarakat Belanda melalui LSM yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Akan tetapi kekuatan LSM HAM Belanda tersebut tak mampu mematahkan kekuatan “Haat en Liefde relatie” antar bekas negara penjajah dan negara yang pernah di jajah itu. Mengingat peranan LSM HAM berfungsi untuk ‘menina bobokan’ kasus-kasus keresahan akibat tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak rejim Militer Diktator Indonesia, dibawah pimpinan Soeharto. Pernyataan Dubes Indonesia itu, mungkin jadi godaan yang besar bagi Wilders si penebus dosa kakek-neneknya dari pihak Ibu. Atau mungkin hanya rasa dendam kesumat Wilders pribadi, dengan misi ekstrimnya itu karena akibat efek dari keterasingan identitasnya, tapi juga seperti berakar jiwa panutan dari kakeknya sebagai salah satu pengikut NSB (Nationaal Socialistische Beweging) di Indonesia. NSB adalah organisasi massa yang dibentuk tahun 1931 di Belanda. Namun kemudian dalam perkembangannya, NSB membentuk dirinya sebagai partai dibawah kekuasaan rejim Fasis Hitler. Pada tahun 1937 NSB sebagai gerakan Fasis di Hindia Belanda mengalami jaman keemasannya, dengan jumlah sebanyak 5000 anggota. Seperti pula Wilders nyatakan dalam wawancaranya di NRC Handelsblad: “Sudah saatnya untuk menunjukkan kepemimpinan, kemudian mengoreksi kesalahan sejarah.” Lalu apakah catatan perlawatan tahun 2008 Geert Wilders bersama delegasi Parlemen Belanda ke Israel dan Timur Tengah itu, dimana ia pada kunjungannya di Saudi Arabia menyimpulkan bahwa “kunjungan politik yang tak tepat ke negara Islam sebagai negara terbelakang, barbar dan fasis”, bisa dijadikan “koreksi kesalahan sejarah”, bila selama dalam perjalanannya diapun berulang kali mengajukan pertanyaan tentang “tindakan Indonesia” terhadap West Papua? Mungkin cukup beralasan pula bagi duta besar F. Habibie, yang mengatakan dalam sebuah wawancara di koran Het Financieel Dagblad bahwa kunjungan kenegaraan pada bulan Oktober presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono ke Belanda sangat diragukan seandainya Partainya Wilders masuk ke dalam kabinet baru di Belanda.

7.    Fenomena Konflik Politik Pilkada dan Liberalisasi Politik
Konflik
Salah satu implementasi dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah dilaksanakannya pemilihan kepala daerah secara langsung. Konsep otonomi daerah yang dianut oleh Indonesia telah memberikan kemungkinan bagi setiap daerah untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah dan menentukan pemerintahannya masing-masing. Di satu sisi ruang pilkada ini merupakan liberalisasi politik yang bertujuan agar efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Namun di sisi lain, pilkada ini justru menimbulkan polemik dan konflik yang cukup rumit penyelesaiannya. Terjadinya konflik dan polemik ini dinilai diakibatkan oleh ketidaksiapan masyarakat Indonesia menghadapi liberalisasi politik mengingat watak masyarakat yang pada umumnya masih bersifat primordial dan feodalistis. Ditambah lagi tidak jelasnya peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari pilkada ini sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Telah banyak konflik yang telah terjadi di negeri ini, sebut saja konflik Pilkada Sulsel dan Maluku. Adalah merupakan suatu kepastian bahwa dalam setiap pertarungan politik, khususnya di pilkada, akan banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. Mulai dari kepentingan borjuasi internasional, kepentingan borjuasi nasional, hingga kepentingan rakyat (pekerja) tentunya. Sehingga konfilk bukan hal yang tabu lagi untuk dijumpai. Di tulisan ini tidak akan dibahas mengenai persolan apa, siapa dan bagaimana para kepentingan mengintervensi politik di pilkada sehingga menimbulkan konflik. Tapi akan dibahas tentang bagaimana mengolah isu konflik untuk menjadi suatu pembelajaran politik bagi rakyat untuk mengahadapi pertarungan bebas di kancah pertarungan pilkada (liberalisasi pilitik). 
Sumber
Fuad Rumi
Analisis
Anggapan umum yang mengatakan bahwa konfilk selalu akan melahirkan yang namanya kehancuran dan kekacauan adalah tidak sepenuhnya benar. Di mana ada sisi negatif maka di situ ada sisi positif. Begitupun dengan konflik. Konflik politik jangan selalu dimaknai sebagai kegagalan demokrasi yang berakibat kekacauan, tapi sejatinya konflik harus dimaknai sebagai suatu proses pembelajaran politik bagi masyarakat. Dengan konflik masyarakat akan sadar bahwa tindakan fairplay dan anti manipulatif adalah sesuatu yang harus direalisasikan. Indonesia adalah negara hukum. Semua ada mekanisme dan aturan main (rule of the game) tersendiri, termasuk dengan konflik pilkada. Biarkan hukum bekerja sesuai dengan mekanismenya. Konflik pilkada Sulsel misalnya, apapun keputusan Mahkamah Agung nantinya semua pihak harus menerima dengan jiwa kesatria, termasuk pihak yang kalah. Kepentingan rakyat harus tetap diprioritaskan. Roda ekonomi harus tetap berputar. Pembangunan infrastruktur dan Industrialisasi harus tetap jalan. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah (daerah) beserta pegawai-pegawainya untuk tidak masuk kerja dan tidak melayani masyarakat. Masyarakat jangan dijebak pada jurang konflik politik yang sebenarnya hanyalah merupakan ilusi kepentingan pribadi dari elit-elit politik yang bermain. Masyarakat harus diarahkan pada kesadaran untuk bagaimana memahami dan mengerti akan konflik itu sendiri. Nantinya masyarakat akan dapat menilai secara objektif mana yang betul-betul memperjuangkan nasib rakyat, mana yang fairplay dan mana yang manipulatif. Sehingga pada akhirnya masyarakat akan dapat dengan sendirinya mencegah terjadinya konflik.





KONFLIK EKONOMI

1.    Disparitas Ekonomi Lebih Berbahaya dari Konflik Politik
Konflik
JAKARTA, RABU - Ancaman serius keutuhan bangsa Indonesia ternyata bukan berasal dari konflik politik yang belakangan hari mekar di Tanah Air. Ancaman ketidakstabilan Indonesia justru muncul lantaran masalah perut, atau masalah ekonomi. Apalagi bila masalah ekonomi ini terjadi secara sistemik. Demikian yang dikemukakan Rektor Universitas Paramadina, Anis Basweden usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (9/4). "Kalau soal politik saya rasa tidak, karena politik kita sudah diuji dua kali dan pilkada ratusan kali. Ada memang konflik lokal, tapi cepat sekali selesai. Nah, kalau disparitas ekonomi apalagi sistemik itu barangkali memerlukan penyelesaian waktu yang akan panjang," ujar Anis. Meski menyebut menjadi ancaman serius, Anis memastikan ancaman itu masih jauh dari kehidupan masyarakat di Indonesia. "Saya masih belum melihat trend itu terjadi sekarang," paparnya. Masalah disparitas ekonomi yang berbuntut pada pemusnahan jiwa, sebelumnya sempat mengemuka di Indonesia. Dengan mengusung etnis sebagai perekat, sesama saudara di Indonesia saling bunuh hanya untuk memastikan bahwa dirinya yang menjadi penguasa ekonomi. Kisah ini terjadi di Kalimantan yang kemudian dikenal sebagai tragadi berdarah Sampit. Tidak hanya itu saja, konflik agama juga menjadi pemicu keharmonisan di tanah Ambon, Maluku.
Mengamati fenomena tersebut, Paramadina seperti yang dikemukakan Anis berencana mendirikan laboratorium perdamaian Indonesia. Menggandeng Universitas Harvard, laboratorium tersebut akan menjadi pusat pembelajaran penanganan konflik di Indonesia. "Kita ingin dunia belajar penyelesaian konflik dari Indonesia. Kita ini mempunyai pengalaman yang banyak, tapi sayangnya masih terserak," ungkapnya. Menurut Anis, pengalaman Indonesia dalam menyelesaiakan konflik, baik berupa kisah pengalaman, dan data-data akan divirtualkan, dan kemudian disebarkan kepada publik di Tanah Air, dan dunia. "Jadi bentuknya akan seperti online," sergahnya. Selain berisi pengalaman, laboratorium perdamaian juga akan mengadakan diskusi, workshop dan training penyelesaian masalah konflik yang selama ini terjadi di Indonesia. Ketika disinggung sejauhmana sambutan Wakil Presiden Jusuf Kalla atas rencana pendirian laboratorium perdamaian di Indonesia, Anis mengaku, Kalla memberikan sambutan yang hangat. "Pak Kalla itu mengaku, bahwa beliau kerap kedatangan orang sekedar bertanya tentang bagaimana menyelesaikan konflik di Indonesia. Jadi responnya sangat positif soal ini," tukasnya.
Sumber
Kompas, Rabu, 9 April 2008 | 18:29 WIB
Analisis
Ancaman itu masih jauh dari kehidupan masyarakat di Indonesia, pengalaman Indonesia dalam menyelesaiakan konflik, baik berupa kisah pengalaman, dan data-data akan divirtualkan, dan kemudian disebarkan kepada publik di Tanah Air, dan dunia.

2.    Kesenjangan Ekonomi Sumber Konflik
Konflik
Pemicu konflik di tanah air karena tingginya kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Ketimpangan ekonomi yang tinggi, menyulut emosi masyarakat di level bawah tersinggung, marah serta mudah diprovokasi yang mengakibatkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat. “Pemicu konflik ya karena tidak ada pemerataan ekonomi. Kebijakan belum berpihak kepada masyarakat bawah. Ini yang membuat stagnasi perkembangan ekonomi kita,” kata Ketua MUI Bidang Kerukunan Antarumat Beragama Slamet Effendi Yusuf, seusai bertemu Wapres Boediono di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (6/10/2010). Ke depan, pemerintah harus merubah haluan dan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada rakyat bawah. Terlebih saat ini makro ekonomi Indonesia sedang baik- baiknya. Jadi untuk menekan lajunya kasus konflik, ia mengatakan pemerintah harus mampu membuat pemerataan ekonomi hingga Pedesaan. “Ini sudah kami sampaikan kepada Bapak Wapres menyeimbangkan kondisi ekonomi lebih  menyentuh rakyat secara langsung,” ujarnya. (adamson)
Sumber
Jakarta (Citra Indonesia): MUI: Kesenjangan Ekonomi Sumber Konflik
Analisis
Iya memang benar di negara kita Indonesia ini sering terjadi konflik, dan itu di dominan karena faktor ekonomi. Perbedaan status sosial yang menimbulkan adanya kelas-kelas sosial inilah yang kemudian memicu terjadinya konflik. Seharusnya pemerintah dapat menangani masalah seperti ini. Mungkin karena tingkat pengangguran masih tinggi, sehingga mereka dapat dengan mudah dihasut orang lain dan terpanping emosi.  Ini  merupakan dampak negatif terjadinya perkembangan ekonomi. Yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin miskin. Tak heran jika kemudian terjadi kesenjangan sosial di masyarakat.

3.    Adanya Konflik di Indonesia Karena Ketidakadilan Ekonomi
Konflik
JAKARTA - Penyebab sejumlah konflik di beberapa wilayah di Indonesia bukan karena perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan atau SARA, namun karena ketidakadilan ekonomi dan politik. Demikian dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Forum Dialog Perdamaian di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (23/6). Ia mengatakan, konflik Poso dan Ambon penyebabnya adalah ketidakadilan politik, sementara di Aceh konflik dipicu oleh ketidakadilan ekonomi. Karenanya, menurut Wapres, kedepannya agar perdamaian di ketiga wilayah tersebut tetap terjaga maka kuncinya adalah memberi keadilan. Dalam kesempatan itu Wapres juga memaparkan bagaimana proses perdamaian di wilayah konflik dapat tercapai. Penyelesaian, jelasnya, berawal saat ia masih menjadi Menko Kesra, terkait bagaimana harus menangani para pengungsi akibat konflik yang jumlah mencapai hampir dua juta jiwa. Jumlah itu merupakan pengungsi terbesar di dunia, dan menurut Wapres, pengungsi timbul karena adanya konflik sehingga yang terlebih dahulu harus dicapai adalah perdamaian.
Sumber
Pewarta-Indonesia, Selasa, 23 Juni 2009 12:06 | Oleh : Aldy Madjid
Analisis
Saya setuju dengan pemikiran dan sebuah solusi dari JK. Dengan bermula dari perdamian, maka semua masalah yang terjadi dapat terselesaikan dengan kepala dingin dan dapat terselesaikan dengan segera.

4.    Indonesia Hadapi Masalah Ekonomi Mikro
Konflik
JAKARTA, KOMPAS.com - Permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia bukanlah permasalahan ekonomi makro, melainkan masalah ekonomi mikro. Yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut adalah para insinyur bukan ahli ekonomi. Hal tersebut disampaikan Fauzi Ichsan, Vice President&Economist Standard Chartered. "Tantangan yang ada adalah dalam bidang ekonomi mikro,"ucapnya dia di Jakarta, Rabu (14/10) malam. Permasalahan tersebut, lanjutnya antara lain masalah pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan yang menjadi gerbang masuknya devisa asing. Selain itu, kata Fauzi, belum meratanya pembangunan pembangkit tenaga listrik di Indonesia juga menjadi salah satu masalah ekonomi Indonesia yang perlu diperhatikan. Pasalnya listrik merupakan motor penggerak roda perekonomian."Semua itu bisa diatasi oleh para ahli di bidang proyek dan pembangunan," kata dia. Masalah mikro lainnya, lanjut Fauzi adalah masalah pembebasan lahan yang selama ini sering menjadi permasalahan besar antara pengembang dan warga. Belum transparannya penggunaan retribusi pajak juga menjadi salah satu masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia. Menurut Fauzi, permasalahan pembebasan lahan dan retribusi pajak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah, bukan para menteri yang duduk di pemerintahan. Fauzi mengatakan, kesemua masalah tersebut harus segera diselesaikan. Para investor terutama investor asing baru akan menanamkan modalnya jika mendapat kejelasan dari sisi ekonomi. "Indonesia ini sangat potensial untuk investasi, tapi investor mana yang bersedia menanamkan modalnya jika sarana dan prasarana belum jelas," tegas Fauzi.
Sumber
Rosdianah Dewi,primus.2009.”Indonesia Hadapi Masalah Ekonomi Mikro”. http://bisniskeuangan.kompas.com
Analisis
Di Indonesia permasalahan ekonomi mikro seperti belum meratanya pembangunan pembangkit tenaga listrik di Indonesia juga menjadi salah satu masalah ekonomi Indonesia juga perlu mendapat perhatian dan perlu dipecahkan yaitu dengan cara pembebasan lahan dan retribusi pajak.

5.    Ekonomi Lemah Sumber Konflik di Cimahi
Konflik
CIMAHI, (PR). Konflik antardesa, konflik keyakinan, dan konflik ekonomi yang menimbulkan kecemburuan sosial adalah tiga konflik sosial yang cenderung muncul di dua puluh kabupaten/kota di Jabar. Kompleksitas masalah penanggulangan konflik sosial tersebut penyebabnya, antara lain, masih lemahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kebijakan moneter dan politik pemerintah yang kurang tersosialisasi dan terkadang tergesa-gesa. Hal itu terungkap dalam acara Pemetaan Daerah Rawan Bencana Sosial yang digelar Dinas Sosial Provinsi Jabar di Aula Gedung A Kantor Pemerintahan Kota Cimahi, Kamis (14/1). Turut hadir dalam acara tersebut, yakni unsur TNI, polisi, ormas Islam, MUI, kelurahan, dan unsur lainnya. Pada pemetaan tersebut, Dinas Sosial Provinsi Jabar memfokuskan pada pencegahan terjadinya konflik sosial. Menurut Kepala Seksi Bantuan Korban Bencana Dinas Sosial Provinsi Jabar Yudi Nurhadi mengatakan, dilakukannya pemetaan daerah rawan bencana sosial itu dimaksudkan agar bisa sedini mungkin mencegah terjadinya konflik sosial. Hingga saat ini, sudah dua puluh kabupaten/kota di Jabar yang dilakukan pemetaan. Sementara enam kabupaten/kota lainnya akan dilakukan pemetaan pada tahun ini. Enam kabupaten/kota yang belum dilakukan pemetaan, yaitu Kab. Garut, Kab. Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Banjar, Kota Tasikmalaya, dan Kota Bandung. Paling rawan "Dari dua puluh kabupaten/kota yang sudah dipetakan, kecenderungan konflik sosial yang muncul, antara lain konflik keyakinan, konflik antardesa, dan konflik ekonomi yang menimbulkan kecemburuan sosial," ujar Yudi yang ditemui di sela-sela kegiatan tersebut. Saat ditanya mengenai daerah yang paling rawan, Yudi mengungkapkan, semua daerah memiliki potensi untuk terjadinya konflik sosial.Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Kota Cimahi Faizal Su-lena menuturkan, konflik sosial yang sering kali muncul di Cimahi adalah permasalahan mengenai buruh. Jika ada hal yang dianggap bersinggungan dengan nasib buruh, tidak jarang mereka berdemonstrasi. Salah satunya, saat akan ditetapkannya upah minimum kota (UMK), beberapa waktu lalu. Faizal berharap penelitian itu dapat mereduksi konflik yang mungkin muncul pada masa datang. (A-177)
Sumber
Anonim.2010.”Ekonomi Lemah Jadi Sumber Konflik”. http://bataviase.co.id/
Analisis
Konflik ekonomi di daerah Cimahi disebabkan karena adanya pemetaan yang baik dari pemerintahan wilayah tersebut, oleh karena itu pemerintah Cimahi harus rutin melakukan pemetaa agar dapat mengatur perekonomian di daerahnya tersebut.

Konflik
Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi cukup dipertimbangkan oleh perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan diundangnya Indonesia ke pertemuan kelompok 8-plus (G8plus) di Kyoto Jepang pada bulan Juli 2008 bersama beberapa negara yang disebut BRIICS (Brasil, Rusia, India, Indonesia dan South Africa). Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000, bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di atas angka 5.000 triliun Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini cukup mendukung estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak hambatan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana, misalnya; kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh 11,,%), belum optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia, belum optimalnya peranan APBN sebagai stimulus ekonomi (belum ekspansif).
Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan fokus program ekonomi 2008-2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target pemerintah yang dapat dikelompokkan ke dalam 8 bidang yaitu: (i) investasi, (ii) ekonomi makro dan keuangan, (iii) ketahanan energi, (iv) sumber daya alam, lingkungan dan pertanian, (v) pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), (vi) pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN, (vii) infrastruktur, dan (viii) ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
Sumber
zeki @ 07:40
Analisis
Analisis singkat atas kondisi ke-delapan bidang yang menjadi paket kebijakan ekonomi tahun 2008-2009 adalah sebagaimana berikut ini: Iklim investasi; Kebijakan ekonomi makro dan keuangan; Ketahanan energi; Kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan pertanian; Pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM); Pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN; Infrastruktur; dan Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.

Konflik
Konflik Ambalat, tampaknya mampu memecah perhatian media di Indonesia yang semula dominan memberitakan Pemilu Presiden 2009. Seperti diketahui, konflik Ambalat yang saat ini mengemuka, seakan mengulang kejadian empat tahun lalu. Mengapa sengketa itu terjadi? Jika pertanyaan itu ditujukan kepada para ekonom, mungkin sebagian besar dari mereka akan menjawab bahwa kandungan minyak di blok itu menjadi penyebabnya. Di blok Ambalat, diperkirakan ada kandungan minyak bumi 700 juta sampai 1 miliar barel, serta gas bumi sekitar 40 triliun kaki kubik. Kekayaan alam itulah yang diperebutkan Indonesia dan Malaysia.
Namun jika pertanyaan itu ditujukan kepada para ahli geospasial dan hukum laut, jawabannya akan berbeda. Menurut mereka, konflik itu terjadi akibat belum disepakatinya garis maritim yang ditarik dari garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan. Sehingga, kedua negara merasa bahwa blok Ambalat adalah wilayahnya. Sampai sekarang garis batas maritim itu masih diperundingkan. Berita tentang aksi ”kejar-kejaran” kapal-kapal perang kedua negara di Ambalat, menandakan bahwa perundingan itu sedang macet. Khawatirnya, yang mulanya kapal-kapal perang hanya saling ”kejaran-kejaran”, kemudian berkembang menjadi saling menembakkan peluru. Jika itu terjadi, konflik Ambalat akan menjelma menjadi perang Ambalat. Banyak pihak menilai, keunggulan ekonomi Malaysia atas Indonesia menyebabkan kerja sama ekonomi di antara keduanya memberikan peluang yang lebih besar pada Malaysia. Dengan kata lain, jika sampai terjadi perang, Malaysia akan kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari kerja sama ekonominya dengan Indonesia.
Penilaian itu muncul berdasarkan perkembangan neraca perdagangan dan investasi antara kedua negara yang cenderung menguntungkan Malaysia. Keuntungan dari perdagangan dengan Indonesia, sudah mulai dirasakan Malaysia sejak 2007. Neraca perdagangan Indonesia-Malaysia terus mengalami defisit bagi Indonesia sejak 2007. Berdasarkan data BPS, neraca perdagangan Indonesia-Malaysia 2007 defisit bagi Indonesia senilai US$1,3 miliar. Nilai itu turun sebesar 243,4% dibandingkan dengan 2006 yang surplus US$917,4 juta. Selanjutnya selama periode Januari-Juni 2008, neraca perdagangan Indonesia-Malaysia defisit bagi Indonesia senilai US$1,5 miliar, naik 138,9% dibandingkan periode yang sama 2007 yang senilai US$620,2 juta. Padahal tahun-tahun sebelum 2007, neraca perdagangan Indonesia-Malaysia selalu surplus bagi Indonesia. Defisit neraca perdagangan Indonesia terhadap Malaysia, menurut data BPS disebabkan meningkatnya impor minyak dan gas (migas) dari negeri jiran itu. Pada 2006m impor migas Indonesia dari Malaysia ”hanya” US$1,5 juta. Namun pada 2007, impor migas dari Malaysia meningkat hampir tiga kali lipat menjadi US$4,26 juta. Kondisi itu terus berlanjut, sehingga pada semester pertama 2008, impor migas dari Malaysia meningkat 68% menjadi US$2,9 juta dibanding periode yang sama pada 2007.
Tingkat investasi Malaysia di Indonesia juga terus meningkat, dan pada 2007 tercatat senilai US$217,3 juta. Banyak investor Malaysia yang melirik Indonesia karena dinilai memiliki pasar yang luas dan belum tergarap secara optimal. Seperti diketahui, saat ini banyak investor Malaysia yang sudah masuk di berbagai sektor industri Indonesia, seperti Bank Niaga, Bank Lippo, Bumiputra, XL hinga Astro. Walaupun dalam perkembangannya hubungan kedua negara terlihat lebih menguntungkan Malaysia, bukan berarti Indonesia tidak memperoleh manfaat di bidang ekonomi. Jika sampai berperang dengan Malaysia, Indonesia juga akan menerima dampak buruk dalam bidang ekonomi khususnya ketenagakerjaan. Suka atau tidak suka, Malaysia adalah ”dewa penolong” bagi Indonesia dalam mengatasi salah satu masalah ekonomi terpenting yaitu pengangguran. Hal itu terlihat dari besarnya jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencari nafkah di Malaysia.
Menurut Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Malaysia Da’i Bachtiar, saat ini jumlah TKI di Malaysia sekitar 2 juta orang (Kontan, 24/11/2008). Memang, sebagian besar TKI di Malaysia bekerja sebagai tenaga kerja kasar, seperti buruh perkebunan sawit, buruh konstruksi, maupun pembantu rumah tangga. Namun tidak sedikit pula yang mendapatkan tempat yang lebih layak, misalnya di perusahaan perminyakan Petronas. Bisa dikatakan, saat ini Malaysia telah menampung 1,85 % dari total angkatan kerja Indonesia.
Tak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan perekonomian Indonesia, andai saja konflik Ambalat berujung perang, dan Malaysia memulangkan seluruh TKI. Berdasarkan hal itu, perang tentu bukan pilihan menguntungkan bagi Indonesia.
Kedua negara pasti juga menyadari bahwa perang tidak hanya berdampak buruk pada perekonomian mereka, tetapi juga pada seluruh aspek kehidupan lainnya. Sehingga pilihan terbaik bagi Indonesia dan Malaysia dalam menyelesaikan konflik Ambalat adalah jalur diplomasi. Sebuah pilihan yang lebih cerdas, bijaksana dan beradab.
Sumber
Dirahasiakan ^^
Analisis
Meskipun penulis yakin, kecil kemungkinan bahwa hal itu terjadi. Terlalu besar dampak buruk yang harus ditanggung Indonesia dan Malaysia andai mereka memilih untuk berperang ketimbang jalur diplomasi. Dampak buruk akibat perang akan terasa di segala aspek kehidupan kedua negara, tidak terkecuali aspek ekonomi. Malaysia tentu tidak akan ”mengorbankan” keunggulan ekonominya atas Indonesia yang telah dicapainya saat ini, demi mendapatkan wilayah Ambalat dengan cara berperang. Seperti diketahui, saat ini keadaannya berbanding terbalik dengan kondisi pada era 1970-an sampai 1980-an. Pada masa itu, Indonesia memiliki banyak kelebihan di bidang ekonomi. Namun saat ini perekonomian Indonesia sudah jauh tertinggal dari Malaysia. Paling tidak, hal itu terlihat dari besarnya pendapatan per kapita Malaysia yang sudah hampir empat kali lipat dari Indonesia. Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) 2008, besarnya gross domestic product (GDP) per kapita Malaysia adalah US$8,141. Sedangkan GDP per kapita Indonesia hanya US$2,246. Memang sebuah pilihan yang lebih cerdas, bijaksana dan beradab. Bayangkan saja jika perang antara kedua negara itu sampai terjadi, sudah jelas akibat-akibat yang kemungkinan terjadi seperti yang telah dipaparkan diatas. Otomatis dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di setiap negara  tersebut dan dapat mengurangi pendapatan per kapitanya.

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...