TUGAS TERSTRUKTUR UJI KOMPETENSI DASAR EMPAT
REVIEW BAB 14 :
PERUBAHAN DAN PEMBANGUNAN POLITIK
Dosen Pengampu : Muhammad Hendri Nuryadi,
S.Pd.
Disusun Oleh :
AGUS PRASETIYO
K6410002
PRODI PENDIDIKAN
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
2010
BAB 14 : PERUBAHAN DAN
PEMBANGUNAN POLITIK
Semua objek, perihal, dan aspek kehidupan selalu mengalami
perubahan. Pembangunan dan moderanisasi politik merupakan perubahan politik, tetapi
tidak sebaliknya, modernisasi dengan pembangunan politik
sama-sama menitikberatkan pada tujuan yang hendak dicapai. Pembangunan politik sebagai implikasi politik dari
pembangunan dan cenderung dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Sasasaran
pembangunan politik bukan hanya sistem politik demokrasi, tetapi juga kemampuan
lain yang dianggap penting dengan suatu sistem politik untuk dapat
melestarikannya. Dibidang pertahanan negara, perubahan mendasar mencakup
aspek-aspek struktur, kultur, dan hukum. Di Indonesia perubahan tersebut dituangkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, berisi kebijakan pertahanan negara RI. Perubahan
politik dunia yang terjadi di era globalisasi, telah menghadirkan kompetisi
antar bangsa dan negara. Kondisi ini cenderung mengarah pada perebutan pengaruh
yang cukup ketat, baik nasional, regional maupun global. Perkembangan tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan situasi keamanan dunia dengan munculnya
isu-isu keamanan baru.
Tujuan pembangunan politik yaitu : sebagai integrasi politik,
pemerintahan yang efisien, dan pemerintahan yang bersih. Ada 5 tujuan lain, yaitu : pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan, demokrasi, stabilitas,
dan otonomi nasional. Prinsip pembangunan Indonesia (Trilogi
Pembangunan) berisi : pertumbuhan
ekonomi, pemerataan, dan
stabilitas. Selain tujuan itu, terdapat beberapa
pendekatan antara lain : pendekatan
melihat tujuan pembangunan politik sebagai selaras satu sama lain, pendekatan melihat
tujuan pembangunan sebagai bertentangan satu sama lain, dan pendekatan
rekonsiliasi melihat tujuan pembangunan yang satu dapat direkonsiliasi dengan
tujuan lain dengan sejumlah yang tepat.
Objek perubahan politik meliputi :
sistem politik, struktur kekuasaan, dan strategi untuk menengani permasalahan
kebijakan umum dan lingkungan masyarakat. Perubahan politik menurut segi luas
mendasarnya perubahan terjadi, perubahan politik dibedakan menjadi 3 yaitu : perubahan sistem (perubahan yang terjadi pada ketiga elemen
sekaligus yang bersifat radikal,
perubahan ini dibedakan menjadi 2 yaitu progresif
dan retrogresif), perubahan di dalam sistem (merupakan
perubahan dalam proses politik yang menyebabkan terjadinya sejumlah modifikasi
dalam ketiga elemen sistem politik),
dan perubahan karena dampak berbagai kebijakan umum (seperti perubahan
kepemimpinan serta tidak jarang karena demonstrasi yang melibatkan massa rakyat
untuk mendesak penguasa membuat kebijakan seperti yang mereka tuntut).
Perubahan sosial dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : perubahan seluruh pemimpin pemerintah
(seperti pergantian kabinet dan seluruh jajaran eksekutif total berkaitan dengan
perubahan secara tiba-tiba), perubahan
sebagian pemimpin pemerintahan atau suatu partai yang berkuasa berkoalisi
dengan partai kecil merupakan perubahan evolusioner, dan perubahan yang tak
mengalami perubahan pemimpin, para pemimpin yang berkuasa mengakomodasikan
sebagian tuntutan pihak oposisi. Penyebab
perubahan politik adalah : konflik kepentingan (perubahan merupakan hasil
interaksi kepentingan yang secara ketat dikontrol, bahkan ditentukan oleh
posisi sosial atau kondisi materiil elit yang terlibat) dan munculnya
gagasan-gagasan atau nilai baru (pandangan ini melihat gagasan atau nilai
sebagai variabel yang independen yang menjelaskan perbedaan antara sistem
sosial dan proses-proses perubahan dan reproduksi).
Modernisasi politik merupakan salah satu bentuk pembangunan
politik.
Terdapat 5 variabel pola untuk memehami dan menjelaskan tingkat perkembangan masyarakat yaitu : afektif atau afeksi netral, orientasi kolektif atau individual, universalisme atau partikularisme, faktor kemampuan atau keturunan dan hadiah, dan kespesifikan atau keberbaruan. Dalam masyarakat modern, kriteria yang digunakan untuk merekrut seseorang untuk menduduki suatu peranan dapat berupa kemampuan yang diuji berdasarkan tes dan prestasi kerja. Sebaliknya pada masyarakat tradisional, kriteria yang digunakan untuk menentukan status, jabatan, dan kehormatan berupa kasta, dan atas pemberian alam, seperti jenis kelamin, umur, atau keturunan. Ada 7 sistem politik modern yaitu :
Terdapat 5 variabel pola untuk memehami dan menjelaskan tingkat perkembangan masyarakat yaitu : afektif atau afeksi netral, orientasi kolektif atau individual, universalisme atau partikularisme, faktor kemampuan atau keturunan dan hadiah, dan kespesifikan atau keberbaruan. Dalam masyarakat modern, kriteria yang digunakan untuk merekrut seseorang untuk menduduki suatu peranan dapat berupa kemampuan yang diuji berdasarkan tes dan prestasi kerja. Sebaliknya pada masyarakat tradisional, kriteria yang digunakan untuk menentukan status, jabatan, dan kehormatan berupa kasta, dan atas pemberian alam, seperti jenis kelamin, umur, atau keturunan. Ada 7 sistem politik modern yaitu :
1. Sistem organisasi pemerintahan terdiferensiasikan dengan fungsi
yang spesifik.
2. Integrasi didalam struktur pemerintahan dalam pembuatan keputusan.
3. Prosedur rasional dan sekuler dalam pembuatan keputusan.
4. Keputusan politik dan administratif berjumlah besar.
5. Identifikasi masyarakat yang luas dan mendalam dengan sejarah,
wilayah dan identitas nasional negara.
6. Perhatian dan keterlibatan masyarakat yang sangat luas dalam
sistem politik.
7. Alokasi peranan politik ditentukan berdasarkan kemampuan.
Dapat disimpulkan 9 karakteristik proses modernisasi yaitu :
revolusioner, kompleks, sistemik, global, evolusioner, bertahap, penyeragaman, tak akan mundur lagi, dan progresif. Intinya dalam
jangka panjang, modernisasi meningkatkan martabat manusia secara kultural
maupun secara materiil. Hal-hal yang telah dikemukakan tidak hanya sebagai
suatu pengetahuan akhir, tetapi sebagai salah satu alternatif alat untuk
memahami perubahan politik, maka dari itu diperlukan suatu pengkajian secara
terastruktur dan berkelanjutan.
Indonesia di Tengah
Arus Perubahan Politik Dunia
Sejak
perang dingin berakhir, dunia terus bergerak menuju equilibrium yang baru; perang
Irak adalah satu dari sederet dinamika perubahan tersebut. Mereka yang paham kemana
arus besar globalisasi akan bergerak, justru dengan mudah dapat memanfaatkan
daya dorong perubahan tersebut untuk mewujudkan kepentingan
nasionalnya.Derasnya arus perubahan juga bisa menghadirkan miracle dan kesempatan
untuk melaksanakan high acceleration pembangunan tanpa mengeluarkan biaya dan
tenaga yang berarti. Anehnya di beberapa negara, persoalan yang sesungguhnya
begitu sederhana, kemudian dibuatnya menjadi complicated karena mereka enggan,
asal-asalan, ada pula yang memang tak peduli, dan kemudian keliru dalam
menyikapi perubahan lingkungan global yang sedang terjadi.
Sejak
tragedi 12 Oktober 2002 di Bali memang telah terjadi sedikit perubahan dalam
menyikapi soal terorisme, namun sulit bagi dunia untuk meyakini bahwa kita
sungguh-sungguh memerangi terorisme secara berkelanjutan. Apalagi pengeboman
dan sejumlah tindak kekerasan terus terjadi. Sikap yang terus tidak jelas
terhadap terorisme, bila dihadapkan pada kerawanan geografis, sangat mungkin
menimbulkan asumsi bahwa Indonesia jadi persembunyian yang paling aman bagi
teroris pelarian dari negara-negara lain.
Dalam
kasus perang Irak, sikap kita dalam membela Presiden Saddam Hussein juga lebih
militan daripada bangsa-bangsa Arab maupun rakyat Irak sendiri. Pascaperang
Irak di saat segenap negara mencoba berbaik-baikan dengan AS dan sekutunya
untuk berebut rezeki dalam program rekonstruksi dan rehabilitasi, kita memilih
jalan lain dengan merapatkan diri ke Rusia dan beberapa negara eks Eropa Timur
lainnya yang saat ini justru mempunyai ketergantungan yang tidak kecil terhadap
Barat, khususnya AS. Padahal sikap yang demikian itu bisa mengganggu
persahabatan kita dengan banyak negara Barat.
Persoalan
internal seperti Aceh kemudian diangkat ke forum internasional lewat peran
sebuah LSM (Henry Dunant Centre) yang ditindaklanjuti dengan Forum Donor Tokyo
untuk Aceh. Tak lama kemudian kita menyilakan mereka lepas tangan. Sepertinya
semua dipikir secara pendek, tidak menghitung kemungkinan timbulnya komplikasi
dan masalah baru di kemudian hari. Begitu pula dari aspek geopolitik, dengan
Cina yang segera bangkit sebagai "raksasa" sudah barang tentu membuat
banyak pihak berkepentingan adanya jalur laut bebas yang menghubungkan antara
Samudera Hindia dan Pasifik.
Begitu
pula posisi strategis Aceh khususnya Pulau We kelak setelah Thailand membuat
terusan yang menghubungkan antara Samudera Hindia, Laut Cina Selatan, dan
Pasifik. Banyak pihak akan diuntungkan secara geopolitik dengan lepasnya Timor
Timur. Dan bisa jadi mereka juga berharap Papua dan Aceh (mungkin juga bagian
NKRI lainnya) dalam konteks geopolitik itu?.Apakah semua ini terabaikan hanya
karena elite politik dan juga Pemerintah begitu sibuk menjelang Sidang Tahunan
MPR Agustus 2003 dan juga Pemilu 2004? Atau suatu kealpaan semata, atau memang
ada kesengajaan di antara kita?
Dan
bukankah kekuatan yang paling mendasar untuk menjaga keutuhan wilayah dan
kedaulatan bangsa dan negara pada saat kita sendiri sedang "sakit
keras" karena belum mampu keluar dari krisis, adalah justru terletak pada
jalinan persahabat kita dengan segenap negara, dan haruskah kita sadar kelak
setelah semuanya sudah tercerai berai?
Pada
saat-saat yang menentukan, kepemimpinan seringkali identik dengan menentang
arus. Maka yang diperlukan bukan bertanya apa yang dikehendaki rakyat, tetapi
apa sebenarnya yang lebih dibutuhkan rakyat dalam jangka panjang dan apa yang
harus diperbuatnya sekarang juga. Memang ini tidak mudah, dan bahkan terkadang
harus kehilangan jabatan dan bisa jadi kehilangan nyawa. Akan tetapi, bila
pemimpin tidak mau meng-exercise yang demikian itu, rakyat banyak akan
menanggung deritanya dan dalam banyak hal akan kehilangan nyawanya.