KEKUASAAN
DAN POLITIK
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
Dosen
Pengampu
Muh. Hendri Nuryadi, S.Pd.
Disusun
Oleh :
Agus Prasetiyo
NIM. K6410002
Agus Prasetiyo
NIM. K6410002
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, kita sering mendengar kata kekuasaan dan politik, kedua kata ini
sering dihubungkan satu sama lain. Namun, untuk memahami tentang apa itu
kekuasaan dan politik, serta apa hubungan di antara keduanya, memerlukan
pembahasan yang luas dan terperinci. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengartikan dan menggunakannya. Jika kita melakukan sesuatu
tanpa ilmu, kita bisa mencelakakan diri kita sendiri, bahkan orang lain.
Begitu pula dengan kekuasaan dan
politik, di Indonesia tidak sedikit yang memandang bahwa kekuasaan dapat
diperoleh melalui politik. Atau dengan kata lain, politik adalah jalan untuk
mencapai kekuasaan. Pandangan seperti itulah yang menyebabkan begitu banyak
orang mendalami dunia politik hanya demi mendapatkan kekuasaan. Banyak orang
yang mengejar kekuasaan tanpa memahami apa sesungguhnya dan bagaimana cara
menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Banyak orang pula yang akhirnya
menganggap bahwa politik itu sesuatu yang tidak baik. Untuk itu, pemahaman yang
benar mengenai kekuasaan dan politik sangatlah penting.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dikemukakan di atas, timbul permasalah-permasalah yang dirumuskan
dalam makalah ini, di antaranya sebagai berikut:
1. Apa hakekat
dari kekuasaan?
2. Apa hakekat
dari politik?
3. Seperti
apakah hubungan antara kekuasaan dan politik?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah:
1. Mengetahui
hakekat dari kekuasaan.
2. Mengetahui
hakekat dari politik.
3. Mengetahui
hubungan antara kekuasaan dan politik.
D. Manfaat
- Bagi
Penulis
Penulisan
makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata
kuliah Pengantar Ilmu Politik.
- Bagi
Pembaca
Makalah ini
diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan
permasalahan kekuasaan, politik, serta hubungan antara kekuasaan dan politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Kekuasaan
1. Pengertian Kekuasaan
Ada beberapa pandangan mengenai arti
kekuasaan, di antaranya:
a. Menurut Miriam Budiardjo, kekuasaan adalah kemampuan
seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok
lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
b. Menurut Ramlan Surbakti, kekuasaan merupakan kemampuan
mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak
yang mempengaruhi.
c. Menurut Gibson, kekuasaan adalah kemampuan
seseorang untuk memperoleh sesuatu sesuai dengan cara yang dikehendaki.
d. Menurut Russel, kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan
pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Pada intinya, kekuasaan diartikan
sebagai kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan
berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya
2. Sumber Kekuasaan
Robbins membagi sumber kekuasaan
menjadi dua, yaitu kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan formal
didasarkan pada posisi individu dalam organisasi, meliputi:
a. Kekuasaan paksaan (coercive power), didasarkan pada
rasa takut.
b. Kekuasaan imbalan (reward power), adanya pemberian
imbalan yang bermanfaat.
c. Kekuasaan hukum (legitimate power), lebih luas
daripada kekuasaan paksaan dan imbalan karena dapat mengendalikan sumber daya
organisasi.
d. Kekuasaan informasi (information power), berasal
dari akses dan pengendalian atas informasi.
Berbeda dengan kekuasaan formal,
kekuasaan personal tidak didasarkan pada posisi formal individu dalam
organisasi. Ada tiga dasar atau sumber dari kekuasaan personal, yaitu:
a. Kekuasaan pakar (expert power), didasarkan pada
keahlian atau keterampilan istimewa, dan pengetahuan.
b. Kekuasaan rujukan (referent power), didasarkan pada
identifikasi orang yang mempunyai sumber daya atau ciri pribadi yang diinginkan
orang lain.
c. Kekuasaan kharismatik (charismatic power),
merupakan perluasan dari kekuasaan rujukan yang berasal dari kepribadian dan
gaya interpersonal.
3. Unsur
Kekuasaan
Kekuasaan terdiri dari tiga unsur,
yaitu tujuan, cara, dan hasil. Kekuasaan dapat digunakan untuk tujuan yang baik
dan yang tidak baik. Tujuan dari penggunaan kekuasaan biasanya akan
mempengaruhi cara yang dipilih oleh individu atau kelompok yang memiliki
kekuasaan. Jika pemegang kekuasaan memiliki tujuan yang baik, maka cara yang
dipilih juga akan baik. Dan sebaliknya, jika pemegang kekuasaan menghendaki
tujuan yang tidak baik, maka cara yang digunakan juga tidak baik, misalnya
dengan mengancam. Kemudian, unsur yang terakhir atau hasil dari kekuasaan dapat
dilihat dari jumlah individu yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi, dan
seberapa besar pengaruh kekuasaan tersebut. Sikap pihak yang dikuasai, turut
menentukan kualitas kekuasan yang berlaku atas dirinya. Jika diterima dan
didukung, maka kekuasaan itu merupakan wibawa. Kekuasaan yang demikian tidak
banyak memerlukan paksaan (kekuatan) dalam penggunannya.
4. Perbedaan
Kekuasaan dan Kepemimpinan
Keberhasilan
seorang pemimpin banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam memahami situasi
serta ketrampilan dalam menentukan macam kekuasaan yang tepat untuk merespon
tuntutan situasi. Karena itu, kekuasaan sering dianggap sebagai persamaan dari
kepemimpinan. Padahal kekuasaan tidak bisa disamakan dengan kepemimpinan.
Beberapa perbedaan di antara keduanya, ialah:
a. Kekuasaan tidak menuntut kompatibilitas sasaran,
melainkan sekedar menuntut ketergantungan. Sedangkan kepemimpinan menuntut
kompatibilitas antara sasaran pemimpinnya dengan para pengikutnya.
b. Kekuasaan dapat digunakan oleh individu atau
kelompok untuk mengendalikan individu atau kelompok lain. Sedangkan
kepemimpinan hanya berfokus pada pengaruh ke bawah (bawahan), dan meminimalkan
pola pengaruh ke samping atau sejajar dan ke atas.
c. Untuk memperoleh kepatuhan, kekuasaan menekankan
pada taktik yang digunakan. Sedangkan kepemimpinan lebih menekankan pada gaya
interpersonal.
5. Taktik
Kekuasaan
Taktik atau strategi diperlukan dalam melakukan
sesuatu atau mencapai tujuan tertentu. Dengan strategi yang tepat, tujuan pun
akan tercapai. Berkaitan dengan kekuasaan, Stephen P. Robbins mengidentifikasi
tujuh dimensi atau strategi dalam menggunakan kekuasaan, antara lain:
a. Nalar, yaitu dengan menggunakan fakta dan data
untuk membuat penyajian gagasan yang logis dan rasional.
b. Keramahan, dengan menggunakan sanjungan, penciptaan
goodwill, bersikap rendah hati, dan bersahabat sebelum mengemukakan suatu
permintaan.
c. Koalisi, melalui mencari dukungan orang lain dalam
organisasi untuk mendukung keinginananya.
d. Tawar-menawar, yaitu menggunakan perundingan
melalui pertukaran manfaat atau keuntungan.
e. Ketegasan, dapat menggunakan pendekatan yang
langsung dan kuat seperti menuntut permintaan, mengulangi peringatan,
memerintahkan individu melakukan apa yang dimintaannya, dan menunjukkan bahwa
aturan menuntut pematuhan.
f. Otoritas lebih tinggi, yaitu mencari dukungan dari
tingkat lebih tinggi dalam organisasi untuk mendukung permintaan.
g. Sanksi, berupa penggunaan imbalan dan hukuman yang
ditentukan oleh organisasi seperti mencegah atau menjanjikan kenaikan gaji,
mengancam memberikan penilaian kerja yang tidak memuaskan atau menahan promosi.
B. Hakekat Politik
1.
Pengertian Politik
Politik berasal dari Bahasa Yunani
“politeia” yang berarti kiat memimpin kota (polis). Secara prinsip, politik
merupakan upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan
urusan masyarakat. Menurut Arsitoteles, politik adalah usaha warga negara dalam
mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum. Politik juga dapat diartikan
sebagai proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dari definisi yang
bermacam-macam tersebut, konsep politik dapat dibatasi menjadi:
a. Politik sebagai kepentingan umum
Politik merupakan suatu rangkaian
asas (prinsip), keadaan dan jalan, cara, serta alat yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu, atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai
dengan jalan, cara, dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang
kita inginkan itu. Politik dalam pengertian ini adalah tempat keseluruhan
individu atau kelompok bergerak dan masing-masing mempunyai kepentingan atau
idenya sendiri.
b. Politik dalam arti kebijaksanaan
Politik dalam arti kebijaksanaan
(policy) adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap
lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita, keinginan atau keadaan
yang kita kehendaki. Kebijaksanaan adalah suatu kumpulan keputusan yang
diambiloleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-
tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
2. Politik
Nasional
Untuk mencapai kehidupan nasional
yang diinginkan, maka politik nasional merupakan jalan dan cara serta alat yang
dipergunakan dalam pencapaiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
politik nasional adalah asas, haluan, kebijaksanaan, dan usaha negara tentang
pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian), serta
penggunaan secara totalitas dari potensi nasional untuk mencapai tujuan
nasional melalui pembangunan nasional. Politik nasional ini meliputi antara
lain:
a. Politik dalam negeri yang diarahkan kepada
mengangkat, meninggikan dan memelihara harkat, derajat dan potensi rakyat
Indonesia yang pernah mengalami kehinaan dan kemelaratan akibat penjajahan,
menuju sifat-sifat bangsa yang terhormat dan dapat dibanggakan.
b. Politik luar negeri yang bersifat bebas aktif, anti
imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, mengabdi
kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat serta diarahkan
kepada pembentukan solidaritas antarbangsa.
c. Politik ekonomi yang bersifat swasembada dan
swadaya tanpa mengisolasi diri, tetapi diarahkan kepada peningkatan taraf hidup
dan daya kreasi rakyat Indonesia.
d. Politik pertahanan dan keamanan yang ke luar
bersifat defensif aktif dan diarahkan kepada pengamanan dan perlindungan bangsa
dan negara serta usaha-usaha nasional. Dan ke dalam bersifat perventif aktif
untuk menanggulangi segala macam tantangan, ancaman, dan hambatan serta
gangguan yang timbul.
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi politik nasional, yaitu:
a. Ideologi dan Politik
Potensi ideologi dan politik dihimpun
dalam pengertian kesatuan dan persatuan nasional yang menggambarkan kepribadian
bangsa, keyakinan atas kemampuan sendiri dan yang berdaulat serta
berkesanggupan untuk menolong bangsa-bangsa yang masih dijajah guna mencapai
kemerdekaannya.
b. Ekonomi
Kesuburan, kekayaan alam, maupun
tenaga kerja yang terdapat di Indonesia merupakan potensi ekonomi yang sangat
besar, bukan saja untuk mencukupi keperluan sendiri, tetapi juga negara lain.
Secara fisik Indonesia juga menduduki posisi silang antara Samudera Indonesia
dan Samudera Pasifik serta Benua Asia dan Benua Australia yang merupakan titik
temu dari berbagai bentuk interaksi kehidupan sosial internasional.
c. Sosial Budaya
Keberagaman dalam berbagai segi
kehidupan bangsa merupakan sesuatu yang harus dipersatukan agar menjadi
kekuataan. Segala daya dan dana harus dikerahkan dan dimanfaatkan untuk
mewujudkan dan memelihara kebhinekatunggalikaan bangsa Indonesia untuk
ditransformasikan.
d. Pertahanan Keamanan
Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia yang lahir dalam kancah revolusi fisik Indonesia, tumbuh menjadi
kekuatan militer modern dan merupakan inti sistem Pertahanan Keamanan Rakyat
Semesta. Manunggalnya ABRI- Rakyat adalah syarat mutlak dalam pembangunan
nasional, bukan hanya karena alasan historis, tetapi juga sebagai kekuatan
bangsa yang tak terpisahkan.
3. Perilaku
Politik
Perilaku politik (politic behaviour)
adalah perilaku yang dilakukan oleh individu atau kelompok guna memenuhi hak
dan kewajibannya sebagai insan politik. Individu atau kelompok diwajibkan oleh
negara untuk melakukan hak dan kewajibannya dalam perilaku politik, contohnya :
a. Memilih
wakil rakyat atau pemimpin
b. Mengikuti
suatu partai politik dan lembaga atau organisasi masyarakat
c. Ikut serta dalam pesta politik
d. Memberikan kritik atau saran kepada pelaku politik
e. Berhak untuk menjadi pemimpin politik
f. Berperilaku politik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
c. Ikut serta dalam pesta politik
d. Memberikan kritik atau saran kepada pelaku politik
e. Berhak untuk menjadi pemimpin politik
f. Berperilaku politik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
Perilaku politik dapat dibedakan menjadi beberapa
macam. Robbins membedakan perilaku politik menjadi dua:
a. Perilaku politik sah, mengacu pada politik
sehari-hari yang normal sesuai dengan peraturan, seperti membentuk koalisi.
b. Perilaku politik tidak sah, merupakan perilaku
politik ekstrim yang melanggar peraturan yang berlaku, misalnya melakukan
sabotase.
Selain perilaku politik menurut
Robbins di atas, secara umum perilaku politik masyarakat juga dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut:
a. Radikal
Perilaku politik radikal, yaitu
sikap perilaku warga negara yang tidak puas terhadap keadaan yang ada serta
menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar. Orang yang bersifat radikal
biasanya tidak mengenal kompromi dan tidak mengindahkan orang lain serta
cenderung ingin menang sendiri.
b. Moderat
Perilaku moderat adalah perilaku
politik masyarakat yang telah cukup puas dengan keadaan yang ada dan bersedia
maju, tetapi tidak menerima sepenuhnya perubahan, apalagi perubahan yang cepat
seperti kelompok radikal.
c. Status quo
Perilaku status quo adalah sikap
politik dari warga negara yang sudah puas dengan keadaan yang ada dan berlaku, serta berusaha mempertahankannya.
d. Konservatif
Perilaku konservatif adalah perilaku
politik masyarakat yang sudah puas dengan keadaan yang sudah ada dan cenderung
menolak atau menutup diri dari perubahan.
e. Liberal
Perilaku politik liberal, yaitu
sikap perilaku politik masyarakat yang berpikir bebas dan ingin terus maju.
Kaum liberal menginginkan perubahan progresif secara cepat. Perubahan yang
diinginkan berdasarkan hukum atau kekuatan legal untuk mencapai tujuan. Perilaku
politik individu atau kelompok dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
antaranya: minat terhadap politik, kepekaan sosial, kemampuan berorganisasi, kondisi
perekonomian dan lingkungan sosial.
C. Hubungan Kekuasaan dan Politik
Ramlan Surbakti dalam bukunya yang
berjudul Memahami Ilmu Politik, menyebutkan bahwa kekuasaan merupakan konsep
yang berkaitan dengan perilaku. Kekuasaan dipandang sebagai gejala yang selalu
terdapat dalam proses politik. Dalam kamus ilmu politik terdapat beberapa
konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh),
persuasion (persuasi), force (kekuatan), coercion (kekerasan) dan lain
sebagainya.
Influence adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela.
Persuasion adalah kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk
melakukan sesuatu. Force adalah penggunaan tekanan fisik, seperti membatasi
kebebasan, menimbulkan rasa sakit ataupun membatasi pemenuhan kebutuhan
biologis pihak lain agar melakukan sesuatu. Pengertian coercion adalah peragaan
kekuasaan atau ancaman dan paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak pihak
pemilik kekuasaan.
Dari konsep di atas, kekuasaan
politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh
untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga
keputusan itu menguntungkandirinya, kelompoknya
ataupun masyarakat pada umumnya. Bila seseorang, suatu
organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi
sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya
membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal
atau perkara, maka mereka mempunyai kekuasaan politik.
Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan
(authority), kemampuan untuk membuat orang lain melakukan
suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh
dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentikan
mobil di jalan, tidak berarti dia memiliki kekuasaan, tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari UU Lalu Lintas. Sehingga,
bila seorang pemegang kewenangan melaksankan
kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang
ia jalankan, maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya,
dan untuk itu dia bisa dituntut dan dikenakan sanksi.
Hasrat untuk memiliki kekuasaan merupakan keadaan alamiah manusia,
persis seperti yang dimaksudkan oleh Sartre dan Nietsche. Bagi
Sartre, kebutuhan dasar manusia adalah dianggap penting
dan dihargai. Sementara bagi Nietsche, manusia pada
dasarnya selalu didorong oleh hasrat untuk menjadi manusia super, manusia yang berkuasa. Dalam konteks kedudukan politik, boleh jadi
hasrat manusia alamiah inilah yang mendorong seseorang
mengejar kekuasaan politik. Menurut Lord Acton, kekuasaan
cenderung korup dan kekuasaan absolut pasti korup. Hal
itu sudah diketahui banyak orang, khususnya yang memperhatikan praktik kekuasaan atau politik, baik di pemerintahan, korporasi,
maupun organisasi kemasyarakatan.
Di sisi lain, karena politik berusaha mengurus dan mengendalikan
urusan masyarakat, politik juga dapat dijadikan sarana
untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada
masyarakat luas. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Orang-orang
yang melalui proses politik sekaligus diberi amanah untuk bekerja untuk rakyat malah menjadi orang pertama yang mengkhianati amanah itu,
dengan mengedepankan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri
di atas kepentingan rakyat. Jadi, sebenarnya orang-orang
yang bekerja dalam orbit politiklah, dan bukan politik
itu sendiri, yang telah membuat stigma dan label bahwa
politik selalu berorientasi pada kekuasaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
hakekatnya, kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang
diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang
dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya
identik dengan politik. Politik sendiri diartikan sebagai upaya untuk ikut
berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat.
Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku
politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik
hanyalah untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan
kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat
seluruhnya, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya
pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan masyarakat
terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam
kehidupan.
B. Saran
Hakekatnya
penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan
masyarakat umum, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu,
diperlukan pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan
masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta
kenyamanan dalam kehidupan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Adhari,
Yodi. 2009. Perilaku Politik. Online
Tersedia: http://yodiadhari.ngeblogs.com/2009/11/25/perilaku-politik-sesuai-aturan.
Amin, Z. I.
2005. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Heryawan,
Ahmad. 2009. Kekuasaan Politik.
Online.
Tersedia: http:// www.ahmadheryawan.com/kolom/3840-kekuasaan-politik.html.
Nugroho,
Rino. 2009. Kekuasaan dan Politik Dalam
Perilaku Organisasi. Online.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu
Politik. Jakarta : Grasindo.
Wikipedia.
2009. Kekuasaan Politik. Online.
Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_politik.