1. Paham multikultural di
Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik dan Kondisi pendidikan
multikultural di Australia saat ini
Paham multikultural di
Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik. Pemerintahan Partai Buruh
di bawah pimpinan Whitlam serta penerusnya Frazer dari Partai Koalisi
Konservatif telah memberikan angin segar terhadap perkembangan
multikulturalisme. Kemudian di bawah pemerintahan Partai Liberal terkenal
laporan Galbally yang menyebabkan berdirinya Australian Ethnic Affairs
Council pada tahun 1977 yang memberikan saran-saran penting kepada Ministry
for Immigration and Ethnic Affairs.
Orang-orang
Australia berasal dari seratus lebih negara yang berbeda-beda. Ada banyak
bangsa dan kebudayaan di Australia. Orang-orang Aborigin, telah hidup di
Australia selama lebih dari 50.000 tahun.. Orang Inggris memutuskan untuk
menetap di Australia sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Dalam dua ratus
tahun terakhir, arus imigrasi sangat memberikan andil terhadap pertumbuhan
penduduk Australia. Antara tahun 1788 dan 1947 para migran datang dari Inggris
dan Irlandia. Sesudah Perang Dunia II terjadi arus perpindahan penduduk ke
Australia dari banyak negara. Antara tahun 1950 dan tahun 1973 kebanyakan
migran datang dari Eropa. Sejak saat itu, terdapat kenaikan arus migrasi dari
Timur Tengah dan dari Asia. Pada tahun 1975, 20% dari jumlah penduduk
dilahirkan di luar Australia. Pada tahun 1995 jumlah ini naik menjadi 23%,
yakni satu dari setiap empat orang Australia dilahirkan di luar negeri. Antara
tahun 1984 dan 1994 jumlah orang Australia kelahiran Asia sangat meningkat.
Pada tahun 1994, 5% dari jumlah penduduk dilahirkan di Asia. Pada
tahun 1994-95 kelompok migran kelahiran luar negeri yang paling pesat
pertumbuhannya adalah dari Indonesia, Hong Kong dan Makau. Meskipun kebanyakan
orang Australia kelahiran luar negeri berasal dari Eropa, arus migrasi dari
Eropa telah sangat menurun jumlahnya dibandingkan arus migrasi dari Asia.
Agama
yang dominan di Australia tidak hanya Kristen Anglikan yang dibawa keturunan
Inggris, tapi juga aliran lain seperti Ortodoks dan Katolik yang kini menjadi
agama terbesar dengan total 4,6 juta pemeluk dari total 21 juta penduduk
Australia. Selain Kristen/Katolik, beberapa agama juga hidup seperti Islam
(2%), Buddha (2%), Hindu (1%), Yahudi, Sikh, Baha'I, dan Ahmadiyah.
Bahkan
berdasar sensus 2006, agama-agama non-Kristen/Katolik semakin meningkat
perkembangannya, yakni Hindu (55%), Islam (21%), dan Buddha (17%). Begitu pun
bahasa yang digunakan. Selain bahasa Inggris, dalam komunikasi sehari-hari
masih banyak warga Australia yang mempertahankan bahasa ibu seperti
Italia,Yunani, Kanton,Arab, Mandarin, Vietnam, dan ada pula yang menggunakan
bahasa Indonesia. Kebudayaan, agama, dan bahasa yang berwarna-warni kini
membentuk Australia sebagai negara multikultural.
Paham multikulturalisme
di Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik. Partai Buruh merupakan
partai tertua dan paling berkuasa di Australia. Sebagai lawan partai ini adalah
partai Liberal. Partai Liberal merupakan pendukung utama Kebijakan Australia
Putih (White Australia Policy), sebuah kebijakan yang melarang imigran
non Eropa untuk datang ke Australia. Tujuannya
untuk menjaga kemurnian ras eropa yang ada di Australia, ras ini
dianggap sebagai ras terbaik sehingga tidak boleh tercampur oleh ras manapun,
paham ini banyak digunakan oleh negara-negara pada abad ke-19 sebagai penumbuh
rasa nasionalisme.
Dari
penjelasan di atas paham
ini mengakibatkan tidak ada kesempatan orang warga yang bukan asli eropa untuk
memperoleh hak yang sama dengan warga asli Negara tersebut. Mengakibatkan
kekhawatiran akan terjadinya persaingan upah buruh karena buruh dari luar Eropa
umumnya memiliki harga yang lebih murah sehingga akan berdampak pada tingkat
kesejahteraan para buruh asal Eropa yang ada di Australia. Hal ini dapat
berdampak buruk bagi perekonomian Negara Australia. Dampak tersebut mulai
terasa setelah perang dunia ke 2, dimana Australia mengalami krisis tenaga
kerja yang produktif, yang memaksa
Partai Buruh untuk membuka mata dan menganggap Kebijakan Australia Putih sudah
tidak relevan terhadap perekonomian di Australia. Dalam kebijakan tersebut
terdapat perbedaan fisik yang sangat menonjol, juga latar
balakang budaya dan pola hidup yang sangat berbeda. Kenyataan inilah yang
menunjukkan bahwa kebijaksanaan asimilasi pada dasarnya tidak bermanfaat banyak
bagi para imigran Asia dan Afrika hitam. Akhirnya kebijakan tersebut di
hapuskan.
Tapi kenyataan kontradiktif dari
pelaksanaan kebijakan multikulturalisme terlihat dari kelompok masyarakat asli
“Aborigin”. Pengalaman- pengalaman pahit yang dialami oleh penduduk asli ini
semenjak mereka kehilangan tanah-tanah mereka seperti white Australian
policy, assimilasi, hingga multikulturalisme, menjadikan mereka kehilangan
kepercayaan terhadap negara dan pemerintahan Australia sendiri. Mereka merasa
bahwa berbagai kebijakan yang diterapkan tidak lain hanyalah upaya kontrol
sosial terhadap kebudayaan mereka. Posisi Aborigin pada akhirnya merupakan
dilema tersendiri dalam kebijakan multikulturalisme. Oleh karena itu di tingkat
birokrasi dibentuk Aboriginal Reconsiliation Council yang bekerja sama
dengan The National Multicultural Advisory Council. Di sini, penekanan
diberikan kepada ‘cultural diversity’ dari pada multikulturalisme,
dengan harapan hal ini akan lebih mudah diterima. Namun yang paling dirasakan
dalam penerapannya ialah tidak adanya upaya anti rasisme yang serius, terutama
dalam mengatasi diskriminasi rasial yang berlaku dalam segala tingkatan
masyarakat.
Namun sekarang ini pemerintah Australia
bersikap mewujudkan program pendidikan Multikulturalisme yang baik yang dapat
menyatukan dan mewujudkan kerukunan antar semua orang yang berada di Negara
Australia yang merupakan penduduk asli Australia maupun luar dari Eropa.
Pemerintah Australia memberikan kesempatan untuk setiap warga Negara untuk berperan
aktif dan saling menyatu menghormati hak asasi
manusia, demokrasi, dan perundangan, mengakui dan menghormati perbedaan,
memanfaatkan keragaman, serta menghargai dan mendorong partisipasi seluruh
warga dalam kehidupan bermasyarakat.
Kebijakan di
Australia dimaksudkan untuk menjaga kerukunan melalui multikulturalisme.
Menurut kebijakan ini, semua orang Australia bebas untuk hidup di tempat yang
dipilihnya dan bebas untuk mempertahankan kebudayaannya. Mereka dapat
menggunakan dan mempelajari bahasanya. Mereka bebas untuk menjalankan agamanya.
Orang-orang dari semua bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa adalah sama di mata
hukum.
2. Kebijakan
multikulturalisme di Jerman
saat ini mengenai imigran
bekerja yang berasal dari Negara-negara disekitarnya dan Negara Turki merupakan
Negara yang paling banyak mensuplay
kaum pekerja khususnya yang beragama Islam
Munculnya pendidikan
multikultural di Jerman Sesudah Tahun 1945, Kelompok kecil minoritas yang telah
tinggal di Jerman selama berabad-abad berasal dari Denmark, Friesland, dan
Sorbes. Golongan minoritas ini dilindungi oleh UU khusus. Kedua, kaum pelarian
yang berjumlah 12 juta orang. Mereka ini antara lain orang-orang yang mencari
keamanan dari Jerman Timur masuk ke Jerman Barat, juga ada yang mencari suaka
krn tdk diterima oleh negara-negara bekas teritori Jerman Raya. Orang Jerman
imigran dari negara-negara Eropa Timur yang ingin kembali ke negaranya sesudah
PD II karena mereka diusir dari negara Cekoslowakia, Polandia, dan Rusia.
Kelompok yang merupakan pekerja-pekerja tamu yang diundang oleh negara Jerman
Barat antara tahunh 1961-1973. kelompok ini berasal sepertiganya berasal dari
dari Turki, sepertiga lainnya dari Yugoslavia, Yunani, Italia, Spanyol,
portugis, dan sepertiga lainnya dari negara-negara lain.
Ada beberapa kebijakan Pendidikan
multikultural di Jerman, yaitu :
a. Kebijakan
Separatisme. Kebijakan ini berlaku bagi golongan-golongan minoritas yang sudah
berabad-abad tinggal di Jerman. Mereka dilindungi oleh UU khusus dan dapat
menyelenggarakan pendidikannya menurut kebudayaan golongan minoritas ini.
b. Kebijakan
asimilasi. Kebijakan ini bertujuan agar anak-anak dari orang asing tersebut
dapat menyesuaikan diri atau berasimilasi dengan masyarakat Jerman.
c. Kebijakan
kerja sama. Kebijakan ini mengakui adanya golongan-golongan minoritas yang
mempunyai kebudayaan-kebudayaan tertentu. Mereka dihormati sepanjang tidak
mengganggu ketenteraman kehidupan masyarakat umum. Terkenal pendidikan yang
disebut intercultural education.
d. Kebijakan
Uni Eropa. Dengan lahirnya Uni Eropa muncullah pendidikan yang menjembatani
perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat Eropa.
Memang
banyak pekerja-pekerja yang berasal dari Negara di sekitarnya misalnya Turki
yang mayoritas beragama islam. Sebenarnya kebijakan-kebijakan tersebut menguntungkan
bagi kaum-kaum minoritas tapi banyak
kaum minoritas khususnya yang berasal dari Turki banyak
yang mengabaikan kebijakan tersebut. Misalnya pada kebijakan asimilasi.
Kebijakan ini bertujuan agar anak-anak dari orang asing tersebut dapat
menyesuaikan diri atau berasimilasi dengan masyarakat Jerman. Disini banyak
dari orang Turki yang mengabaikan hal tersebut. Seperti pernyataan Perdana
Menteri Jerman Angela Merkel mengakui multikulturalisme di negaranya telah
gagal. Banyak komunitas imigran, misalnya,
memisahkan diri dari masyarakat asli Jerman, merasa terkucil dalam banyak hal
lantaran penguasaan bahasa Jerman yang sangat lemah. Karena masalah besar
bahasa ini, para guru di sebagian sekolah tidak bisa lagi mengatur kelas karena
para siswa tidak mengerti apa yang disampaikan. Ada banyak pemuda imigran yang
tinggal di Jerman yang menjauhkan diri dari masyarakat karena merasa diasingkan
dan menjadi lebih rentan pada pemikiran ekstremis.
Dalam
partainya Merkel di desak untuk lebih tegas terhadap warga imigran khususnya
Turki agar dapat berdaptasi dengan baik dengan warga asli Jerman. Menurut
pendapat saya Jerman sedang melakukan integrasi yang kebanyakan berhasil
menyatukan bahasa yang berbeda beda agar masyarakat bisa hidup berdampingan.
Memang butuh proses untuk warga imigran untuk mempelajari bahasa Jerman. Di
butuhkan Pendidikan yang mendukung dalam program ini agar kesempatan yang di
dapat dalam memperoleh pendidikan dan kehidupan yang layak sama dengan warga
Negara Jerman asli.
3.
Kebijakan
Multikulturalisme (Pendidikan Multikultural) di Amerika Serikat sejauh ini dan kaitannya dengan prinsip-prinsip
Negara Demokrasi
Negara Amerikat Serikat merupakan Negara yang mengaku
bahwa pemerintahannya sangat demokratis. Menurut saya hal tersebut tidak sesuai
dengan prakteknya. Pemerintah Amerika masih mementingkan kepentingannya dan
memaksa kehendaknya
sendiri terhadap pihak-pihak luar, contohnya negara irak. Dari kebijakan yang
ada ini menimbulkan banyak sekali konflik yang memicu adanya peperangan untuk
memprotes kebijakan yang di terapkan oleh Amerika. Karena didalam prakteknya negara amerika hanya
memaksakan kehendaknya sendiri terhadap pihak-pihak luar, contohnya negara Irak. Seharusnya dalam prinsip demokrasi, dalam
suatu negara harus mempunyai unsur-unsur kebebasan sipil, kebebasan beragama,
seperti berpendapat, berkumpul, penjagaan hak privasi, kepemilikan pribadi,
kebebasan melakukan perjalanan, kebebasan berniaga, dan seterusnya. Yang
terjadi malah agenda serangan militer kepada beberapa negara tanpa alasan yang
kuat.
Dari kebijakan yang ada
ini menimbulkan banyak sekali konflik yang memicu adanya peperangan untuk
memprotes kebijakan yang di terapkan oleh amerika. Padahal dalam prinsip
demokrasi, dalam suatu negara harus mempunyai unsur-unsur kebebasan sipil,
kebebasan beragama, seperti berpendapat, berkumpul, penjagaan hak privasi,
kepemilikan pribadi, kebebasan melakukan perjalanan, kebebasan berniaga, dan
seterusnya. Negara-negara ini memprotes keras paham multikulturalisme yang
diterapkan oleh goerge Bush.Mereka menuntut aksi aborsi dan kawin sesama jenis,
juga agenda serangan militer kepada beberapa negara tanpa alasan yang kuat.
Seperti serangan ke Irak. Sehingga mendekati pemilu demokratis Irak Januari
2005, intensitas pertumpahan darah terus meningkat kian hari, dan menjadi
penghias media–media massa pada saat itu. Tentu tidak terbayangkan bagaimana
sebuah pemilu “demokratis” bisa berjalan di tengah ancaman kemanan yang begitu
nyata. Serangan ke Irak. Sehingga mendekati
pemilu demokratis Irak Januari 2005, intensitas pertumpahan darah terus
meningkat kian hari, dan menjadi penghias media–media massa pada saat itu.
Tentu tidak terbayangkan bagaimana sebuah pemilu “demokratis” bisa berjalan di
tengah ancaman kemanan yang begitu nyata. Pada tataran teoritis, demokrasi sama
sekali tidak identik dengan revolusi dan pertumpahan darah, melainkan ia
merupakan mekanisme perebutan kekuasaan dengan sebuah kesadaran yang serasional
mungkin. Kudeta, pertumpahan darah, maupun revolusi tidak bisa menjadi
instrumen demokrasi. Kalau demokrasi dipaksakan terlalu dini, maka suasana
demokratis tidak akan tercipta, yang muncul malah ketegangan berkepanjangan,
dan itu sama sekali tidak kondusif bagi demokrasi. Salah satu penyebab
gelombang demokrasi, yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington dalam Gelombang
Demokratisasi Ketiga, adalah intervensi Amerika Serikat.
Pendidikan multikulturalisme di Amerika berawal dari dari masalah bagaimana
menghargai kebudayaan dari masing-masing kelompok etnis agar kekayaan budaya
dari masing-masing kelompok etnis dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
masyarakat Amerika Serikat. Untuk mewujudkan hal tersebut timbul gagasan
mengenai pendidikan yang cocok dengan masyarakat yang pluralistik yang memicu
munculnya konsep pendidikan multikultural. Ini dilakukan untuk
perubahan-perubahan di dalam tujuan pendidikan, kurikulum, proses belajar
mengajar, juga kedudukan sekolah di dalam masyarakat pluralistik. Selain itu,
para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang prodemokrasi dan HAM, antirasisme
dan diskriminasi menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk
pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah. Pendidikan
multikulturalisme di Amerika berawal dari dariers masalah bagaimana menghargai
kebudayaan dari masing-masing kelompok etnis agar kekayaan budaya dari
masing-masing kelompok etnis dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
masyarakat Amerika Serikat. Untuk mewujudkan hal tersebut timbul gagasan
mengenai pendidikan yang cocok dengan masyarakat yang pluralistik yang memicu
munculnya konsep pendidikan multikultural. Ini dilakukan untuk
perubahan-perubahan di dalam tujuan pendidikan, kurikulum, proses belajar
mengajar, juga kedudukan sekolah di dalam masyarakat pluralistik. Selain itu,
para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang prodemokrasi dan HAM, antirasisme
dan diskriminasi menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk
pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah. Pendidikan ini di berikan bukan
hanya Bahkan anak-anak Cina, Meksiko, dan berbagai
golongan suku bangsa lainnya mulai belajar dengan menggunakan bahasa ibunya di
sekolah sampai pada tahap-tahap tertentu. Tapi tetap saja, di Amerika masih ada
sikap kurang menghargai terhadap para imigran / pendatang, misalnya pada
masyarakat muslim. Mereka selalu saja dicurigai biang teroris di dunia ini,
seperti kita bisa lihat dalam film My Name is Khan. Tapi tetap saja, di Amerika masih ada sikap kurang menghargai terhadap para
imigran / pendatang, misalnya pada masyarakat muslim. Jadi Amerika sudah tepat untuk menjalankan Pendidikan Multikulturalisme
agar masyarakat di Amerika bisa dapat hidup rukun berdampingan antar warga
imigran dan warga asli Amerika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar