Disusun Oleh : Kelompok 3
1.
Agus Prasetiyo (K6410002)
2.
Anang Bodro W. (K6410004)
3.
Corrina Evatika (K6410012)
4.
Danang Wahyu S. (K6410013)
5.
Dian Paramita (K6410018)
6.
Kholidaturrosyidah (K6410039)
7.
Mita Argawati (K6410042)
8.
Nurfaoziah (K6410047)
9.
Pipit Elya Sari (K6410048)
10. Wiwit
Nur Asih (K6410065)
11. Yeni Dwi Arista (K6410066)
12. Yuliana Istichomah (K6410067)
13. Deny Widya K. (K6411017)
PRODI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
IMPLIKASI MODERNISASI ALUTSISTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA TERHADAP PERTAHANAN NEGARA1
1Oleh Prasetiyo, dkk Mahasiswa PPKN,
UNS Angkatan 2010
Mata Kuliah Politik Pertahanan
ABSTRAK
Pertahanan negara
nasional adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah sebuah negara
dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara. Modernisasi dipandang sudah sangat mendesak, karena dengan
meningkatnya intensitas dan eskalasi ancaman, akibat perkembangan lingkungan
strategis, menuntut profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui alokasi
dana pertahanan Indonesia; 2) Menjelaskan perawatan dan pemeliharan alutsista
TNI, 3) Menguraikan peranan industri dalam negeri dalam pengadaaan alutsista;
dan 4) Menganalisis dampak modernisasi alutsista TNI bagi pertahanan nasional.
Menurut data
yang dikeluarkan Departemen Pertahanan, sejak tahun 2005 hingga saat ini,
usulan anggaran terus mengalami peningkatan, terutama berkaitan dengan belanja
alutsista TNI. Berdasarkan data yang dirilis
oleh pihak Markas Besar Tentara Nasional Indonesia tahun 2010, 70 % alutsista
kita berada dalam kondisi yang sudah tua atau minimal berusia 20 tahun.
Kendala lainnya ada pada pemeliharaan dan perawatan yang kadang kala terbentur
pada ketersedian suku cadang walaupun anggarannya sudah ada dalam perencanaan.
Peranan industri pertahanan dalam negeri yaitu untuk : 1) memasok
persenjataan TNI; 2) meningkatkan
jumlah dan kondisi alat utama sistem persenjataan yang modern; 3) menciptakan
kemandirian sekaligus memperkecil ketergantungan di bidang pertahanan terhadap
negara lain. Sehingga kita akan mengetahui dampak dari modernisasi alutsista
bagi pertahanan negara. Pertama, dengan semakin modernisasi alusista
TNI yaitu semakin kuatnya pertahanan Indonesia.
Kedua, kedaulatan
negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk
ancaman (milter dan non militer) akan terjaga dan terlindungi. Ketiga, modernisasi alutsista dapat
menaikkan posisi dan peran Indonesia di kawasan Asia Tenggara dan
Internasional.
Penulis
dapat memberikan rekomendasi sebagai berikut, hendaknya pembangunan kemandirian
industri pertahanan, pada prinsipnya harus diawali dengan komitmen untuk
merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Oleh karena itu, program
revitalisasi industri pertahanan tidak saja ditujukan untuk membangun
kemandirian industri nasional khususnya pengadaan Alutsista TNI, tetapi juga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun perlu diingat, kesemuanya
itu membutuhkan perhitungan yang matang.
Kata Kunci : Alutsista
TNI, Pertahanan Negara
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertahanan negara
disebut juga pertahanan nasional adalah segala usaha untuk mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Pengertian
tersebut berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara. Pertahanan bagi suatu negara merupakan salah satu
fungsi pemerintahan negara yang merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan
pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional, yaitu melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pertahanan juga
bisa diartikan merupakan suatu usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap bangsa dan negara. Pertahanannya
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pertahanan
negara.
Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha
membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta
menanggulangi setiap ancaman yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara dengan menempatkan
lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan
bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan di dukung oleh unsur-unsur lain
dari kekuatan bangsa. Adapun komponen-komponen ini terdiri dari sumber daya
alam, sumber daya buatan, serta sarana prasarana nasional yang secara langsung
atau tidak langsung dapat meringankan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan
komponen cadangan.
Kondisi
pertahanan suatu negara tentu saja, salah satunya, bisa dilihat dari kondisi
alat utama sistem persenjataan (alutsista) angkatan bersenjatanya. Semakin
kuat, canggih, modern, efektif dan efisien alutsista suatu negara, menunjukan
semakin kuat pula pertahanannya. Superpower Amerika Serikat di dunia selain
didukung oleh kekuatan ekonominya selama bertahun-tahun pasca Perang Dunia II,
tentunya didukung pula oleh kemampuan alutsista militernya.
Alutsista sebuah negara berpengaruh terhadap
pertahanan suatu negara, untuk melindungi wilayah negara diperlukan sistem
persenjataan yang memadai untuk mencakup seluruh wilayah negara tersebut.
Alutsista bahkan bisa berpengaruh terhadap kedudukan suatu negara dalam politik
internasional. Namun, dalam proses
pengadaan dan pemeliharaan alutsista di Indonesia, terdapat beberapa masalah
kompleks dan berlarut–larut, mulai dari masalah dana yang tidak tersedia sampai
dengan sistem pengadaan yang bermasalah.
Menurut data yang dikeluarkan Dephan, bahwa
tingginya kebutuhan akan anggaran dalam setiap tahunnya ternyata belum diikuti
oleh keinginan (political will) pemerintah untuk memenuhinya. Kesenjangan
antara keduanya terkadang mencapai 400 persen. Sejak tahun 2005 hingga 2010,
usulan yang diajukan Dephan terus mengalami peningkatan. Tahun 2005 saja,
misalnya, anggaran yang diajukan sebesar Rp 45,022 triliun, sementara yang
disetujui hanya Rp 23,1 triliun. Tahun 2008 dan 2009 masing-masing usulan Rp
100,5 triliun dan 127,1 triliun, namun realisasinya hanya Rp 32,8 dan Rp 33,6
triliun. Begitu juga dengan tahun 2010, anggaran yang diajukan sebesar Rp 158,1
triliun sementara realisasinya hanya sebesar Rp 40,6 triliun. Dalam menyikapi
rendahnya anggaran, pihak Dephan melakukan penyesuaian di antaranya melalui
konsep pertahanan minimum esensial (minimum essential force). (Sumber :
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum
Essential Force Komponen Utama)
Berdasarkan data yang dirilis oleh
pihak Markas Besar Tentara Nasional Indonesia tahun 2010, 70 persen alutsista
kita berada dalam kondisi yang sudah tua, atau minimal berusia 20 tahun.
Kendalanya lainnya ada pada pemeliharaan dan perawatan yang kadang kala
terbentur pada ketersedian suku cadang walaupun anggarannya sudah ada dalam
perencanaan. Bila pemeliharaan dan perawatan alutsista mengikuti sistem
pemeliharaan yang telah ada maka resiko kemungkinan untuk penyusutan fungsi
dapat ditekan seminimal mungkin. Kelangkaan suku cadang ini sangat bergantung
pada negara pembuat alutsista sebagai penyediaa tunggal yang banyak dipengaruhi
oleh suhu politik.
Pembangunan
kekuatan TNI dilaksanakan atas dasar konsep pertahanan berbasis kemampuan (based defence capabilities),
kekuatan dan gelar satuan sehingga pembangunan kekuatan TNI utamanya diarahkan
agar dapat melaksanakan tugas pokoknya yaitu menegakkan kedaulatan negara,
menjaga keutuhan wilayah darat dan menyelamatkan segenap Bangsa Indonesia yang
dalam pelaksanaannya diarahkan kepada tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force), dengan
sasaran tingkat kekuatan yang cukup mampu menjamin kepentingan strategis
pertahanan aspek darat.
Untuk
dapat mewujudkan pembangunan kekuatan TNI, maka perlu adanya dukungan anggaran
dari pemerintah guna tercapainya pemantapan satuan yang diharapkan dengan
memiliki daya tangkal yang mampu mengatasi setiap bentuk ancaman yang mungkin
timbul dalam kurun waktu lebih kurang lima sampai dua puluh tahun ke
depan. Adapun modernisasi Alutsista yang diharapkan secara bertahap
dilaksanakan penggantian dan pengadaan senjata yang baru sesuai dengan
perkembangan teknologi dan melaksanakan pembentukan satuan baru di setiap
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya wilayah perbatasan dengan
negara lain, daerah rawan konflik, pulau-pulau terluar serta seluruh wilayah
sesuai dengan luas wilayah dan ancaman yang mungkin timbul baik dari dalam
maupun dari luar.
Modernisasi
dipandang sudah sangat mendesak, karena dengan meningkatnya intensitas dan
eskalasi ancaman, akibat perkembangan lingkungan strategis, menuntut
profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk dapat
meningkatkan profesionalitas itu, prioritas kita antara lain adalah memenuhi
dan melengkapi Alutsista TNI Angkatan Darat dengan peralatan modern, bukan
dengan Alutsista yang sudah tua dan usang.
Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, maka penulis membuat makalah yang berjudul, “IMPLIKASI MODERNISASI ALUTSISTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA TERHADAP PERTAHANAN NEGARA”.
B. Perumusan Masalah
Penulis
dapat mengidentifikasi permasalahan pertahanan negara berkaitan dengan
alutsista Tentara Nasional Indonesia sebagai berikut :
1. Kondisi
Alutsista TNI sudah dimakan usia. Berdasarkan
data yang dirilis oleh pihak Markas Besar Tentara Nasional Indonesia tahun
2010, 70 persen alutsista kita berada dalam kondisi yang sudah tua, atau
minimal berusia 20 tahun. Persenjataan yang dimiliki saat ini sudah
tidak menenuhi standar berakibat lemahannya pertahanan nasional.
2. Minimnya
Anggaran Alutsista TNI. Menurut data yang dikeluarkan Dephan, bahwa tingginya
kebutuhan akan anggaran dalam setiap tahunnya ternyata belum diikuti oleh
keinginan (political will) pemerintah untuk memenuhinya. Kesenjangan antara
keduanya terkadang mencapai 400 persen. Sejak tahun 2005 hingga 2010, usulan
yang diajukan Dephan terus mengalami peningkatan. Namun mengingat luasnya
wilayah Indonesia, anggaran tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan pertahanan
nasional. Anggaran terlalu banyak untuk belanja pegawai bukan untuk
persenjataan.
3. Kendala
lainnya ada pada pemeliharaan dan perawatan yang kadang kala terbentur pada
ketersedian suku cadang walaupun anggarannya sudah ada dalam perencanaan. Bila
pemeliharaan dan perawatan alutsista mengikuti sistem pemeliharaan yang telah
ada maka resiko kemungkinan untuk penyusutan fungsi dapat ditekan seminimal
mungkin. Kelangkaan suku cadang ini sangat bergantung pada negara pembuat
alutsista sebagai penyediaa tunggal yang banyak dipengaruhi oleh suhu politik. Selain
masalah teknis dari perawatan dan pemeliharaan alutsista, juga terdapat masalah
finansial.
Berdasarkan
latar belakang masalah dan indentifikasi permasalahan alutsista TNI diatas,
maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana alokasi dana pertahanan Indonesia ?
2.
Bagaimana perawatan dan pemeliharan
alutsista TNI saat ini ?
3.
Bagaimana peranan industri dalam negeri
dalam pengadaaan alutsista ?
4.
Bagaimana dampak modernisasi alutsista
TNI bagi pertahanan nasional ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka
penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui alokasi dana pertahanan Indonesia.
2.
Menjelaskan perawatan dan pemeliharan
alutsista TNI.
3.
Menguraikan peranan industri dalam
negeri dalam pengadaaan alutsista.
4.
Menganalisis dampak modernisasi
alutsista TNI bagi pertahanan nasional.
D. Manfaat Penulisan
1.
Manfaat Teoritis
Penulisan makalah yang berjudul “IMPLIKASI MODERNISASI ALUTSISTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA TERHADAP PERTAHANAN NEGARA” diharapkan mampu
mengembangkan dan menambah pengetahuan dan keilmuan mengenai pertahanan
negara, khususnya mengenai alutsista.
2.
Manfaat Praktis
Penulisan makalah yang berjudul “IMPLIKASI MODERNISASI ALUTSISTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA TERHADAP PERTAHANAN NEGARA” diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk mengkaji
permasalahan pada penerapan pertahanan negara, khususnya berhubungan dengan
kebijakan alutsista Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Anggaran Alutsista Tentara Nasional
Indonesia
Indonesia
sebagai negara yang berada dalam posisi yang strategis seharusnya mutlak
memiliki kekuatan militer yang setara dan seimbang dengan negara lain. Pada
saat ini kondisi perekonomian negara Indonesia mulai membaik sehingga kita
sebaiknya perlu memperhatikan kebutuhan alutsista. Dalam kondisi anggaran yang
terbatas, upaya untuk membangun kekuatan angkatan perang yang besar tentu masih
jauh dari harapan. Walaupun demikian, Pemerintah Indonesia lebih mengedepankan
konsep Minimum Essential Force (MEF) dalam pembangunan alutsista untuk menjaga
pertahanan dan keamanan Indonesia.[1]
Minimum
Essential Force (MEF) merupakan amanat pembangunan nasional bidang pertahanan
keamanan yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014 sesuai Peraturan Presiden
Nomor 5 Tahun 2010.[2] Langkah
strategis dalam mewujudkan kekuatan pokok minimum ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Pertahanan Nomor 2 Tahun 2010 sebagai bagian dari postur ideal
pertahanan negara. Kepentingan utama kebijakan ini adalah untuk mengoreksi
terhadap faktor perencanaan, mekanisme penyelenggaraan dan anggaran pertahanan
dan tidak menyimpang dari sistem manajemen pengambilan keputusan pertahanan
negara sesuai dengan tataran kewenangan. Adapun unsur-unsurnya terdiri dari
sumber daya manusia, materiil/alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI,
sarana pangkalan dan daerah latihan,
industri pertahanan, organisasi, dan anggaran. Adapun tujuannya agar dapat
dijadikan pedoman bagi penyusunan kebijakan-kebijakan terkait pembangunan
postur TNI, khususnya MEF Komponen Utama.
Berdasarkan arah kebijakan dan
sasaran-sasaran strategis dalam RAPBN tahun 2013, terdapat tujuh kementerian
dan lembaga yang mendapat alokasi anggaran di atas Rp 20 triliun. Ketujuh
kementerian dan lembaga itu adalah : Kementerian Pertahanan dengan alokasi anggaran
sebesar Rp 77,7 triliun; Kementerian Pekerjaan Umum Rp 69,1 triliun;
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 66 triliun; Kepolisian Negara Republik
Indonesia Rp 43,4 triliun; Kementerian Agama Rp 41,7 triliun; Kementerian
Perhubungan Rp 31,4 triliun; dan Kementerian Kesehatan sebesar Rp 31,2 triliun.[3]
Kementerian Pertahanan mendapat
alokasi anggaran terbesar dalam RAPBN 2013. Sebanyak Rp 77,7 triliun
digelontorkan pemerintah untuk memenuhi Minimum Essential Force yang dimiliki
TNI. Alokasi anggaran pada Kementerian Pertahanan diprioritaskan untuk
mendukung terlaksananya modernisasi dan peningkatan alat utama sistem
persenjataan (alutsista). Namun demikian, anggaran pertahanan masih jauh dari
angka ideal. Jika dihitung berdasarkan luas wilayah dan ruang lingkup potensi
ancaman eksternal (laut, udara, darat), jatah anggaran untuk pembangunan
pertahanan tidak akan mencukupi kebutuhan perlindungan teritori dan penangkalan
ancaman tersebut.
Sumber : Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan
Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama
Menurut data
yang dikeluarkan Dephan, bahwa tingginya kebutuhan akan anggaran dalam setiap
tahunnya ternyata belum diikuti oleh keinginan (political will) pemerintah
untuk memenuhinya.[4]
Kesenjangan antara keduanya terkadang mencapai 400 persen. Sejak tahun 2005
hingga 2010, usulan yang diajukan Dephan terus mengalami peningkatan. Tahun
2005 saja, misalnya, anggaran yang diajukan sebesar Rp 45,022 triliun,
sementara yang disetujui hanya Rp 23,1 triliun. Tahun 2008 dan 2009
masing-masing usulan Rp 100,5 triliun dan 127,1 triliun, namun realisasinya
hanya Rp 32,8 dan Rp 33,6 triliun. Begitu juga dengan tahun 2010, anggaran yang
diajukan sebesar Rp 158,1 triliun sementara realisasinya hanya sebesar Rp 40,6
triliun.[5]
Dalam menyikapi
rendahnya anggaran, pihak Dephan melakukan penyesuaian di antaranya melalui
konsep pertahanan minimum esensial (minimum essential force). Akan tetapi
anggaran untuk pertahanan esensial minimum ini pun hanya dipenuhi pemerintah
sekitar seperempat atau sepertiganya selama beberapa tahun belakang, sehingga
sulit untuk mengatakan bahwa minimnya anggaran tersebut tidak membawa dampak
negatif yang krusial bagi kondisi pertahanan nasional. Namun seiring
pebertambahnya waktu, kebutuhan dan perkembangan dunia dewasa ini pemerintah
memberikan nafas segar untuk Departemen
Pertahanan yaitu memberikan Anggaran yang terpaut lebih banyak dari
tahun-tahun sebelumnya secara drastis.
Dalam RPJMN 2010-2014, program percepatan pembangunan
Minimum Essential Forces menjadi salah satu prioritas pemerintah. Pada 2013,
pemerintah menargetkan peningkatan alutsista matra darat menjadi 37%, matra
laut 21%, dan matra udara 31%. Pemerintah dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sepakat memperbesar porsi pinjaman dalam negeri untuk mendukung pendanaan
pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista). Dalam rencana strategis
nasional (renstra) untuk mendukung minimum essensial force (MEF), pemerintah
dan DPR telah sepakat menetapkan batas pinjaman untuk pendanaan pengadaan
Alutsista sebesar US$6,5 miliar. Dari nilai tersebut, yang sudah berhasil
dipenuhi sebesar US$5,7 miliar.[6]
Pada tahun 2011,
anggaran pertahanan sebesar Rp. 47 triliun. Di penghujung tahun 2011,
Kementerian Pertahanan dan perusahaan militer Rusia JSC Rosoboronexport
melakukan penandatanganan untuk kelanjutan pengadaan enam pesawat jet tempur
Sukhoi, untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Udara. Pengadaan enam
unit pesawat tempur generasi 4,5 itu melengkapi 10 pesawat sejenis yang telah
dimiliki Indonesia dengan tipe SU-27SK, SU-27SKM, SU-30MK dan SU-30MK2.
Sebelumnya, Kementerian Pertahahan juga melakukan penandatanganan kontrak
pengadaan tiga kapal selam dengan perusahaan galangan kapal Korea Selatan
Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME), untuk memperkuat satuan tempur
TNI Angkatan Laut. Untuk matra darat, Pemerintah Indonesia juga sebelumnya
telah mendatangkan enam helikopter Mi-17 V-5 dari Rusia. [7]
Selama tahun
2012, telah dilakukan program modernisasi alat utama sistem persenjataan
(alutsista) TNI yang sesuai dengan Minimum Essential Forces (MEF) untuk kurun
waktu 15 tahun. Tahun 2012 ini merupakan tahun ketiga dari Renstra I dan
diharapkan sampai 2014 pencapaian lebih dari 30 persen.
Pada 2012 bahkan
mulai dijajaki sejumlah pembelian kendaraan tempur taktis dari Eropa seperti
Main Battle Tank dari Belanda. Seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
makin membaik, maka alokasi anggaran untuk pertahanan mengalami peningkatan
meski masih relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam hal
belanja modal persenjataan. Indonesia hanya lebih baik dari Myanmar, Laos
dan Kamboja, sementara TNI harus menjaga wilayah teritorial yang luas dari
Sabang hingga Marauke.
Tabel Anggaran Pertahanan tahun 2009-2013
Anggaran Pertahanan
|
|
Tahun 2009
|
Rp.
33,6 triliun
|
Tahun 2010
|
Rp.
40,7 triliun
|
Tahun 2011
|
Rp.
47 triliun
|
Tahun 2012
|
Rp.
64,4 triliun
|
Tahun 2013
|
Rp.
77,7 triliun
|
Sumber : Data diolah dari berbagai
sumber (RUU APBN 2013 dan Permenhan No. 2 Tahun 2010 Tentang MEF)
Namun di tengah-tengah minimnya
anggaran tersebut, kita masih melihat bagaimana alokasi anggaran yang disusun
belum mencerminkan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan sistem pertahanan
Indonesia dimana pembiayaan terhadap Koter (TNI AD) menyerap lebih dari 50%
anggaran pertahanan. Sementara itu pengadaan alutsista terutama kapal dan
pesawat tempur bagi TNI AL dan TNI AU terkesan dikesampingkan, belum lagi
berbagai praktek penggunaan anggaran yang tidak efisien dan korupsi yang masih
terjadi di lingkungan internal TNI.[8]
Selain itu, ketiadaan dana tidak
dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan pembiayaan pembangunan pertahanan.
Karena selama ini, pemerintah mampu mengalokasikan anggaran untuk pembayaran hutang
hingga mencapai 200 triliun, meningkatkan modalnya pada lembaga keuangan
Internasional seperti Asian Development Bank dan World Bank bahkan menyediakan
dana untuk stimulus fiskal bagi pengusaha. Persoalannya terletak pada penentuan
skala prioritas APBN dengan distribusi alutsista yang tepat di tiga matra TNI.
B. PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN
ALUTSISTA
Dimata negera-negara Asia Tenggara, Indonesia memang disebut-sebut
sebagai bangsa yang besar. Besar karena luas wilayah darat dan perairannya,
besar juga karena jumlah penduduknya. Siapa tak bangga menjadi anak Indonesia,
dimana bumi pertiwi-nya terhampar kekayaan alam yang tak ada tandingnya.
Indonesia memang hebat,
semua kekayaan alam menumpuk di bumi khatulistiwa. Mulai dari emas, uranium,
tembaga, gas, minyak, batubara, timah, bouksit, besi, intan, dan berbagai hasil
tambang lainnya. Jumlah alutsista (alat utama sistem senjata) untuk melakukan
pengamanan, tak sebanding dengan luas wilayah NKRI.
Berdasarkan data yang dirilis oleh pihak Markas Besar Tentara
Nasional Indonesia tahun 2010, 70 persen alutsista kita berada dalam kondisi
yang sudah tua, atau minimal berusia 20 tahun. Kondisi
alutsista Indonesia yang memprihatinkan terlihat dari semua matra TNI,
contohnya pada TNI – AU, Indonesia saat ini hampir tak punya skuadron utuh yang
berkekuatan 16 pesawat siap terbang. Yang ada hanya skuadron tak utuh, yaitu 6
skuadron tempur, 5 skuadron angkut, 3 skuadron heli, dan sebuah skuadron intai.
Kalau mau dimasukkan juga, masih ada skuadron pendidikan dan Satudtani (Satuan
Udara Pertanian). Total jumlah pesawat
kita yang siap terbang dari berbagai jenis sekitar 100 unit.[9]
Demikian
pula bagi angkatan laut, dimana
Indonesia hanya memiliki 2 kapal selam uzur, 6 fregate dan 23 corvettes. Selain
itu hanya ada kapal militer berjenis pendukung seperti untuk logistik, patrol
dan amfibi dengan total jumlah kapal sekitar 140 kapal berbagai jenis.[10]
TNI–AD
juga tidak kalah memprihatinkan. Meski memiliki jumlah anggota atau personel
paling banyak, akan tetapi peralatan tempur yang dimiliki kebanyakan hanya
bersifat angkut personel. Indonesia bahkan sama sekali tidak punya satu pun
Main Battle Tank (MBT) sebagai kavaleri paling kuat. Kondisi alat utama sistem
senjata (alutsista) milik TNI AD yang dalam keadaan layak digunakan hanya 60%.
Sisanya sebanyak 40% alutsista masih harus diperbaiki agar layak digunakan.
Dari
uraian di atas terlihat jelas bahwa kondisi alutsista TNI sudah sangat
memprihatinkan dan sangat tidak memadai untuk mengamankan seluruh wilayah
Indonesia, tercatat hasil kekayaan laut hilang triliunan rupiah per tahun,
karena kita tak bisa melakukan pengamanan terhadap wilayah Indonesia. Belum
lagi perawatan yang dilakukan masih bersifat sementara dan kanibalisme kerap
kali di lakukan untuk menutupi keterbatasan dana yang di berikan pemerintah.
Pemerhati isu pertahanan dan alutsista TNI, Jagarin Pane[11] mengatakan perkembangan
pengadaan alutsista TNI mulai tahun 2012 ini bisa disebut masuk musim panen
raya sampai tahun 2014. Tahun ini saja kita sudah menerima empat pesawat coin
(counter insurgency) Super Tucano buatan Brazil dari yang kita pesan satu
skuadron (16 unit). Kita juga sudah menerima 2 KCR (Kapal Cepat Rudal) dari
enam yang dipesan buatan galangan kapal dalam negeri di Batam. Tank berat
Leopard juga sudah diambang pintu dengan pesanan 100 unit bersama dengan 50 unit
tank medium Marder buatan Jerman.
Menurutnya, Indonesia juga sedang
menunggu kedatangan MLRS (Multi Launcer Rocket System) Astross II dari Brazil
untuk kebutuhan dua batalyon, satu unit
kendaraan peluncurnya dipamerkan di ajang Indo Defence di Jakarta. Demikian juga dengan Howitzer Caesar buatan Perancis untuk kebutuhan dua
batalyon artileri, sedang
dinantikan kedatangannya bersama rudal Mistral untuk satu batalyon. Menurutnya,
banyak sekali pengadaan alutsista hingga tahun 2014 untuk ketiga matra TNI ini.
Dari ketiga matra saat ini, yang paling
kuat adalah Angkatan Darat baik dari sisi jumlah pasukan maupun alutsista. TNI
AD punya lebih dari 1000 tank dan panser belum termasuk artileri dan rudal anti
serangan udara. “Akan tetapi tank yang dimiliki hanya berkategori tank ringan
dari jenis Scorpion buatan Inggris dan AMX13 buatan Perancis. Itu sebabnya
sesuai perkembangan situasi kawasan yang dinamis kita butuh Main Battle Tank (MBT) dan Medium Tank”, ungkap Jagarin
menjelaskan.[12]
Sementara itu, lanjut dia, untuk TNI AL punya kekuatan armada
dengan lebih dari 140 KRI terbagi dalam dua armada, yaitu armada Barat dan
Timur. Yang membanggakan tentu kekuatan pemukul KRI sudah dilengkapi dengan
rudal anti kapal Yakhont buatan Rusia berjarak tembak 300 Km, rudal C802 dan
C705 buatan Cina. Uji coba
rudal Yakhont yang dilakukan di mulut perairan Ambalat Oktober 2012 lalu pada
seri latihan Armada Jaya mampu menenggelamkan KRI LST yang sudah pensiun dengan
sekali tembak. Satuan pemukul TNI AL
yang lain adalah Korps Marinir yang punya kemampuan serang pantai. Ini yang tidak dimiliki oleh Malaysia
dan Singapura. Korps Marinir memiliki persenjataan yang berbeda generasi mulai
dari tank amfibi PT 76, BTR50, AMX10P, BTR80A, RM Grad sampai yang terbaru
BMP3F.[13]
Untuk TNI AU Jagarin menilai kondisi alutsista yang paling
lemah diantara dua matra TNI lainnya. Saat ini TNI AU hanya memiliki kekuatan 10
F16, 10 Sukhoi, 12 F5E, 32Hawk 100/200, 4 Super Tucano. Menurutnya, kekuatan
itu jelas sangat tidak memadai untuk mengawal Dirgantara RI yang seluas Eropa
ini. Namun dengan kedatangan 24 F16 blok 52, 6 Sukhoi, 16 Super Tucano dan 16
T50 setidaknya sesak nafas yang menjadi kendala mengawal kedaulatan udara RI
bisa agak lega. Tentu saja
tidak berhenti sampai disitu. Mestinya dalam MEF (Minimum Essential Force)
tahap II tahun 2015-2019 kita harus memiliki minimal 32 jet tempur
kelas berat Sukhoi, 48 jet tempur ringan F16 dan paling tidak punya juga minimal 24 unit dari jenis Typhoon atau Rafale.[14]
Melihat kondisi alutsista Trimatra
TNI upaya untuk menambah persenjataan tentu menjadi sebuah keniscayaan bagi negara besar seperti Indonesia. Negara kita baru saja
memproduksi UU Industri Pertahanan sebagai payung hukum untuk mengembangkan
industri pertahanan dan keamanan (Hankam) dalam negeri.
Pembelian
alutsista untuk memperkuat dan modernisasi sebuah angkatan perang diharapkan
mampu memberikan dampak psikologis positif terhadap pertahanan negara dan
kedaulatan bangsa. Untuk mencapai kondisi yang ideal dalam pengoperasiannya
dibutuhkan tahapan berjenjang mulai dari perencanaan, pelatihan para awak,
pengorganisasian dan seterusnya sampai pemeliharaan dan perawatan alutsista itu
sendiri agar berfungsi dengan baik dan usia pakai dapat bertahan lebih panjang.
Kendala
utama justru ada pada pemeliharaan dan perawatan alutsista TNI. Perawatan dan
pemeliharaan kadang kala terbentur pada ketersedian suku cadang walaupun anggarannya
sudah ada dalam perencanaan. Bila pemeliharaan dan perawatan alutsista
mengikuti sistem pemeliharaan yang telah ada maka resiko kemungkinan untuk
penyusutan fungsi dapat ditekan seminimal mungkin. Kelangkaan suku cadang ini
sangat bergantung pada negara pembuat alutsista sebagai penyediaa tunggal yang
banyak dipengaruhi oleh suhu politik. Singkatnya bila negara si pembuat karena
sesuatu hal mengembargo negara pembeli dalam penyediaan suku cadang, maka dapat
dipastikan alutsista yang digunakan tidak akan dapat bertahan sesuai dengan
usia pakai.
Masalah
ini menjadi sangat serius apabila terus terabaikan dan sangat berpengaruh pada
kesiapsiagaan dan keberhasilan angkatan perang dalam menghadapi situasi yang
membutuhkan kehadiran dan peran nyata. Hendaknya hal ini masuk dalam
perhitungan kemungkinan terburuk agar pemeliharaan dan perawatan alutsista
dapat berjalan sesuai dengan sistem pemeliharaan yang ada tanpa mengesampingkan
jaminan dan mutu.
Bila
hal ini dapat diterapkan dengan lebih baik setidaknya dapat mengurangi
ketergantungan dari negara pembuat dengan mengoptimalkan industri pertahanan
dalam negeri, bila perlu pengelompokkan industri yang khusus membuat suku
cadang 'tandingan' harus benar-benar ditata dengan rapi. Sangat ironis sekali
ketika sebuah angkatan perang tidak dapat mengoperasikan sebuah alutsista hanya
karena sebuah suku cadang kecil yang tidak dapat terdukung lantaran tidak dapat
dibuat di dalam negeri yang harus mendapat lisensi dari negara pembuat.
Selain
masalah teknis dari perawatan dan pemeliharaan alutsista, juga terdapat masalah
finansial. Masalah finansial biasanya bukan karena alokasi dana dari negara
kurang memadai dengan kebutuhan dana untuk perawatan, akan tetapi masalah
finansial itu dikarenakan penyelewengan oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab atas tugas dan amanah yang telah didapatkannya dari rakyat.[15]
Penyelewengan itu dapat berupa korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum
tersebut. Penyelewengan dana alutsista yang tidak sesuai sasaran anggaran,
berakibat semakin parahnya kondisi alutsista Indonesia.
C. PERAN INDUSTRI DALAM NEGERI
Masih rancunya perencanaan pengadaan alat utama sistem senjata (Alutsista)
TNI selama ini ditenggarai karena adanya masalah di tataran praktek dan
realitas dana. Dimana Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengakui memiliki
perencanaan yang matang, namun tidak demikian dalam implementasinya. Agak membingungkan ketika Kemhan mengatakan memiliki
perencanaannya. Namun dalam tataran praktek, semuanya tidak bisa dikendalikan.
Artinya pembelian Alutsista terlihat tidak terencana dengan baik.
Muradi yaitu pengamat pertahanan yang juga dosen di FISIP Universitas
Padjadjaran juga mengungkapkan, setidaknya ada lima permasalah pokok
perencanaan pengadaan Alutsista TNI[16], yaitu :
1.
Pertama, masalah anggaran yang terbatas.
Begitu tiga matra memiliki rencana atau semacamnya, selalu dibenturkan dengan
realitas dana yang sedikit jumlahnya. Pada akhirnya, perencanaan yang matang
itu dihilangkan dengan realitas yang ada.
2.
Kedua, masih ada yang bermain untuk
mengambil keuntungan dari pengadaan Alutsista, entah itu broker, dari kalangan
internal atau kalangan eksternal.
3.
Masalah ketiga, ketidakpahaman DPR
terkait spesifikasi produk yang akan dibeli pemerintah. Masalah ini adalah
tugas pemerintah untuk memberikan informasi sebesar-besarnya kepada DPR agar
tidak simpang siur.
4.
Keempat, masalah bagaimana Politik Luar Negeri pemerintah
terhadap negara lain seperti Amerika Serikat (AS).
5.
Masalah kelima adalah masalah ancaman
di kawasan.
Untuk mengatasi permasalahan alutsista, maka diperlukan dukungan industri
untuk mencapai MEF. Tahun 2010 telah dicanangkan sebagai
tahun kebangkitan industri pertahanan dengan pertimbangan bahwa “tidak ada masa
depan tanpa teknologi / No Future Without Technology”, seiring dengan itulah
menjadikan satu nafas antara pembangunan dan keberlanjutannya/Suistainable
Development untuk menumbuhkembangkan sinergitas antara pembangunan ekonomi dan
pertahanan. Kebijakan pemerintah mulai tahun 2010 adalah pertahanan mendukung
ekonomi (economy backed by defence),
Kebijakan tersebut diharapkan bahwa nanti terdapat ruang yang tersedia bagi
teknologi untuk mengubah masa depan bangsa dan negara. Hal penting yang menjadi
atensi untuk merealisasikan pemberdayaan industri dalam negeri yaitu: pertama, kerja sama lintas instansi; kedua, manajerial dari BUMNIS (Indhan); ketiga, pemenuhan keseluruhan kemampuan
anggaran dan kemampuan SDM; dan keempat,
sarana prasarana yang tersedia.
Kebijakan
pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan Alutsista adalah mengutamakan produk dalam
negeri, apabila industri pertahanan dalam negeri belum mampu maka menggunakan
produk luar negeri namun tetap melibatkan industri dalam negeri salah satunya
melalui mekanisme Joint Production. Bila industri pertahanan dalam negeri belum
mampu maka pemenuhan Alutsista dari luar negeri diusahakan tetap memberikan
kompensasi melalui mekanisme Imbal Dagang lainnya oleh industri
nonpertahanan. Kebijakan membangun
infrastruktur industri pertahanan yang merupakan bagian dari industri nasional,
perlu membangkitkan industri unggulan berbasis teknologi strategis dengan
bekerja sama dengan negara lain.
Kemampuan
industri pertahanan dalam memproduksi Alutsista akan berpengaruh terhadap
kemandirian pemenuhan kebutuhan Alutsista dari dalam negeri. Pembinaan industri
pertahanan diarahkan kepada pencapaian kemandirian kemampuan menyediakan alat
peralatan pertahanan untuk mendukung kemampuan pertahanan dalam menghadapi
ancaman. Kemampuan yang ingin dicapai
sesuai dengan proyeksi pada tahun 2024 adalah memiliki industri pertahanan yang
mampu menyediakan kebutuhan Alutsista untuk mendukung kemampuan pertahanan yang
memiliki daya tangkal terhadap seluruh kekuatan negara tetangga.
Pembinaan
industri pertahanan diarahkan pada pencapaian kemampuan desain, produksi,
pemasaran, layanan purna jual, pemeliharaan, dan dukungan logistik terpadu yang
memenuhi standar nasional/internasional secara bertahap, berlanjut, dan
konsisten sesuai bidang industrinya, melalui pengembangan IPTEK yang melibatkan
akademis, lembaga litbang, dan industri serta kerja sama dengan pihak luar
negeri dalam rangka transfer teknologi. Kebijakan pemerintah untuk menggunakan
produksi dalam negeri, perlu ditindak lanjuti oleh pengguna/TNI dalam bentuk
kebijakan nyata untuk menggunakan produk-produk industri pertahanan dalam
negeri sebagai salah satu bentuk pembinaan industri pertahanan.
Dalam sistem pengadaan alutsista TNI, Indonesia
sering sekali memesan persenjataan dari luar negeri tanpa mengetahui dampak
yang ditimbulkan dari hal tersebut. Industri militer nasional kita menjadi
rapuh dan tidak seproduktif dulu.
Indonesia sudah punya hampir semuanya dalam industri
militer, yaitu PT DI (pesawat), PT PAL (kapal laut), PT Pindad (alutsista
darat), dan PT Dahana (bahan peledak). Kita bahkan juga punya industri hulunya
seperti PT Krakatau Steel (besi dan baja). Tercatat Indonesia mempunyai lebih
dari 10 industri militer nasional. Berikut adalah daftar industri militer
nasional[17]
:
Iae
Pindad
PAL
LEN Industri
Dahana
Dok Kodja Bahari
|
Lundin
SSE Armored
RCS Solusi 247
Jakarta Aerospace
Robo Aero
Pacific Tech
|
Aviator
UAVindo
Rekayasa Teknologi
Amadani
RMTindo
Sari Bahari
|
Ini bukan saja membanggakan, tapi sangat potensial
untuk dikembangkan. Bahkan hal ini sudah dilakukan sejak lama oleh negara –
negara maju. China misalnya, yang kini punya setidaknya 11 BUMN di industri
militer. Maka dengan industri alutsista bukan lagi pemborosan, malah memberikan
devisa bagi negara.
Pengembangan
industri pertahanan bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan kondisi alat utama
sistem persenjataan yang modern. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah
dilakukan kerja sama bidang kedirgantaraan, perkapalan, teknik sipil, industri
alat berat, otomotif, elektronika, dan industri nasional lainnya. Di samping
itu, dilaksanakan pula peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bidang
desain dan engineering, meliputi
keahlian dan kemampuan dalam mengembangkan dan membuat pesawat angkut militer,
pesawat misi khusus, kapal patroli cepat, kapal perang, kendaraan tempur
militer, sistem senjata, sistem jaringan komunikasi, pusat komando dan
pengendalian, serta sistem informasi.
Dalam
rangka menciptakan kemandirian sekaligus memperkecil ketergantungan di bidang
pertahanan terhadap negara lain, telah dilakukan pemberdayaan industri nasional
melalui forum diskusi bidang industri pertahanan dan keamanan yang pesertanya
terdiri atas institusi pertahanan, perguruan tinggi, serta pemerhati di bidang
industri pertahanan.
D. DAMPAK MODERENISASI PERALATAN
ALUTSISTA
Sebuah lembaga yang meneliti
kekuatan militer negara di dunia, Global Firepower menempatkan kekuatan militer
Indonesia berada pada posisi ke-18 dunia, pada 2011.
Sedangkan 10 besar negara lainnya ditempati
Amerika Serikat, Rusia, China, India, Inggris, Turki, Korea Selatan, Perancis,
Jepang, dan Israel.[18]
Lebih mengejutkan lagi, di ASEAN,
kekuatan militer Indonesia menempati urutan teratas, diikuti Thailand (ke-19),
Filipina (ke-23), Malaysia (ke-27), dan Singapura (ke-41). Italia menempati
urutan ke-17, Taiwan berada pada urutan ke-14, dan Australia pada urutan ke-24.
Paling tidak, dengan kemajuan ini, sedikit
memupuskan rasa ketidakyakinan rakyat pada kekuatan militer yang dimiliki saat
ini. Artinya, perlahan Indonesia mulai berhitung mengenai kekuatan militer.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) sendiri mengakui, modernisasi alutsista di tubuh TNI masih belum
terkoordinasikan dengan baik[19].
Bahkan, kata Presiden dirasakan kurang mengalir
dari strategi pertahanan, dan doktrin pertahanan yang dianut. Seharusnya, dengan perubahan yang sangat cepat terkait
perlengkapan-perlengkapan pertahanan di dunia kemiliteran. Didukung dengan
pemutakhiran alutsista menjadi sebuah jawaban agar Indonesia tidak tertinggal
jauh dengan negara-negara lain.
Meski melalui Kementerian
Pertahanan, pemerintah sudah menargetakan modernisasi alutsista TNI, diharapkan
bisa terealisasi tahun 2014. Itupun, kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie
Sjamsoeddin, didasarkan pada beberapa pertimbangan strategis negara.
"Keinginan pemerintah di tahun 2010–2014
menjadi masa untuk modernisasi, pada tahun 2014 dimana akhir KIB II modernisasi
Alutsista sudah dapat terealisasi," ungkap Wamenhan, beberapa waktu lalu,
di kantor Kemenhan, seperti dikutip kemhan.go.id.
Adapun, beberapa pertimbangan
strategis pentingnya modernisasi Alutsista TNI antara lain, pertama untuk mewujudkan kekuatan dan
kemampuan Pertahanan Negara yang memiliki perbandingan daya tempur strategis
baik skala teknologi militer maupun skala penangkalan.
Kedua, merupakan perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang
memiliki prasyarat kekuatan politik-ekonomi dan pertahanan militer. Ketiga, realisasi Revolution in Military
Affairs (RMA) bagi suatu negara termasuk lndonesia untuk mewujudkan kekuatan
minimal (MEF) sebagai instrumen negara untuk melaksanakan fungsi negara
berdasarkan keputusan politik.
Namun, modernisasi Alutsista TNI
diprioritaskan kepada Alutsista yang bergerak, sebagai contoh kendaraan tempur,
kendaraan taktis, pesawat tempur, pesawat angkut, penangkis serangan udara,
kapal diatas pemukaan dan kapal dibawah permukaan atau kapal selam.
Dalam rangka tercapainya target
modernisasi Alutsista tahun 2014, maka pemerintah dalam hal ini Presiden telah
membentuk High Level Committee (HLC) yang bertugas untuk mengendalikan dan
mengawasi mulai dari perencanaan pembiayaan sampai dengan kegiatan pengadaan
Alutsista.
Diharapkan, dengan modernisasi
alutsista, perubahan kebijakan militer, prioritas penempatan pasukan di wilayah
timur Indonesia, tidak ada lagi aksi-aksi negara tetangga yang akan melecehkan
bangsa ini. Termasuk Gerakan
Papua Merdeka yang seolah terlindungi dengan keberadaan ribuan anggota pasukan
marinir AS di Australia. Sehingga, OPM semakin berani mempublikasikan aksi-aksi
mereka. Dalam pengadaan alutsista itu, Presiden Yudhoyono
meminta agar prosedur pembelian dapat dipertanggungjawabkan, tidak menyimpang dan
tidak mengalami kebocoran.
Pembangunan
kekuatan TNI dilaksanakan atas dasar konsep pertahanan berbasis kemampuan (based
defence capabilities), kekuatan dan gelar satuan sehingga pembangunan
kekuatan TNI utamanya diarahkan agar dapat melaksanakan tugas pokoknya yaitu
menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah darat dan menyelamatkan
segenap Bangsa Indonesia yang dalam pelaksanaannya diarahkan kepada tercapainya
kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force), dengan sasaran
tingkat kekuatan yang cukup mampu menjamin kepentingan strategis pertahanan
aspek darat.
Adapun
modernisasi Alutsista yang diharapkan secara bertahap dilaksanakan penggantian
dan pengadaan senjata yang baru sesuai dengan perkembangan teknologi dan
melaksanakan pembentukan satuan baru di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia khususnya wilayah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan
konflik, pulau-pulau terluar serta seluruh wilayah sesuai dengan luas wilayah
dan ancaman yang mungkin timbul baik dari dalam maupun dari
luar.
Modernisasi
dipandang sudah sangat mendesak, karena dengan meningkatnya intensitas dan
eskalasi ancaman, akibat perkembangan lingkungan strategis, menuntut
profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk dapat
meningkatkan profesionalitas itu, prioritas kita antara lain adalah memenuhi
dan melengkapi Alutsista TNI dengan peralatan modern, bukan dengan Alutsista
yang sudah tua dan usang.
Kondisi pertahanan suatu negara tentu saja, salah
satunya, bisa dilihat dari kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista)
angakatan bersenjatanya. Semakin kuat, canggih, modern, efektif dan efisien
alutsista suatu negara, menunjukan semakin kuat pula pertahanannya.[20]
Dengan kata lain, pertama dampak
dengan semakin modernisasi alusista TNI yaitu semakin kuatnya peralatan dan kekuatan
militer Indonesia. Namun, harus diimbangi pula dengan SDM yang berkualitas
serta regulasi yang tepat untuk mengaturnya.
Kedua, kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan
segenap bangsa dari segala bentuk ancaman (milter dan non militer) akan terjaga
dan terlindungi.[21] Alutsista
sebuah negara berpengaruh terhadap pertahanan suatu negara, untuk melindungi
wilayah negara diperlukan sistem persenjataan yang memadai untuk mencakup
seluruh wilayah negara tersebut.
Ketiga,
alutsista bahkan bisa berpengaruh terhadap kedudukan suatu negara dalam politik
internasional. Modernisasi alutsista dapat menaikkan posisi dan peran
Indonesia di kawasan Asia Tenggara dan Internasional.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beradasarkan pembahasan yang
disajikan penulis pada BAB II, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Anggaran
Alutsista Tentara Nasional Indonesia
Menurut
data yang dikeluarkan Dephan bahwa tingginya kebutuhan akan anggaran dalam
setiap tahunnya ternyata belum diikuti oleh keinginan (political will)
pemerintah untuk memenuhinya. Kesenjangan antara keduanya terkadang mencapai
400 persen. Sejak tahun 2005 hingga 2010, usulan yang diajukan Dephan terus
mengalami peningkatan. Peninggkatan tersebut tidaklah signifikan, terutama
berkaitan dengan belanja alutsista TNI.
Namun di tengah-tengah minimnya
anggaran tersebut, kita masih melihat bagaimana alokasi anggaran yang disusun
belum mencerminkan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan sistem pertahanan
Indonesia dimana pembiayaan terhadap Koter (TNI AD) menyerap lebih dari 50%
anggaran pertahanan. Sementara itu pengadaan alutsista terutama kapal dan
pesawat tempur bagi TNI AL dan TNI AU terkesan dikesampingkan, belum lagi
berbagai praktek penggunaan anggaran yang tidak efisien dan korupsi yang masih
terjadi di lingkungan internal TNI. Selain itu, ketiadaan dana dalam APBN tidak
dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan pembiayaan pembangunan pertahanan.
2. Perawatan
dan Pemeliharaan Alutsista
Berdasarkan data yang dirilis oleh pihak Markas Besar Tentara
Nasional Indonesia tahun 2010, 70 % alutsista kita berada dalam kondisi yang
sudah tua atau minimal berusia 20 tahun. Kendala lainnya ada
pada pemeliharaan dan perawatan yang kadang kala terbentur pada ketersedian
suku cadang walaupun anggarannya sudah ada dalam perencanaan. Bila pemeliharaan
dan perawatan alutsista mengikuti sistem pemeliharaan yang telah ada maka
resiko kemungkinan untuk penyusutan fungsi dapat ditekan seminimal mungkin.
Kelangkaan suku cadang ini sangat bergantung pada negara pembuat alutsista
sebagai penyediaa tunggal yang banyak dipengaruhi oleh suhu politik. Selain
masalah teknis dari perawatan dan pemeliharaan alutsista, juga terdapat masalah
finansial. Masalah finansial biasanya bukan karena alokasi dana dari negara
kurang memadai dengan kebutuhan dana untuk perawatan, akan tetapi masalah
finansial itu dikarenakan penyelewengan oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab atas tugas dan amanah yang telah didapatkannya dari rakyat. Penyelewengan
itu dapat berupa korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut.
3. Peran
Industri Dalam Negeri
Masalah pengadaan Alutsista TNI yaitu: a) masalah anggaran yang terbatas,
b) masih ada yang bermain untuk mengambil keuntungan dari pengadaan Alutsista,
entah itu broker, dari kalangan internal atau kalangan eksternal, c)
ketidakpahaman DPR terkait spesifikasi produk yang akan dibeli pemerintah, d)
masalah bagaimana Politik Luar
Negeri pemerintah terhadap negara lain, dan e) masalah ancaman di kawasan.
Maka dari itu diperlukan peranan industri pertahanan dalam negeri untuk
memasok persenjataan TNI. Pengembangan industri pertahanan bertujuan
untuk meningkatkan jumlah dan kondisi alat utama sistem persenjataan yang
modern. Dalam rangka menciptakan kemandirian sekaligus memperkecil
ketergantungan di bidang pertahanan terhadap negara lain, telah dilakukan
pemberdayaan industri nasional melalui forum diskusi bidang industri pertahanan
dan keamanan yang pesertanya terdiri atas institusi pertahanan, perguruan
tinggi, serta pemerhati di bidang industri pertahanan.
4. Dampak
Moderenisasi Peralatan Alutsista
Adapun beberapa pertimbangan strategis pentingnya modernisasi
Alutsista TNI antara lain, pertama
untuk mewujudkan kekuatan dan kemampuan Pertahanan Negara yang memiliki
perbandingan daya tempur strategis, baik skala teknologi militer maupun skala
penangkalan. Kedua, merupakan
perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang memiliki prasyarat kekuatan
politik-ekonomi dan pertahanan militer. Ketiga,
realisasi Revolution in Military Affairs (RMA) bagi suatu negara termasuk
lndonesia untuk mewujudkan kekuatan minimal (MEF) sebagai instrumen negara untuk
melaksanakan fungsi negara berdasarkan keputusan politik.
Setelah
mengetahui alasan modernisasi alutsista TNI, maka selanjutnya kita akan
mengetahui akibat atau dampak modernisasi alutsista tersebut. Pertama, dengan semakin modernisasi alusista
TNI yaitu semakin kuatnya pertahanan Indonesia.
Kedua, kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan
segenap bangsa dari segala bentuk ancaman (milter dan non militer) akan terjaga
dan terlindungi. Ketiga,
modernisasi
alutsista dapat menaikkan posisi dan peran Indonesia di kawasan Asia Tenggara
dan Internasional.
B. Implikasi
Militer yang didukung oleh kekuatan
industri pertahanan dalam negeri akan lebih mempertegas aura kewibawaan sebuah
negara karena secara logistik tidak lagi bertumpu pada pembelian alutsista dari
luar negeri. Meskipun
begitu, harus juga diakui tidak ada satu jenis alutsista yang murni produksi
dalam negeri karena komponennya tetap harus bekerjasama dengan produsen negara
lain. Oleh sebab itu,
tahapan-tahapan renstra ini membangun kekuatan militer dengan memberdayakan
industri Hankam dalam negeri selayaknya kita apresiasi. Beberapa paket transfer teknologi dalam
pengadaan alutsista saat ini adalah sekolah teknologi yang paling komprehensif
untuk kemudian mendirikan sekolah industri alutsista sendiri untuk dikembangkan
bagi anak bangsa.
Implikasi semakin kuat, canggih, modern,
efektif dan efisien alutsista TNI, maka akan menunjukkan semakin kuat pula
pertahanan Indonesia. Alutsista sebuah negara berpengaruh terhadap pertahanan
suatu negara, untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI, serta
melindungi segenap bangsa Indonesia. Dengan canggihnya alutsista TNI bahkan
bisa berpengaruh terhadap kedudukan Indonesia dalam Politik Internasional baik
di kawasan Asia Tenggara maupun Internasional.
C. Saran
Penulis dapat
memberikan rekomendasi atau saran sebagai berikut : Pembangunan kemandirian
industri pertahanan, pada prinsipnya harus diawali dengan komitmen untuk
merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Oleh karena itu, program
revitalisasi industri pertahanan tidak saja ditujukan untuk membangun
kemandirian industri nasional khususnya pengadaan Alutsista TNI, tetapi juga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat dan dinamis. Kita patut
berbangga hati perlahan namun pasti moderninisasi Alutsista TNI dapat
terpenuhi walaupun secara bertahap. Memang jika dilihat dari kondisi geografis
wilayah Indonesia dan kekuatan pertahanan kawasan regional yang membutuhkan
efek tangkal yang sangat tinggi, dibutuhkan Alutsista yang memadai. Namun perlu
diingat, kesemuanya itu membutuhkan perhitungan yang matang. Kita tidak
perlu grasa-grusu (terburu-buru) tetapi perlu pertimbangan yang matang, memang
seharusnya demikian, karena segala sesuatu yang dikerjakan secara terburu-buru
maka hasilnya pun tidak akan maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008.
Jakarta : Dephan RI.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2011. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2011.
Jakarta : Kemenhan RI.
Website
:
Author. 2012. Menanti Kebangkitan Militer
Indonesia Di Tahun 2012.
Diperoleh 18 April 2013, dari http
: // pelayaran.net / menanti – kebangkitan – militer -indonesia-di-tahun-2012/.
Author.
Militer Review. http://militer-review.blogspot.com/2012/08/tahun-2013-anggaran-belanja-alutsista.html.
Diakses pada 19 April 2013.
Kristanti,
Aryani. 2012. Kementerian Pertahanan
Dapat Anggaran Paling Besar. Diperoleh 18 April 2013, dari http://www.tempo.co/read/news/2012/08/18/
078424276/Kementerian-Pertahanan-Dapat-Anggaran-Paling-Besar.
Militer, dunia ketiga. Indonesia
Negara Eksportir Alutsista. http://www.facebook.com/chevrevolver/posts/259116460809595.
Diakses pada 19 April 2013.
Nur, M
Bahtiar. Memperjuangkan pengadaan
Alusista. http://shnews.co/detile-12801-memperjuangkan-pangadaan-alutsista-.html.
Diakses pada 19 April 2013.
Purba,
Oslan. 2009. Pemeliharaan Alutsista Tua
Harus Dihentikan. Diperoleh 18 April 2013, dari http://www.prakarsa-rakyat.org.
Serany Ranu. APBN
untuk alusista tahun 2013 mencapai 18 Triliun. http://merdekaonline.com/kategori/berita-1732-apbn-2013-untuk-alutsista-sekitar-rp-18-triliun.html.
Diakses pada 19 April 2013.
Waluyo, Joy. Serapan
Anggaran TNI Tahun 2012 Capai 98,75 Persen. http://www.jurnalparlemen.com/view/1111/serapan-anggaran-tni-tahun-2012-capai-9875-persen.html.
Diakses pada 19 April 2013.
Yusuf Wandi. Titik
penting pencapaian kekuatan pokok pertahanan. http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/108855.
Diakses pada 19 April 2013.
Peraturan
Perundang-Undangan :
Peraturan Menteri Pertahanan
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012
Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama
Rancangan Undang-Undang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2013
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
[1] Departemen
Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku
Putih Pertahanan Indonesia 2008. Jakarta : Dephan RI.
[2] Peraturan Menteri
Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen
Utama
[5] Kristanti, Aryani. 2012. Kementerian
Pertahanan Dapat Anggaran Paling Besar. Diperoleh 18 April 2013, dari http://www.tempo.co/read/news/2012/08/18/
078424276/Kementerian-Pertahanan-Dapat-Anggaran-Paling-Besar.
[6] Kristanti, Aryani. 2012. Kementerian
Pertahanan Dapat Anggaran Paling Besar. Diperoleh 18 April 2013, dari http://www.tempo.co/read/news/2012/08/18/
078424276/Kementerian-Pertahanan-Dapat-Anggaran-Paling-Besar.
[19] Yusuf Wandi. Titik penting pencapaian kekuatan pokok
pertahanan. http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/108855.
Diakses pada 19 April 2013.
[20] Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia. 2011. Buku
Putih Pertahanan Indonesia 2011. Jakarta : Kemenhan RI.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Alutsista (alat utama sistem pertahanan) adalah istilah untuk memaknai peralatan perang yang didalamnya termasuk persenjataan perang dan kendaraan perang. Persenjataan perang merupakan suatu alat yang digunakan untuk melukai musuh dalam perang. Persenjataan perang bisa berupa pistol, rudal, meriam, senapan dan banyak lagi yang lainnya. Sementara itu, kendaraan perang bisa berupa mobil lapis baja, tank, pesawat terbang, kapal selam dan banyak lagi yang lainnya Jasa Penulis Artikel
BalasHapus