Kamis, 26 April 2012

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KONFERENSI MEJA BUNDAR (Dutch–Indonesian Round Table Conference)

Negara Republik Indonesia Serikat lahir akibat Konferensi Meja Bundar yang dilangsungkan di s’Gravenhage tanggal 2 Nopember 1945 antara Republik Indonesia, BFO, dan Belanda yang dihadiri oleh sebuah Komisi PBB untuk Indonesia. Isi perjanjian :
1.    Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
2.    Penyerahan kedaulatan kepada RIS (di Indonesia biasa di baca “pemulihan kedaulatan kepada RIS)
3.    Didirikannya Uni antara RIS dan Kerajaan Belanda
Fakta lain, Proklamasi Kemerdekaan kita 17-8-1945, penyerahan kedaulatan (pemulihan kedaulatan) isinya :
1.    Piagam Penyerahan Kedaulatan terhitung tanggal 27 Desember  1949
2.    Status Uni
3.    Persetujuan Perpindahan


1.    Atas dasar fakta-fakta tersebut Negara Indonesia dikatakan ada menurut Teori Pengakuan Negara sebagai berikut :
A.  Teori Deklaratif
Apabila semua unsur kenegaraan telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka dengan sendirinya telah merupakan suatu negara dan harus diperlakukan secara demikian oleh negara lainnya. Sehingga PENGAKUAN hanyalah bersifat PERNYATAAN dari pihak negara-negara lain, bahwa suatu negara baru telah mengambil tempat di samping negara-negara yang telah ada. Jadi dalam teori ini pengakuan bukanlah menjadi barang penting, karena tanpa pengakuan pun negara tersebut tetap diakuai atau tetap lahir.
Diakuinya Indonesia sejak dideklarasikan Proklamasi Kemerdekaan 17/08/1945 maka sejak itu Indonesia secara langsung menjadi anggota masyarakat internasional. Dalam teori ini pengakuan bukanlah menjadi hal penting, karena tanpa pengakuan pun negara tersebut tetap diakuai atau lahir. Jadi adanya Konferesi Meja Bundar tentang pengakuan RIS oleh Belanda tidak menjadi permasalahan. Sehingga pengakuan hanyalah bersifat pernyataan dari negara lain, karena apabila semua unsur kenegaraan telah di miliki oleh suatu masyarakaat politik, maka telah dengan sendirinya merupakan suatu negara dan harus diperlakukan sedemikian oleh negara lain sesuai dengan ketentuan yang ada.
B.  Teori Konstitutif
Walaupun unsur-unsur negara telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, tetapi tidak secara langsung dapat diterima sbg negara di tengah- tengah masyarakat internasional, karena harus ada PERNYATAAN dari Negara-negara lainnya, bahwa masyarakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi syarat sebagai negara. Dalam KMB RIS diakui sebagai negara yang berdaulat, Belanda mampu mengakui hal tersebut dan Penyerahan Kedaulatan terhitung tanggal 27 Desember  1949. Namun dalam hal ini RI berada dibawah RIS sebagai negara yang sah. Dalam teori ini jika suatu negara belum mendapat pengakuan dari negara lain maka secara yuridis belum sah untuk mendirikan suatu pengakuan negara baru.
C.  Teori Jalan Tengah
Untuk disebut sebagai negara, cukup dengan unsur yang ada, tetapi untuk melakukan Hak dan Kewajiban Hukum Internasiuonal harus mendapatkan pengakuan negara lain. Disini dibedakan antara Kepribadian Internasional dan Penggunaan Hak-hak Internasional yang melekat pada kepribadian itu. Indonesia berdiri secara sah sebagai negara adalah mulai dari kemerdekaan Indonesia sendiri tanggal 17 Agustus 1945. Namun untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban di mulai dari adanya KMB sehingga Belanda mau mengakui RIS. Namun yang kembali timbul menjadi permasalahan adalah kemerdekaan itu termasuk dalam hak negara. Jadi bagaimana pun juga agar hak dan kewajiban harus ada suatu pengakuan dari negara lain.
Pengakuan adalah pernyataan resmi suatu negara atau pemerintah yang mengakui eksistensi suatu kesatuan yang lahir (entity) sebagai subyek hukum internasional. Tidak ada satu negarapun yang hidup terasing dari negara lainnya. Tetapi sebelum suatu negara baru dapat mengadakan “hubungan yang lengkap dan sempurna” dalam berbagai bidang terlebih dahulu melalui “pengakuan”. Tetapi bukan berarti tanpa pengakuan, negara baru tidak bisa melangsungkan hidupnya, atau negara baru tidak dilahirkan karena adanya pengakuan. Sebab negara tersebut telah memiliki Atribut Kedaulatan, tetap baru diakui oleh negara lain, sehingga negara baru itu dapat menggunakan atribut kedaulatan dengan sebaiknya.  Prakteknya, hanya negara yang menentang lahirnya suatu negaralah yang membuat pernyataan. Sedangkan umumnya bersifat implisit, yaitu tanpa pernyataan. Kesimpulannya : Pengakuan adalah suatu Kebijakan Politik.
Delegasi resmi RI untuk mendapatkan pengakuan dunia sejak proklamasi Kemerdekaan diketuai oleh H.A. Salim (Wakil Menteri Luar Negeri) melalui kunjungan persahabatan RI dan Mesir (Juni, 1947) ini menghasilkan perjanjian, dengan perjanjian ini RI diakui secara resmi dalam pergaulan internasional. Mesir adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan RI. Setelah itu menyusul perjanjian persahabatan dengan Suriah (3 Juli 1947) dan Lebanon (9 Juli 1947) serta Irak. Negara-negara Arab, India, Burma, Australia juga merupakan negara-negara yang paling awal bersimpati pada RI. Dukungan mereka dan keterampilan delegasi Indonesia memperjuangkan hak kedaulatan bangsa berhasil menyudutkan Belanda dalam percaturan politik internasional. India dan Australia berhasil membawa masalah Indonesia ke Sidang Dewan Keamanan PBB. Belanda bukan saja gagal total menjadikan perjuangan kemerdekaan Indonesia sebagai "masalah dalam negeri", tetapi juga harus menerima perantara internasional untuk menyelesaikan konflik dua bangsa. Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi.
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah RI dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda mulai 23 Agustus sampai 2 November tahun 1949. Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda adalah peristiwa dimana Belanda mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah 17-08-1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan tanggal 27-12-1949 (hasil KMB) saat penyerahan kedaulatan ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Pengakuan tersebut baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Dedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-60 di Istana Negara, Jakarta. Selama hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27-12-1949, yaitu ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) dari Pemerintah Kerajaan Belanda Ke RIS. Di Belanda selama ini da kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 17-08-1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (agresi militer) pada 1945 sampai 1949 adalah ilegal.
KMB memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi negara Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia: 1) Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. 2) Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai. 3) Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat. 4) Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2.    Analisis hubungan hukum internasional dan hukum nasional pada kasus munculnya RIS yang dicapai melalui Perjanjian Internasional KMB
Teori Hubungan Hukum Intensional dan Hukum Nasional ada dua, yaitu : 1) Dualisme: memandang bahwa hukum nasional dan hukum internasional hanyalah merupakan bagian dari satu sistem hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. 2) Monoisme: memandang bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bidang hukum yang berbeda dan berdiri sendiri satu dengan yang lainnya. Teori ini terbagi 2 Primat (mengutamakan) yaitu : Primat Hukum Internasional dan Primat Hukum Nasional.
Teori Monoisme, bahwa antara hukum internasional dengan hukum nasional merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tak terpisahkan secara bulat dan utuh. Pendapat kaum monisme bertitik tolak dari konsep hukum kekuasaan atau perintah, baik hukum internasional maupun hukum nasional tidak ada persoalan, karena keduanya berdiri diatas konsep hukum yang tidak membedakan antara keduanya. Alasan lain adalah, antara hukum internasional dengan hukum nasional mempunyai subjek dan sumber hukum yang sama, yaitu individu dan kemauan Negara (state-will). Pendapat ini dipengaruhi oleh konsep hukum (natural law) yang hanya mengakui “individu” sebagai subjek hukum. Negara memperoleh kekuasaan karena adanya penyerahan kekuasaan dan kedaulatan dari individu-individu berdasarkan perjanjian (social contract theory). Negara adalah kumpulan individu-individu yang terorganisir dalam satu kesatuan organisasi yang mempunyai wilayah dan kedaulatan.
Maka dengan munculnya RIS itulah hukum internasional mulai menggakui Indonesia. Karena dalam teori pengakuan negara, RIS lahir atas adanya KMB yaitu bagaimana Belanda mengakui RIS. Negara memperoleh kekuasaan karena adanya penyerahan kekuasaan dan kedaulatan dari individu-individu berdasarkan perjanjian. Dalam isi KMB disebutlah penyerahan kedaulatan kepada RIS. Berarti hubungaan hukum internasional dengan hukum nasional ada sejak adanya perjanjian KMB yang melahirkan RIS. Kasus RIS inilah yang menyebabkan adanya suatu pengakuan dari negara lain sehingga hukum internasional mulai berlaku atau mengakuinya. Munculnya RIS sendiri adalah suatu negara federasi yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB. Artinya bahwa dengan itu Indonesia mulai patuh dan menganut hukum internasional yang disesuaikan dengan hukum nasioanai, karena dikuatkan dengan adanya suatu pengakuan atas Belanda terhadap RIS.
Pada tanggal 29 Oktober 1949 dapat ditandatangani Piagam Persetujuan Konstitusi RIS antara Republik Indonesia dengan BFO. Hasil keputusan KMB diajukan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya KNIP bersidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil itu. Pembahasan hasil KMB oleh pihak KNIP dilakukan melalui pemungutan suara dengan KNIP menerima hasil KMB. Salah satu keputusannya, RI menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Untuk menjadi RIS tersebut, KNIP dan DPR mengadakan sidang di Jakarta. Sidang tersebut berhasil menyetujui naskah konstitusi untuk RIS yang dikenal sebagai UUD RIS. Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan sidang pemilihan Presiden RIS di Gedung Kepatihan, Yogyakarta oleh wakil dari enam belas negara bagian. Sidang itu dipimpin oleh Muh. Roem dan Ida Anak Agung Gede Agung. Pada 14 Desember 1949 para wakil pemerintah yang menjadi bagian dari RIS dan diadakan pemilihan Presiden RIS. Akhirnya, Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden, kemudian dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Drs Moh. Hatta menjadi Perdana Menteri yang memimpin kabinet RIS. Berdasarkan UUD RIS maka DPR RIS terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara disebut senat. Kekuasaan pemerintahan dipegang oleh PM dan Presiden hanya mempunyai wewenang untuk mengesahkan hasil keputusan Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri.
Berdasarkan konsep Sistem Hukum, hubungan hukum internasional dan hukum nasional kasus munculnya RIS yang dicapai melalui Perjanjian Internasional KMB, kedudukan hukum Internasional lebih tinggi (lebih mengutamakan hukum Internasional) dari pada hukum Nasional (Teori Monoisme – Primat Hukum Internasional). Alasan itu didasarkan pada setelah adanya perjanjian antara RI dan Belanda (hasil KMB), RI menjadi negara bagian RIS dan konstitusi yang berlaku adalah Konstitusi RIS 1949. Sehinnga kedudukan hukum nasional ditententukan dengan adanya perjanjian tersebut. Dari KMB tersebut menghasilkan negara baru yaitu RIS, dan RIS merupakan suksesi RI. Eksistensi RI masih ada (meliputi wilayah Yogyakarta dan sekitarnya), karena merepakan negara bagian RIS. Dari situ menimbulkan kewajiban bahwa RIS (Indonesia) harus menanggung hutang Belanda selama perang. HAK NEGARA : Kemerdekaan, Kesejahteraan Negara, Hidup Berdampingan secara Damai, Mempertahankan Diri, Immunitas Negara. KEWAJIBAN NEGARA : Menciptakan dan memelihara perdamaian dunia secara individual maupun bersama.
3.    Berdasarkan teori dalam pengakuan pemerintah baru mengenai kesewenangwenangan Presiden RI yang di kaitkan dengan dekrit 5 juli 1959 adalah:

Apabila dikaitkan dengan terjadinya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka menunjukkan bahwa Presiden RI menurut UUDS yang mempergunakan Sistem Pemerintahan PARLEMENTER dimana Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara, telah melakukan  “kudeta” dan menempatkan dirinya sebagai Presiden yang disamping sebagai Kepala Negara juga sebagai Kepala Pemerintahan. Analisis terhadap kejadian tersebut berdasarkan doktrin yang berlaku dalam Teori Pengakuan Pemerintahan Baru :
A.  DOKTRIN LEGITIMASI
Dengan adanya pemerintahan baru berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959 maka tidak perlu mendapat pengakuan menurut hukum Internasional, karena sudah sah (legitimate) sehingga pengakuan dari negara lain tidak di haruskan namun berkaitan dengan system pemerintahan yang di anut memang pada waktu itu adalah PARLEMETER, namun presiden bertindak langsung sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, lah disinilah ada ketidakbenaran. Seharusnya memang Presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri. Namun hal itu terjadi karena system pemerintahan pada waktu itu masih semu jadi belum berjalan secara maksimal dan efektif. Terutama karena sering bergantinya konstitusi yang di anut sehingga keadaan negara tidak bisa berjalan secara maksimal. Terutama fungsi presiden yang secara terang masih sedikit tebawa kebiasaan pada konstitusi sebelumnya.
B.  DOKTRIN DE FACTOISME
Dalam hal ini mengarah pada keefektifan dari pemerintah baru yang mana tanpa mendapatkan tantangan dari golongan besar penduduk. Jika president RI pada waktu itu tidak ada tentangan atau semacam penolakan maka menurut teori ini mereka organ-organ negara akan menyetujuinya. Namun harusnya presiden RI mampu menempatkan fungsi dan wewenang presiden sesuai denga yang semestinya. Bentuk pengakuan kepada pemerintahan revolusioner :
·      Pengakuan Pemerintah De Facto
Apakah pemerintahan baru pada massa UUDS benar-benar efektif menguasai organ negaranya mengenai fungsi dan wewenang presiden. Jika tidak efektif tentunya Presiden tidak berhak sewenang-wenang memutuskan kebijakan yang mengarah pada konstitusi yang dianut. Jika pada waktu itu sesewenang-wenangan presiden RI yang berfungsi sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negarapadahal menganut system PARLEMENTER. Tetapi rakyat atau organ-organ negara hanya diam maka secara tidak langsung mampu menerima. Ini lah yang sulit jika pengawasan terhadap presiden tidak senantiasa di lakukan maka control yang benar tidak ada justru kesalahan-kesalahan semakin tidak terbendung. Penilaian subyektif negara mengenai kesediaan dan kemampuan pemerintah baru untuk menunaikan kewajibannya di bawah hukum internasional. Apakah Presiden RI sudah patuh di bawah hokum internasional, jika sudah kesalahankesalahan seperti penyalahan wewenang harusnya tidak terjadi. Kudeta yang di lakukan itu saja sedah bertentangan dengan aturan sistem parlementer maka jelas juga bertentangan dengan hokum internasional.
·      Pengakuan De Jure
Pengakuan ini mencerminkan tentang tidak adanya golongan lain lagi yang mengganggu gugat kedudukan dari pemerintahan revolusioner. Dalam soal no 3 tantang penyalahgunaaan kudeta yang di lakukan presiden menimbulkan kesalahan pada hak bagi sebagai alat negara. Yang mana presiden seharusnya hanya sebagai kepala negara, dan kepala pemerintahan harusnya di jalankan oleh perdana mentri yang dipilih oleh presiden sendiri. Tapi dalam hal ini kesalahan hak bagi dibuat oleh keputusan presiden sendiri yang menyalahi suatu aturan hokum dalam sistem PARLEMENTER.

4.    Isi KMB menurut isu yang berkembang tidak hanya seperti tersebut
Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar dilaksanakan. Delegasi Indonesia diketuai oleh Drs Moh Hatta, Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dan delegasi Belanda diketuai oleh Mr Van Maarseveen dan UNCI diwakili oleh Chricthley (Australia). Dalam perundingan tersebut, dicapai kesepakatan antara lain :
·      Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
·      Dibentuk Uni Indonesia Belanda
·      Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru terhadap perusahaan Belanda di Indonesia.
·      Republik Indonesia Serikat membayar utang-utang pemerintah Hindia Belanda.
·      Irian Barat ditunda penyelesaiannya dalam jangka waktu 1 tahun kemudian.
Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, kedudukan Indonesia telah diakui sebagai Negara yang berdaulat penuh walaupun Irian Barat masih belum termasuk di dalamnya. Rakyat Indonesia telah lama dibohongi melalui penggelapan sejarah yang berkepanjangan. Hampir setiap buku pelajaran sejarah dan PPKn sekolah (baik SD sampai SMA) di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan perihal sejarah yang sesuai pada kenyataannya. Termasuk cerita dongeng kemerdekaan bangsa Indonesia. Bila kita perhatikan kalimat dalam pembukaan UUD 45 “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka”, maka seharusnya kita menyadari bahwa saat ini kita masih sekedar berada di pintu gerbang dan belum memasuki bangunan kemerdekaan itu sendiri. Belum lagi bila kita teliti makna ucapan Soekarno “kutitipkan bangsa ini kepadamu”, yang memberi kesan bahwa ada sesuatu pekerjaan yang belum terselesaikan. Terbukti sampai saat ini Belanda belum memberikan pampasan perang kepada Indonesia, tidak seperti yang dilakukan Jepang. Maka bisa diartikan bahwa pemerintah negera ini hanyalah perpanjangan tangan penjajah yang melanjutkan kembali penjajahannya terhadap Rakyat Indonesia.
Mungkin tidak banyak yang tahu, jika ada perjanjian terselubung di balik Konferensi Meja Bundar (KMB). Siapa sangka, di balik peristiwa sejarah yang disebut-sebut menjadi tonggak pengakuan kedaulatan Republik Indonesia itu, tersembunyi perjanjian pembayaran utang-utang penjajah kolonial Belanda. Fakta mencengangkan dari perjanjian yang digelar di Den Haag Belanda, tahub 1949, itu diceritakan Pengamat Ekonomi, Revrison Baswir, saat mengisi sebuah seminar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Hal itu tak urung membuat peserta seminar yang umumnya mengaku tidak mengetahui fakta tersebut tercengang. Menurut Revrison, untuk mengakui kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah Belanda mengajukan beberapa persyaratan.
Salah satunya, Indonesia harus mau mewarisi utang-utang yang dibuat Hindia Belanda, sebesar 4 miliar dolar AS. Indonesia yang saat itu diwakili Mochamad Hatta, menyetujui syarat tersebut. Sebelumnya, Hatta telah mendapat lampu hijau dari Soekarno untuk menyetujuinya. Indonesia menyetujui syarat tersebut untuk mendapat pengakuan kedaulatan. Namun, rencananya, Indonesia tidak akan membayar utang tersebut dan tetap membiarkannya menjadi tanggungan pemerintah Hindia Belanda.
Indonesia pun menjalankan rencana tersebut. Pada kurun waktu 1949-1965, Indonesia tidak membayar utang tersebut. Akibatnya, munculah Agresi Militer Belanda I dan II. Setelah berkali-kali mengalami kegagalan, akhirnya Belanda pun menyerah untuk memaksakan kehendaknya agar Indonesia membayar utang tersebut.
Belanda tidak berhenti sampai di situ, mereka mulai menyusun rencana lain, dengan cara lebih halus, antara lain dengan pembentukan Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI). Dari sejarah, diketahui jika kelompok yang diketuai Belanda itu didirikan untuk membantu pembangunan Indonesia. Ternyata, di balik pendirian IGGI pun ada udang di balik batu. Logikanya sederhana, IGGI dibentuk, Belanda ketuanya, dengan syarat Indonesia harus mau membayar utang peninggalan Hindia Belanda. Akhirnya, pada 1967-1968, pemerintah yang saat itu dikepalai Soeharto, melakukan reschedulling pembayaran utang tersebut.
Pada 1968 disepakati jika utang Hindia Belanda akan dicicil Indonesia dalam tempo 35 tahun. Utang tersebut baru lunas pada 2003. Sekarang, utang Indonesia di luar utang Hindia Belanda bersisa 66,8 miliar dolar AS. Namun, terlepas dari utang yang saat ini dimiliki Indonesia, menurut Revrison, Indonesia telah lama dibohongi melalui penggelapan sejarah. Hampir setiap buku pelajaran sejarah di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan perihal perjanjian pembayaran utang tersebut.
Pemerintah Indonesia membayar cicilan hingga mencapai 4 milyar gulden sampai tahun 1956, dan pembayaran dihentikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1956. Jadi Indonesia membayar biaya untuk agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda kepada Indonesia.Selain itu, Pemerintah Orde Baru tahun 1969 menyetujui kompensasi bagi perusahaan-perusahaan Belanda yang dinasionalisasi di masa Presiden Sukarno. Kompensasi sebesar 350 juta US$ dicicil dan baru lunas tahun 2003.
Hal itu berbeda dengan informasi oleh Baswir bahwa Indonesia tidak membayarkan hutang-hutang tersebut selama periode 1945-1965. Berdasarkan informasi dari KMB, justru sampai tahun 1956, Pemerintah Indonesia telah membayarkan hingga jumlah 4 milyar gulden. Sedangkan pada masa orde baru, pemerintah membayarkan kompensasi atas nasionalisasi perusahaan Belanda (bukan yg 4.5 milyar gulden), yang totalnya 350juta US$ dan lunas pada tahun 2003. Para founding Father itu banyak melakukan perjanjian yang turun temurun harus di selesaikan oleh siapapun pemimpin Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Namun pada praktiknya, perekeno...