Jumat, 13 April 2012

Tinjauan Hukum Internasional (Pengadilan Saddam Husein)








Presiden Irak Saddam Husein yang ditangkap oleh tentara AS (Sekutu) dan kemudian diadili di Baghdad karena dianggap melanggar Hukum Internasional dan kemudian divonis MATI. Menggambarkan fenomena praktek Hukum Internasional.













1.    KEDUDUKAN HUKUM NASIONAL IRAK TERHADAP HUKUM INTERNASIONAL (Teori Monoisme – Primat Hukum Nasional)

Pengadilan Saddam Hussein
Pengadilan Saddam Hussein ialah pengadilan yang dibuat oleh Pemerintah Sementara Irak atas presiden terguling Irak Saddam Hussein atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan semasa pemerintahannya. Pada 9/12/2003, Otoritas Sementara Koalisi mengusulkan pembentukan Pengadilan Khusus Irak, yang terdiri atas 5 hakim Irak, untuk mengadili Saddam Hussein dan beserta 11 eks petinggi Irak lainnya untuk dakwaan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida. Mereka menghadapi tuduhan kejahatan perang, yang kemungkinan termasuk pembantaian suku Kurdi (1988) dan invasi Kuwait (1990). Pengadilan tersebut dipandang oleh entitas lain sebagai pengadialan kanguru (pengadilan tontonan). Amnesti Internasional menyatakan pengadilan itu "tidak wajar". Human Rights Watch mencatat bahwa eksekusi Saddam “mengikuti pengadilan cacat dan menandai langkah berarti menjauhi aturan hukum di Irak”.
Saddam ditangkap 13/12/2003 dan bersama para pejabat senior Ba'ath tetap dan di tahanan di Camp Cropper, Baghdad. Perhatian khusus untuk aktivitas-aktivitas kampanye berdarah terhadap orang Kurdi di utara selama Perang Irak-Iran, terhadap Syiah di selatan (1991 dan 1999) untuk meredam pemberontakan, dan di Dujail setelah percobaan pembunuhan yang gagal pada tanggal 8/07/1982, selama Perang Iran-Irak. Saddam menegaskan dalam pembelaannya bahwa ia telah dijatuhkan secara tidak sah, dan tetap menjadi Presiden Irak.
Pengadilan pertama dimulai sebelum Pengadilan Khusus Irak pada tanggal 19 Oktober 2005. Dalam kasus ini, Saddam dan 7 terdakwa lainnya diadili atas kejahatan terhadap kemanusiaan dengan memandang pada peristiwa yang berlangsung setelah pembunuhan yang gagal di Dujail pada tahun 1982. Pengadilan kedua yang terpisah dimulai pada tanggal 21/08/2006 mendakwa Saddam dan 6 ko-terdakwa atas genosida selama Kampanye Al-Anfal terhadap suku Kurdi di Irak Utara. Saddam juga diadili in absentia untuk peristiwa pada masa Perang Iran-Irak dan invasi Kuwait.
Pada 5 November 2006, Saddam dijatuhi hukuman mati dengan digantung. Pada 26 Desember, banding Saddam ditolak dan hukuman mati ditegakkan. Tidak ada banding lanjutan yang diterima dan Saddam diperintahkan dieksekusi dalam 30 hari sejak tanggal itu. Tempat dan waktu hukuman mati dirahasiakan hingga hukuman dilaksanakan. Saddam Hussein dieksekusi dengan digantung pada tanggal 30 Desember 2006.  Dengan kematiannya, dakwaan lain digugurkan. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Kedudukan Hukum Nasional Irak terhadap Hukum Internasional
Teori Hubungan Hukum Intensional dan Hukum Nasional : 1) Dualisme : memandang bahwa hukum nasional dan hukum internasional hanyalah merupakan bagian dari satu sistem hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. 2) Teori Monisme : memandang bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bidang hukum yang berbeda dan berdiri sendiri satu dengan yang lainnya. Teori ini terbagi 2 Primat (mengutamakan) yaitu : Primat Hukum Internasional dan Primat Hukum Nasional.
Berdasarkan  praktek hukum Internasional pada kasus Saddam Husein, kedudukan hukum nasional Irak lebih tinggi (lebih mengutamakan hukum nasional) dari pada hukum internasional (Teori Monoisme – Primat Hukum Nasional). Alasaan itu didasarkan pada aturan, bahwa pelaku kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida diadili oleh Mahkamah Internasional menurut hukum internasional bukan oleh hukum nasional.
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) berkedudukan di Den Haag, Belanda merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB. Dewan keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada mahkamah, majelis umum dan dewan keamanan dapat memohon kepada mahkamah nasihat atas persoalan hukum apa saja dan organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang dari majelis umum dapat meminta nasihat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah. Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili oleh mahkamah. Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara dari negara yang sama. Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka. Semua persoalan-persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya. Apabila terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Kejahatan Saddam masuk dalam kategori kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity). Dalam pandangan hukum internasional, kejahatan atas kemanusiaan sama statusnya dengan penjahat perang dan genosida. Tiga kategori perbuatan tersebut telah melampaui batas-batas wilayah teritori kedaulatan negara. Artinya, ketika seseorang melakukan jenis-jenis kejahatan tersebut, maka ia tidak lagi terlindungi oleh kedaulatan mana pun (hak imunitas), sebab kejahatannya telah berubah menjadi kejahatan internasional.
Pada 1998 telah berhasil disepakati Statuta Roma yang akan menjadi landasan pembentukan Mahkamah Internasional. Akan tetapi hingga kini, syarat mulai berlakunya Statuta sebagaimana ditentukan dalam pasal 126 ayat 1 belum terpenuhi. Setelah terbentuknya Mahkamah Kejahatan Internasional yang berkedudukan di Denhaag, Belanda. Kendala yang dihadapi Mahkamah Kejahatan Internasional adalah kesediaan negara-negara untuk menyerahkan pelaku kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida untuk diadili di hadapan Mahkamah, mengingat negara-negara memiliki kedaulatan yang cenderung untuk mengadili sendiri berdasarkan hukum nasionalnya, jika negara itu adalah negara yang belum bahkan menolak untuk meratifikasi Statuta Roma. (I Wayan Parthiana, 2003)
Bagi setiap negara yang meratifikasi Statuta Roma, maka berkewajiban menaati statuta tersebut. Kasus Saddam Hussein membuktikan kedudukan hukum Irak lebih penting (Teori Monoisme - Primat Hukum Nasional). Dalam proses pengadilan tersebut penuh rekayasa (tidak wajar), karena hakimnya dipilih oleh Pemerintah Sementara Irak bukan oleh sistem peradilan independen (terlepas dari kekuasaan eksekutif maupun legislatif). Secara pribadi saya berpendapat, bahwa kasus ini hendaknya diadili Mahkamah Internasional bukan di pengadilan buatan seperti itu.




2.    TERTANGGUNGJAWAB INDIVIDU (SADDAM HUSSEIN, MANTAN PRESIDEN IRAK) SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIOANAL

Profil Saddam Hussein
Saddam Hussein Abd al-Majid al-Tikriti (Saddam Hussein) lahir di Al-Awja, Irak, 28/04/1937 – meninggal di Kadhimiya, Irak, 30/12/2006 (pada umur 69 tahun) adalah Presiden Irak pada periode 16 Juli 1979 hingga 9 April 2003, tertangkap oleh pasukan koalisi saat menginvasi Irak pada tahun 2003. Sebagai anggota utama Partai Ba’ath Irak, menganjurkan Pan-Arabisme sekuler, moderenisasi ekonomi, dan sosialisme Arab.  Dia memainkan peranan penting dalam kudeta 1968 yang membuat partainya lama berkuasa di negara itu. Sebagai wakil presiden di bawah sepupunya, Jenderal Ahmed Hassan al-Bakr yang lemah, Saddam memegang kekuasaan penuh konflik antara pemerintah dan angkatan bersenjata dengan membentuk pasukan keamanan yang menindas dan mengukuhkan wibawanya terhadap aparat pemerintahan.
Sebagai presiden, Saddam menciptakan pemerintahan yang otoriter dan mempertahankan kekuasaannya melalui Perang Iran-Irak (1980–1988) danPerang Teluk (1991). Kedua perang itu menyebabkan penurunan drastis standar hidup dan HAM. Pemerintahan Saddam menindas gerakan yang dianggapnya mengancam, khususnya gerakan yang muncul dari kelompok-kelompok etnis atau keagamaan yang memperjuangan kemerdekaan atau pemerintahan otonom. Sementara ia dianggap sebagai pahlawan bangsa Arab karena berani menantang Israel dan Amerika Serikat, sebagian orang di dunia internasional tetap memandang Saddam dengan perasaan curiga, setelah Perang Teluk 1991.
Saddam disingkirkan oleh Inggria dan AS (sekutu) lewat sebuah invasi pada tahun 2003. Invasi dilakukan dengan alasan bahwa Saddam mengembangkan senjata pemusnah massal, dan karenanya dianggap tergolong pihak yang melakukan serangan pada 11/11/2001 ke Gedung World Trade Center (WTCNew York. Ketika itu, menara kembar WTC runtuh akibat ditabrak dua pesawat, sementara sebuah pesawat lain menerjang Departemen Pertahan Amerika Serikat (Pentagon). Kemarahan Presiden George W Bush dilampiaskan dengan menginvasi Afganistan dan Irak. Rezim Taliban di Afganistan jatuh, pun demikian dengan Saddam Hussein di Irak. Sistem pemerintahan di Afganistan berganti, demikian juga di Irak. Saddam yang bersembunyi di bunker bawah tanah ditangkap pasukan gabungan Amerika Serikat pada 13 Desember 2003 dan sistem pemerintahan juga berganti. Pemerintahan interim (sementara) dipimpin Ibrahim al-JaafariJalal Talabani dari suku Kurdi dipilih sebagai pimpinan negara dan Saddam mulai diadili pada 19 Oktober 2005.
Ia didakwa memerintahkan pembunuhan terhadap hampir 150 orang di kota dengan mayoritas Muslim Syiah (Dujail) pada 1982 menyusul upaya pembunuhan yang gagal terhadap Saddam. Setelah melakukan mogok makan pada 7 Juli 2006, ia menghadiri sidang pengadilan yang digelar pada 26 Juli 2006 di Zona HijauBaghdad (Irak). Pada 5 November 2006, Saddam dijatuhi vonis hukuman mati dengan digantung atas keterlibatannya dalam kasus di Dujail tersebut. Pada 26 Desember 2006, Mahkamah Agung Irak menyatakan untuk segera melaksanakan vonis yang telah dijatuhkan. Pada 30 Desember 2006, Saddam dieksekusi. Dua minggu kemudian, tepatnya pada 15 Januari 2007 dini hari, dua pembantunya yaitu Ketua Dewan Revolusioner Irak Awad Ahmed al-Bandar dan Kepala Dinas Intelijen Barzan Ibrahim al-Tikrit menjalani hukuman gantung. Bahkan, Barzan yang merupakan saudara tiri Saddam dan berbadan gemuk kepalanya terlepas dari badannya saat menjalani eksekusi itu. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Saddam Hussein sebagai Subyek Hukum Internasional
   Untuk dapat disebut sebagai subjek Hukum Internasional, suatu entitas harus memiliki personalitas Hukum Internasional. Sebelumnya, agar suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki personalitas Hukum Internasional harus memiliki beberapa kecakapan tertentu, yaitu:
·      Mampu mendukung hak dan kewajiban internasional
·      Mampu melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional
·      Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional
·      Memiliki kemampuan untuk melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional
·      Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu negara
·      Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional

Subyek Hukum Internasional dewasa ini bukan hanya negara saja. Selain itu, adalah tahta suci vatican palang merah internasional organisasi internasional, individu, pemberontak dan pihak dalam sengketa
Dalam fenomena praktek hukum internasional di Irak (Kasus Saddam Hussein) yang bertanggungjawab adalah Saddam Hussein dan para pejabat Irak sebagai Individu, bukan negara. Tahap terpenting pengakuan individu sebagai subyek HI adalah ketika adanya penuntutan penjahat-penjahat perang di hadapan Mahkamah Internasional yang diadakan khusus untuk itu oleh negara-negara sekutu yang menang perang.
Dalam proses peradilan yang diadakan di Nurnberg dan Tokyo, para penjahat perang tersebut dituntut sebagai individu untuk perbuatan yang diklasifikasikan sebagai : 1) kejahatan terhadap perdamaian; 2) kejahatan terhadap perikemanusiaan; 3) pelanggaran terhadap hukum perang; dan 4) permufakatan jahat untuk mengadakan perang. Dengan adanya peradilan Nurnberg dan Tokyo tersebut maka seseorang dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu atas kejahatan perang yang dilakukannya. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10/12/1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi HAM di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Saddam Hussein harus mempertanggungjawabkan atas tuduhan kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang dan genosida semasa memerintah Irak. Sehingga Saddam Hussein-lah yang berdiri sebagai subyek hukum bukan negara Irak. Disini saya mau meluruskan bahwa yang diadili bukan Saddam seorang, melainkan juga para eks petinggi Irak lainnya yang dianggap bertanggungjawab atas kejahatan tersebut. Dalam hukum internasional, individu pun merupakan subjek. Namun sebagaimana asas hukum yang berlaku universal, seharusnya Saddam Hussein tetap diperlakukan sebagai orang yang belum bersalah sebelum divonis pengadilan (asas praduga tak bersalah). Hak-haknya tetap harus dilindungi sebagai terdakwa, terutama mendapat bantuan hukum.




3.    RELEVANSI MATERI HUKUM INTERNASIONAL DI SEKOLAH DALAM MENCAPAI KOMPETENSI YANG DITUNTUT

SK dan KD PKN SMA, Materi Hukum Internasional
Standar Kompetensi : 9.4. Menganalisa Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional
Kompetensi Dasar :
9.4.1. Mendeskripsikan Pengertian, Pentingnya, dan Sarana-sarana Hubungan Internasional bagi suatu negara
9.4.2. Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional
9.4.3. Menganalisis fungsi perwakilan diplomatik
9.4.4. Mengkaji peranan organisasi internasional (ASEAN,PBB,AA) dalam meningkatkan hubungan internasional
9.4.5. Menghargai kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia
Standar Kompetensi : 9.5. Menganalisis Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
Kompetensi Dasar :
9.5.1. Mendeskripsikan Sistem hukum dan peradilan internnasional
9.5.2. Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara
penyelesaian oleh mahkamah internasional
9.5.3. Menghargai putusan mahkamah internasional

Analisis dan Komentar
Materi hukum internasional di SMA, cukup baik berdasarkan SK dan KD yang teah ditetapkan oleh kurikulum. Siswa dituntut untuk mencapai SK dan KD yang telah ditetapkan untuk mengukur pemahaman dan evalusi materi yang disampaikan oleh guru. Hal yang dipelajari dari hal dasar seperti pengertian, sarana hukum internasional, tahap-tahap perjanjian hukum internasional, fungsi perwakilan diplomatik, peran organisasi internasional, kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia, sistem hukum dan peradilan internasional, penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional sampai menghargai putusan Mahkamah Internasional.
Pada SK yang telah ditetapkan ada ketimpangan yaitu pada SKLA : Mengevaluasi hubungan internasional dan Sistem Hukum Internasional. SKLA selanjutnya dijabarkan ke SK Menganalisa Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional disitulah letak ketidaksesuaian. Seharusnya antara SK harus sesuai (sama, singkron) dengan SKLA, karena SK merupakan penjabaran dari SKLA. Pada SKLA mengevaluasi dan menganalisis hubungan internasional, sistem hukum internasional serta timbulnya konflik internasional dan mahkamah internasional selanjutnya dijabarkan ke SK Menganalisis Sistem Hukum dan Peradilan Internasional. Hendaknya  SKLA pertama tersebut diganti dengan Mengevaluasi hubungan internasional dan Organisasi Internasional, agar tidak terjadi tumpang tindih antar SK.
Menurut saya, antara materi yang diajarkan dengan kompetensi yang dituntut ada beberapa bagian yang kurang sesuai, diatas merupakan salah satu contohnya. Dalam kompetensi lebih mengutamakan sistem hukum internasional terbukti materi ini dituntut dua hal berbeda yang harus dikuasai siswa yakni mampu mengevaluasi dan menganalisis sistem hukum internasional. Hal itu membuat bingung siswa, karena dilain pihak siswa dituntut mampu mengevaluasi ini mengandung arti siswa harus mampu menguasai materi dan mampu memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai antara teori sistem hukum internasional dengan prakteknya, sedangkan menganalisis hanya menyangkut tentang kemampuan siswa untuk memahami materi sistem hukum internasional secara mendalam.
Dari beberapa ketidaksesuaian tersebut, guru hendaknya lebih kreatif dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan tersebut guru juga harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi peoses pembelajaran. Guru juga dituntut memiliki 5 kompetensi guru profesional. Sehingga siswa mampu memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan oleh guru dan kurikulum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...