ANALISIS : KONFLIK POLITIK DAN EKONOMI DI
INDONESIA
disusun guna memenuhi tugas Uji
Kompetensi Dasar 4
Mata Kuliah : Integrasi Nasional/ Semester 2
Dosen Pengampu : Dra. Ch. Baroroh,
M.Si.
AGUS PRASETIYO
NIM. K6410002
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
KONFLIK POLITIK
1.
Konflik
PKB
Konflik
|
Jakarta,
CyberNews. Konflik di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terus
berkelanjutan. Namun menjelang verifikasi partai politik, PKB harus
menyelesaikan urusan rumah tangganya. Jika tidak maka partai yang didirikan
oleh Almarhum KH Abdurrahman Wahid ini terancam tidak bisa ikut
pemilu."Jika sampai bulan Agustus tidak ada Islah atau duduk bersama
antara orang yang berselisih di PKB maka partai ini bakal tidak bisa ikut
pemilu," kata kuasa Hukum DPP PKB hasil Muktamar Semarang Ikhsan
Abdullah di Jakarta, Minggu (24/4).Dia menjelaskan konflik dalam sebuah
parpol menurut Undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik harus
diselesaikan secara internal, jika tidak bisa maka harus menempuh jalur
hukum. Sementara di jalur hukum diberi waktu 1 bulan di Pengadilan Negeri
(PN) dan 2 bulan di Mahkamah Agung.Selain itu dalam UU tersebut juga
disebutkan harus punya kepengurusan di wilayah sebanyak 100 persen. Saat ini
di internal kepengurusan PKB ada beberapa wilayah yang melakukan gugatan ke
PN terkait konflik kepengurusan."Kasus-kasus hukum ini jika tidak
selesai sampai bulan Agustus maka PKB tidak lolos verifikasi dan tidak bisa
ikut pemilu. Kalau Muhaimin Ngotot tidak mau duduk bersama, sama halnya tidak
mempedulikan nasib partai," tandasnya.Dia mengingatkan ihwal gugatan
perselisihan Partai Politik di PN Jakarta Pusat dan gugatan pembatalan SK
Menteri Hukum dan Ham mengenai Periodesasi Kepengurusan yang ditambah sesuka
hati, PKB terancam tidak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2014. Dengan
demikian, lanjut Ikhsan Abdullah, Kementerian Hukum dan HAM tidak bisa
melakukan verifikasi terhadap partai politik yang sedang bersengketa seperti
PKB untuk bisa ikut menjadi peserta pemilu 2014. "Bisa daftar, diterima
dulu tapi tidak bisa diverifikasi. Kemenkumham harus melihat apakah partai
tersebut bermasalah atau tidak,"ujarnya. Dikatakan, Pasal 32 ayat (1)
menegaskan perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai
Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART.
|
Sumber
|
Suara Merdeka.2011.”Terus Didera Konflik, PKB Terancam Tak
Lolos Verifikasi”. http://suaramerdeka.com
|
Analisis
|
Dalam kasus konflik politik ini menjelaskan bahwa
pada partai PKB yang sedang didera konflik internal partai dimana konflik itu
harus diselesaikan dengan cara kekeluargaan dari partai PKB tersebut agar
dapat mengikuti pemilu selanjutnya.
|
2.
Konflik
Pilkada Aceh
Konflik
|
Konflik terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), namun kini justru konflik politik muncul saat masyarakat sedang
menikmati kedamaian itu. Situasi konflik politik terkait perbedaan pandangan
mengenai hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga kini belum lerai,
meskipun Gubernur Irwandi Yusuf berencana melantik Bupati/Wakil Bupati
terpilih pada September 2007. Bahkan, publik di Aceh sempat tersentak ketika sebuah
granat meledak merusakkan bahagian kantor/pendopo bupati di Kutacane, ibukota
kabupaten Aceh Tenggara, belum lama ini.
Tersentak? Ya, karena saat
wilayah lain menjadi langganan letusan mesin perang dan bahan peledak,
Kabupaten Aceh Tenggara justru menjadi tempat yang paling aman dari derasnya
arus konflik ketika itu. Konflik politik pascasuksesi bupati/wakil bupati
diyakini sebagai pemicu ledakan dan serangkaian aksi massa yang
mengobrak-abrik kantor bupati, sehingga membuat situasi keamanan memanas di
kabupaten berjuluk “genap sepakat” itu. Rangkaian proses pilkada yang mestinya sudah sampai ke
tingkat pelantikan pemenangnya, sempat terhambat karena rekapitulasi
penghitungan suara diulang dan diambil alih Komisi Independen Pemilu (KIP) Provinsi
NAD. Bahkan, sebagian besar camat, kepala dinas dan badan serta instansi di
Kabupaten tersebut beramai-ramai mengembalikan kendaraan dinas plus stempel
ke gedung DPRK karena merasa tidak puas atas proses suksesi pemilihan kepala
daerah. Tidak hanya itu, belasan camat juga sempat “hijrah” ke
Jakarta menemui sejumlah pejabat negara untuk menyampaikan protes mereka
terhadap hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Khabar terbaru yang membuat
publik dan tokoh Aceh kembali tersentak menyusul ancaman anggota DPRK yang
menolak sidang paripurna pelantikan bupati/wakil bupati terpilih, pasangan
Hasanuddin Beruh/Syamsul Bahri. DPRK Agara yang dipimpin H Umuruddin Desky menyatakan
menolak pelaksanaan sidang paripurna istimewa pelantikan dan terah terima
jabatan Bupati/Wakil Bupati Hasanuddin/Syamsul Bahri.
Sah secara hukum Mayoritas anggota dewan, 19 dari 24 anggota yang hadir
menolak pelaksanaan sidang paripurna istimewa, sementara lima lainnya, antara
lain M Sofyan Desky Fraksi Sepakat Segenap setuju digelar sidang tersebut.
M Sofian Desky mengatakan,
dirinya mendukung surat kawat Gubernur Aceh tentang akan dilaksanakannya
pengambilan sumpah, pelantikan dan serah terima jabatan Bupati dan Wakil
Bupati Agara, Hasanuddin dan Syamsul Bahri.
Begitupun, Ketua DPRK Umuruddin
menyatakan pelantikan Bupati/Wakil Bupati adalah hak gubernur, tetapi sidang
paripurna merupakan hak DPRK Agara. Keputusan Mendagri adalah bukan Keputusan
DPRK Agara, katanya. Sementara Wakil Ketua DPRK Agara, Syech Ahmadin,
mengatakan, hasil rapat pleno sepakat bahwa DPRK menolak melaksanakan sidang
paripurna istimewa bagi pelantikan pasangan Bupati terpilih
Hasanuddin/Syamsul Bahri. “DPRK Agara menolak diadakannya sidang paripurna
mengingat Mendagri belum membalas surat usulan yang telah dikirim DPRK. Dalam
hal ini KIP NAD telah membuat pemenang tandingan,” ujar Syech Ahmadin.
Berkaitan dengan konflik
politik tersebut, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Syiah Kuala
(Unsyiah) Dr Iskandar A Gani MH menyatakan, pelantikan Bupati terpilih bisa dilakukan
Gubernur NAD Irwandi Yusuf. “Secara hukum Hasanuddin/Syamsul Bahri yang terpilih sebagai Bupati/Wakil
Bupati Aceh Tenggara sah karena sudah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
(Mendagri, Widodo AS, red),” katanya. Gubernur Irwandi selaku pejabat
perpanjangan tangan pemerintah pusat harus segera melantik Bupati/ Wakil
Bupati Agara, sehingga roda pemerintah di daerah itu berjalan baik.
Meskipun DPRK Agara tidak
mengakui pasangan tersebut, tapi dalam sistem hukum tata negara, keputusan
yang diambil dari lembaga tertinggi dalam hal ini Depgari adalah sah,
sehingga mau tidak mau lembaga yang di bawahnya harus mengikutinya, kata
Iskandar. Terkait dengan keputusan KIP Agara yang menetapkan
Armen Desky/M Salim Fakri sebagai Bupati/wakil Bupati, ia menyatakan,
keputusan itu dinilai melanggar peraturan sehingga KIP Provinsi Aceh
mengambil alih, dan secara hukum itu dibenarkan. Segera dilantik
“Jadi, secara hukum KIP Aceh
dan KIP Agara memiliki satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dan itu
diatur dalam qanun (peraturan pemerintah). Pemerintah dalam hal ini Mendagri
menerima keputusan KIP provinsi yang kedudukannya lebih tinggi dari KIP
Agara,” katanya. Iskandar menyayangkan penolakan legislatif Aceh
Tenggara, karena sebagai lembaga negara DPRK tidak bisa bersikap seperti itu.
Seharusnya DPRK Agara mendukung keputusan lembaga negara yang lebih tinggi,
yakni Depdagri. Ketua PDI Perjuangan DPD NAD, Karimun Usman juga
menyatakan Pemerintah Aceh tidak perlu takut pada ancaman DPR Kabupaten Aceh
Tenggara yang menolak pelantikan bupati/wakil bupati terpilih pasangan
Hasanuddin Beruh/Syamsul Bahri. “Saya berharap, Pemerintah tidak perlu takut dengan
ancaman itu karena pelantikan bupati/wakil bupati terpilih. Sesuai undang
undang, Gubernur memiliki dapat melantik Bupati/Wakil Bupati Agara agar roda
pemerintahan berjalan normal,” katanya. Masalah pelantikan pejabat pemerintahan, termasuk
gubernur dan bupati/walikota bisa dilakukan di mana saja, bahkan bila perlu
di bawah pohon kayu sekalipun. Seperti pelantikan Abdullah Puteh medio
2000-an di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM). Wakil Gubernur (Wagub) NAD
Muhammad Nazar menyatakan pihaknya segera menyurati DPRD dan Penjabat Bupati
Aceh Tenggara untuk mempersiapkan pelantikan bupati terpilih yang dijadwalkan
berlangsung 1 September 2007. “Pagi ini kita sudah mengirim surat kawat No.131/25777.
Kita minta DPRD dan Penjabat Bupati Agara melakukan persiapan seperlunya
sehubungan dengan pelantikan Bupati terpilih,” katanya didampingi Sekda NAD
Husni Bahri TOB. Menurut dia, pelantikan tetap dilaksanakan karena rapat
paripurna yang bersifat istimewa tidak memerlukan quorum atau mengambil
keputusan, tetapi hanya bersifat pelaksanaan.
Bila pelantikan pasangan
Bupati terpilih selesai dilaksanakan, situasi konflik yang kini dirasakan
masyarakat Kabupaten penghasil jagung dan kimiri itu diharapkan dapat berubah
menjadi sejuk dan damai. (ant/ Azhari)
|
Sumber
|
Redaksi.2007.”konflik
politik ditengah suasana damai”. http://beritasore.com
|
Analisis
|
Pada pemilihan bupati Aceh setelah
pilkada menimbulkan konfli di masyarakat in disebabkan karena masyarakat
menganggap adanya rekapitulasi
penghitungan suara diulang dan diambil alih Komisi Independen Pemilu (KIP)
Provinsi NAD. Bahkan, sebagian besar camat, kepala dinas dan badan
serta instansi di Kabupaten tersebut beramai-ramai mengembalikan kendaraan
dinas plus stempel ke gedung DPRK karena merasa tidak puas atas proses
suksesi pemilihan kepala daerah.
|
3.
Konflik
Politik Jelang Pemilu 2009
Konflik
|
JAKARTA, SENIN — Konflik kekerasan bernuansa
politis akan mengalami peningkatan pada 2009 menjelang pesta demokrasi pemilu
legislatif dan presiden. Untuk menghindari hal itu, Direktur Manajerial
Imparsial Rusdi Marpaung, meminta semua elite politik untuk tak memperkeruh
suasana dan mengendalikan pendukungnya agar tetap menggunakan cara-cara
non-kekerasan. Hal itu diungkapkannya dalam konferensi pers di kantor
Imparsial, Jl Diponegoro, Jakarta, Senin (12/1). “Kekerasan politik dengan
motif penghakiman massa paling banyak ditemukan kasusnya pada 2008, itu tak
lain bermuara dari konflik pilkada di daerah-daerah sepanjang tahun ini. Maka
arah peningkatan itu ada di 2009 mengingat momen politik pemilu nasional,
ditambah pilkada yang belum selesai di beberapa daerah,” ujarnya. Rusdi
mengatakan telah bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparat
penegak hukum untuk mengantisipasi peningkatan konflik kekerasan tersebut.
“Kita memberi rekomendasi agar Polri membuat protap khusus tentang pengamanan
pemilu. Karena telah terbukti hasilnya pada Pemilu 2004. Konflik dapat
diminimalisir pada pemilu tahun lalu,” katanya. Berdasar data lembaga swadaya
masyarakat Institut Titian Perdamaian 2008, jumlah kasus konflik politik
mencapai 180 kasus. Daerah yang mencatat terjadi konflik politik paling
banyak Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebesar 30 kasus, disusul Sulawesi
Selatan 22 kasus, dan Jawa Barat 16 kasus. Adapun Maluku Utara mencapai 14
kasus dan Sulawesi tenggara 11 kasus. “Kita sadar bangsa ini masih beruji
coba dengan demokrasi, maka berkonflik itu wajar, asalkan tidak berujung pada
kekerasan. Kita lihat mobilitas pergerakan massa menjelang pemilu dapat
digerakkan oleh elite partai dengan isu-isu tertentu yang memicu konflik, ini
yang patut diwaspadai,” jelas Program Manajer Institut Tititan Perdamaian
Mohamad Miqdad.
|
Sumber
|
Kompas.2009.” Jelang Pemilu 2009,
Konflik Bermotif Politik Bakal Meningkat”. http://www.kompas.com
|
Analisis
|
Konflik politik pada saat pemilu yang
terjadi di daerah-daerah Indonesia banyak ditemukan, konflik ini terjadi
karena kurangnya pengamanan saat pemilu berlangsung. Oleh karana itu maka
konflik politik saat pemilu harus diselesaikan dengan cara meningkatkan
pengamanan saat pemilu berlangsung
|
4.
Konflik
Komoditas Politik Nasionalis-Religius Pemilu
2004
Konflik
|
SEMARANG – Nasionalis-religius menjadi
komoditas politik dalam Pemilu 2004. Beberapa partai politik (parpol) mencoba
menawarkan formula tersebut untuk meraih dukungan massa. Fenomena itu
terejawantahkan dengan kemunculan Partai Demokrat. Partai yang dipimpin
Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sanggup membaca peluang tersebut dengan
baik. Tak heran jika pada akhirnya mereka mendapatkan suara cukup signifikan
bagi sebuah partai politik baru. Hal itu dikatakan salah seorang Ketua PP
Muhammadiyah Pof Dr Din Syamsuddin dalam sarasehan nasional bertema
”Membongkar Gerakan Politik Nasionalisme Religius dalam Konstelasi Pemilu
2004” yang diselenggarakan Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KMSW) dan BEM
IAIN Walisongo di Auditorium I Kampus I IAIN Walisongo, Selasa (11/5). Dalam
situasi politik Indonesia, kata dia, dua aliran besar yakni Islam dan
nasionalis sama-sama tidak sanggup mendominasi. Formula nasionalis-religius
akan senantiasa efektif. Nasionalis-religius, lanjut Dien Syamsudin,
merupakan modifikasi politik aliran yang selama ini berkembang di Indonesia.
Setelah tereliminasi sepanjang masa Orde Baru, fenomena politik tersebut kembali
muncul ke permukaan. ”Setelah reformasi, politik aliran muncul kembali. Ini
realitas politik yang menandai bangkitnya kecerdasan masyarakat,” kata dia.
Orientasi politik umat Islam saat ini telah bergeser. Jika dulu golongan
santri memilih partai Islam, kini hal itu tidak lagi dapat dipastikan. Din
menunjukkan data bahwa keluarga besar Muhammadiyah yang memilih PAN hanya
32%, selebihnya memilih PKB 19% dan Golkar 20%. Lalu, di Jawa Tengah,
sembilan anggota PMII menjadi caleg Golkar. ”Orientasi Islam kita cenderung
mengikuti slogan Cak Nur: Islam yes, partai Islam no,” tutur Din. Masih Sedikit Kaum abangan pun,
katanya, masih sedikit yang memilih partai Islam atau partai yang berbasis
umat Islam. Sekalipun mereka telah menyatakan sebagai partai pluralis,
dukungan dari kalangan abangan tetap kecil. Sementara itu, Prof Dr Said Agil
Siradj menilai kecenderungan politik Nahdlatul Ulama (NU) sebagai
nasionalis-religius. Dia menunjukkan fakta bahwa pada masa lalu para kiai
berjuang lebih berlandaskan semangat nasionalisme. ”Tentara Sekutu di
Semarang dapat dikalahkan oleh semangat nasionalisme rakyat yang sebagian
besar nahdliyyin.” Lebih lanjut kata dia, secara terminologi,
nasionalisme dengan religius tidak dapat dipetakan dalam kerangka hitam
putih. Dalam tataran sosial, tidak ada perbedaan antara keduanya. ”Banyak
kalangan abangan yang bersih dan jujur, sedangkan tidak sedikit pula kelompok
religius yang melakukan KKN,” tuturnya. (roe-78e).
|
Sumber
|
Suara Medeka.2008.”
Nasionalis-Religius Jadi Komoditas Politik”. http://gmnr.wordpress.com
|
Analisis
|
Dalam kasus konflik politik tentang
nasionalis-religius jadi komunitas politik ini menyatakan bahwa partai
demokrat yang tergolong baru ini mempunyai suara terbanyak dibandingkan
partai-partai lama yang telah ada sebelumnya dimana partai-partai lama lebih
berbasis islam sedangkan partai demokrat berbasis nasionalisme, ini
menimbulkan sesuatu konflik politik tetapi secara dingin saja.
|
5.
Eksploitasi
Politik Pemicu Konflik
Konflik
|
JAKARTA
- Akar penyebab ketegangan dan konflik tidak disebabkan oleh faktor agama,
melainkan oleh beberapa hal di masyarakat dan dari kekuatan luar, antara lain
eksploitasi politik, ekonomi, dan sosial. Demikian salah satu butir keputusan
bersama yang dituangkan dalam ”Pesan Jakarta” oleh The Third International
Conference of Islamic Scholars (ICIS III) yang diselenggarakan PBNU, 29
Juli-1 Agustus 2008 di Jakarta. Sekretaris Jenderal (Sekjen) KH Hasyim Muzadi
yang menyampaikan keputusan tersebut lebih lanjut mengatakan, ICIS III
bertekad mewujudkan paradigma Islam rahmatan lil alamin sebagai pandangan
hidup bagi semua umat manusia untuk mengharmonisasikan nilai universal dengan
nilai-nilai lokal. Selain itu, lanjutnya, juga melakukan upaya berkelanjutan
untuk mereformasi dan mengubah kendala psikologis dan dilema dari
keragu-raguan menuju kepercayaan melalui perbuatan yang baik. ”Sepakat juga
bahwa globalisasi telah menghasilkan kekuatan ke dalam dan ke luar yang
menuntut negara dan bangsa untuk terus meninjau struktur politik yang dapat
menciptakan dampak sosial terhadap kemanusiaan, termasuk ketegangan, konflik
dan kekerasan,” tambahnya. Prihatin : Butir berikutnya ICIS III
menyatakan prihatin terhadap perbedaan antara Islam sebagai agama perdamaian
dan kesatuan dan kenyataan bahwa dunia muslim masih tercoreng oleh konflik,
kekerasan, kemiskinan dan penderitaan. Pesan Jakarta juga menegaskan kembali
komitmen untuk mengentaskan kemiskinan, keterbelakangan, buta aksara dan semua
bentuk ketidakadilan, dengan semangat kearifan dan kepercayaan bahwa Allah
akan membuka jalan menuju kebaikan.(di-49)
|
Sumber
|
Suara
Merdeka.2008.” Eksploitasi Politik
Pemicu Konflik”. http://suaramerdeka.com
|
Analisis
|
Dalam
hal eksploitasi politik pemicu konflik lebih menekankan bahwa konflik politik
yang ada harus dihindari agar dapat menangganimasalah-maslah sosial seperti
kemiskinan, keterbelakangan, buta aksara dan semua bentuk ketidakadilan,
dengan percaya pada Allah.
|
6.
Konflik
Politik SBY vs RMS
Konflik
|
Sewaktu
pemilu parlemen Belanda di tahun 2006, Partai Buruh (PvdA) telah kehilangan
sejumlah kursi, pemilihnya ada yang bergeser ke Partai Sosialis (SP), pada
pemilu tahun 2010 ini partai sayap kanan Kristen Demokrat (CDA) dan Partai Liberal (VVD) juga mengalami
kehilangan kursi pindah ke Partai Geert Wilders yang bernama PVV. Kini barisan massa beraliran ultra-kanan telah
menyatu, karena kemenangan dari dukungan suara sebanyak 76 kursi dalam kabinet
partai pemerintahan baru, yaitu CDA, VVD, PVV. Akhirnya menjadi jelaslah, bahwa
proses pergeseran dan pergesekan antara ketiga kekuatan aliran tradisional itu,
tercermin pula di kalangan golongan
etnis di Belanda, dimana peranannya sebagai pendukung loyalis golongan Ultra Kanan. Lalu, sampai sejauh
manakah golongan etnis Maluku, Indo Belanda dan golongan “non-muslim tapi non-kulit putih”
seperti golongan Veteran eks KNIL dan golongan etnis Suriname turut berperan sebagai pendukung
kepentingan politik PVV Geert Wilders? Seperti kisah suksesnya populis
Ultra kanan Pim Fortuyn (Driehuis, 19 februari 1948 – Hilversum 6 mei 2002), lalu kini sosok
Geert Wilders telah berhasil juga untuk menempati peranan tokoh sentral populisme
berhaluan ultra kanan di negeri Belanda, yang digambarkan sebagai figur fasis,
rasis, “provinsial”, xenophobi dan “liberal berdarah murni”. Pandangan
dia, menurut salah satu ilmuwan politik, Meindert Fennema (UVA), benar-benar ekstrim, radikal
kanan, dan anti Islam, yang sama dengan gerakan ultra kanan dari Jean Marie Le Pen (Front
Nationale, Perancis), Filip de Winter (Vlaamse Belang, Belgia). Bahkan kampanye politik Wilders
dianggap ‘mengganggu’ kestabilan politik di Eropa, serta jauh melampaui batas hukum negaranya.
Wilders sendiri menyebut dirinya
baru-baru ini sebagai sosok “pejuang untuk kebebasan Belanda”, sebelum itu ia menggambarkan dirinya
sebagai “demokrat sejati”. Ada seorang pengamat internet
yang selama masa pemilu 2010 berlangsung telah menyatakan bahwa PVV tampaknya menjadi populer di
komunitas masyarakat Maluku. Dalam
sebuah jejak pendapat di website ‘Buka Mulu.nl’, telah menunjukan lebih dari 50% pengunjung website
tersebut memilih PVV, mungkin tidak sepenuhnya sebagai angka representatif tetapi dapat menjadi
indikasi bahwa PVV didukung oleh
mayoritas etnis Maluku di Belanda. Pada bulan September 2009, koran Belanda NRC
Handelsblad mempublikasikan hasil penelitian tentang profil pemilih PVV. a.l.:
1. Di
dalam pendukung PVV sendiri terjadi polarisasi dalam menanggapi isu-isu
program agenda politiknya.
2. Pemilih
PVV banyak didapat dari suara-suara yang kecewa dengan pemerintahan koalisi
di bawah pimpinan Balkenende saat ini.
3. PVV
pemilih berpikir lebih negatif tentang imigran karena pengalaman buruknya dengan
kelompok etnis non kulit putih.
Selain itu, PVV banyak mendapat dukungan dari kaum laki-laki, dari
golongan berpendidikan rendah,
dan kaum pengangguran. Para pemilih PVV ini juga dinilai lebih memiliki kesadaran politik bila
dibandingkan dengan rata-rata penduduk di
Belanda yang a-politis. Sehubungan dengan sikap pemerintah kabinet
Balkenende, peneliti Masyarakat Maluku
di Belanda, Justus Veenman dan Trees Tunjanan, menyimpulkan bahwa banyak kekecewaan masyarakat Maluku ini
terhadap kabinet Balkenende, terutama kebijakan dalam negerinya. PVV
juga menilai bila pemilihnya rata-rata berfikiran negatif dan anti orang Maroko, itu adalah merupakan
kesempatan emas bagi Geert Wilders untuk
memanfaatkan momentum ketegangan sosial antar golongan imigran, yang
pernah terjadi di beberapa kota
di Belanda. Misalnya pertikaian antara golongan remaja Maroko dan Maluku,
kemudian berlanjut ke konflik
sosial sampai pada kasus pembakaran gereja Maluku di Hoogeveen dan di Nijverdal, tentunya menjadi kelanjutan berita
spektakuler di media cetak,
elektronik maupun televisi. Keresahan di kalangan masyarakat Maluku semakin meningkat, misalnya di
Culemborg, tapi juga terjadi di Utrecht, Gouda dan Assen. Geert Wilders adalah satu satunya politikus yang
turut aktip di Twitter dalam
menanggapi kerusuhan antara remaja Maluku dan Maroko di awal tahun ini di Culemborg.
Kedua peneliti Belanda itu melihat status sosial ekonomi yang rendah
dari golongan etnis Maluku sebagai penjelasan golongan paria di Belanda.
Pemerintah dinilai berperan kurang baik dalam menangani persoalan proses
integrasi masyarakat pendatang di Belanda. Kasus ini terbukti dari hasil
penelitiannya,
bahwa masyarakat Maluku tidak berprestasi tinggi dalam pendidikan Belanda, skor mereka di bawah kelompok-kelompok imigran lainnya. Peneliti Justus Veenman dan T. Tunjanan mencatat bahwa ada “stagnasi proses integrasi” dari generasi ke 3 di golongan masyarakat Maluku di Belanda. Kedua peneliti itu juga menunjukan bahwa latar belakang lambatnya perkembangan etnis Maluku ini dimulai sejak kedatangan mereka di Belanda di awal tahun lima puluhan. semua itu akibat Undang-undang “Remigrasi” yang menstimulasi dan mengarahkan untuk kembali ke Tanah Airnya. Kenyataan ini mengejutkan banyak pihak di masyarakat umum di Belanda maupun golongan etnis Maluku sendiri. Para peneliti terkejut melihat sangat minimal perhatian pemerintah terhadap dampak dari pengaruh kebijakan “Integrasi”, yang sangat merugikan sehingga sekarang terlihatlah bukti keterbelakangan tingkat pendidikan golongan remaja etnis Maluku.
Ditambah lagi kekecewaan golongan etnis Maluku terhadap kebijakan luar
negeri Belanda di Indonesia
dalam menangani persoalan pelanggaran HAM. Kekecewaan ini terutama ditujukan pada sikap politik
Menteri Luar negeri Verhagen yang sehubungan
dengan kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Pernyataan dubes F. Habibie
melalui koran Belanda menjadi bola panas di Den Haag, yang isinya antara lain: “Mungkin para pemilih partainya
Wilders menderita Xenophobie”,
rupanya berhasil memancing reaksi kemarahan Geert Wilders bersama massa pendukung loyalisnya. Segera
figur populis ini yang sedang naik daun itu, memberi komando kepada Menlu Verhagen untuk menegur dubes
Indonesia. Dalam hal ini
pengujian kekuatan pengaruh politik Ultra Kanan Geert Wilders terbukti berhasil membangkitkan jiwa
“patriotisme” di dalam negerinya. Bagi
pribadi Geert Wilders, panutan “Nasional Patriotisme” adalah obat mujarab untuk memperkuat front persatuan dan
memelihara pengaruh lingkungan masyarakat
di Belanda, dan menjaga nilai-nilai warisan budaya serta keyakinan
sakral pada zaman kejayaan
Kolonialisme Belanda. Panutan ini yang di terapkan dan di promosikan di dalam negerinya itu,
dianggap layak menguak impian cita-cita
“tanah air” West Papua, dimana pihak pemerintahan Belanda pernah
menjanjikan akan dihibahkan
kedaulatannya kepada golongan eks veteran KNIL dan Indo Belanda.
|
Sumber
|
Posted
October 10, 2010
Filed
under: INFO |
|
Analisis
|
Impian cita-cita “Tanah Air” itu rupanya dilatarbelakangi pula oleh peristiwa sejarah kehidupan Kakek, Nenek
bersama Ibunya Geert Wilders. Kakeknya yang bernama John Ording, di tahun 1933 menjabat sebagai wakil
Inspektur untuk Pengawasan
Keuangan di Surabaya, dan setahun kemudian ia dipecat secara “tidak Hormat”, lalu meninggal
dunia pada tahun 1942 di Sukabumi. Sedangkan Neneknya bernama Johanna Ording adalah keturunan Yahudi-Belanda
meninggal tahun 1946 di Kosentrasi
Kamp Jepang. Selama bermukim di Hindia Belanda nasib hidup keluarga Ibunya diasingkan dan ditelantarkan
oleh pemerintahan Kolonial Belanda. Maka tak mengherankan bila progam Wilders, nyatanya sangat berguna bagi
orang-orang yang antara lain:
·
Menginginkan pengembalian uang pajak cicilan
rumah bagi para pemilik rumah
·
Menginginkan peningkatan perawatan untuk orang
tua
·
Mengkampanyekan anti Islam
·
Mengkampanyekan kebebasan berpendapat tanpa
batas
·
Menginginkan adanya peningkatan budaya,
identitas dan tradisi Belanda
·
Merealisasi peningkatan hidup bangsa Belanda
asli sebagai bagian dari masyarakat bangsa Aria
Riwayat “haat en liefde relatie” alias hubungan cinta tapi benci antara Indonesia dan Belanda nampaknya
terganggu lagi dalam kepentingan ekonominya. Padahal sejak lahirnya sistem Orde Baru, pemerintah Belanda
selalu “menganak-emaskan”
kepentingan Indonesia (Soeharto), dulu Belanda menjadi salah satu donornya
melalui IGGI, Inter Governmental Group of Indonesia. Banyak kasus-kasus
pelanggaran HAM berat sejak peristiwa berdarah 1965/1966 sampai pada kasus
pendudukan Militer Indonesia di Timor Timur mendapat perhatian besar dari
masyarakat Belanda melalui LSM yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Akan
tetapi kekuatan LSM HAM Belanda tersebut tak mampu mematahkan kekuatan “Haat
en Liefde relatie” antar bekas negara penjajah dan negara yang pernah di
jajah itu. Mengingat peranan LSM HAM berfungsi untuk ‘menina bobokan’
kasus-kasus keresahan akibat tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
pihak rejim Militer Diktator Indonesia, dibawah pimpinan Soeharto. Pernyataan
Dubes Indonesia itu, mungkin jadi godaan yang besar bagi Wilders si penebus
dosa kakek-neneknya dari pihak Ibu. Atau mungkin hanya rasa dendam kesumat
Wilders pribadi, dengan misi ekstrimnya itu karena akibat efek dari
keterasingan identitasnya, tapi juga seperti berakar jiwa panutan dari
kakeknya sebagai salah satu pengikut NSB (Nationaal Socialistische Beweging)
di Indonesia. NSB adalah organisasi massa yang dibentuk tahun 1931 di
Belanda. Namun kemudian dalam perkembangannya, NSB membentuk dirinya sebagai
partai dibawah kekuasaan rejim Fasis Hitler. Pada tahun 1937 NSB sebagai
gerakan Fasis di Hindia Belanda mengalami jaman keemasannya, dengan jumlah
sebanyak 5000 anggota. Seperti pula Wilders nyatakan dalam wawancaranya di
NRC Handelsblad: “Sudah saatnya untuk menunjukkan kepemimpinan, kemudian
mengoreksi kesalahan sejarah.” Lalu apakah catatan perlawatan tahun 2008
Geert Wilders bersama delegasi Parlemen Belanda ke Israel dan Timur Tengah
itu, dimana ia pada kunjungannya di Saudi Arabia menyimpulkan bahwa
“kunjungan politik yang tak tepat ke negara Islam sebagai negara terbelakang,
barbar dan fasis”, bisa dijadikan “koreksi kesalahan sejarah”, bila selama
dalam perjalanannya diapun berulang kali mengajukan pertanyaan tentang
“tindakan Indonesia” terhadap West Papua? Mungkin cukup beralasan pula bagi
duta besar F. Habibie, yang mengatakan dalam sebuah wawancara di koran Het
Financieel Dagblad bahwa kunjungan kenegaraan pada bulan Oktober presiden
Indonesia Susilo Bambang Yudhyono ke Belanda sangat diragukan seandainya
Partainya Wilders masuk ke dalam kabinet baru di Belanda.
|
7.
Fenomena Konflik Politik Pilkada dan Liberalisasi
Politik
Konflik
|
Salah satu
implementasi dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah dilaksanakannya pemilihan kepala daerah secara langsung. Konsep
otonomi daerah yang dianut oleh Indonesia telah memberikan kemungkinan bagi
setiap daerah untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah dan menentukan
pemerintahannya masing-masing. Di satu sisi ruang pilkada ini merupakan
liberalisasi politik yang bertujuan agar efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan
persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada
daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Namun di
sisi lain, pilkada ini justru menimbulkan polemik dan konflik yang cukup
rumit penyelesaiannya. Terjadinya konflik dan polemik ini dinilai diakibatkan
oleh ketidaksiapan masyarakat Indonesia menghadapi liberalisasi politik
mengingat watak masyarakat yang pada umumnya masih bersifat primordial dan
feodalistis. Ditambah lagi tidak jelasnya peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar dari pilkada ini sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
Telah banyak konflik yang telah terjadi di negeri ini, sebut saja konflik
Pilkada Sulsel dan Maluku. Adalah merupakan suatu kepastian bahwa dalam
setiap pertarungan politik, khususnya di pilkada, akan banyak kepentingan
yang bermain di dalamnya. Mulai dari kepentingan borjuasi internasional,
kepentingan borjuasi nasional, hingga kepentingan rakyat (pekerja) tentunya.
Sehingga konfilk bukan hal yang tabu lagi untuk dijumpai. Di tulisan ini
tidak akan dibahas mengenai persolan apa, siapa dan bagaimana para
kepentingan mengintervensi politik di pilkada sehingga menimbulkan konflik.
Tapi akan dibahas tentang bagaimana mengolah isu konflik untuk menjadi suatu
pembelajaran politik bagi rakyat untuk mengahadapi pertarungan bebas di
kancah pertarungan pilkada (liberalisasi pilitik).
|
Sumber
|
Fuad Rumi
|
Analisis
|
Anggapan
umum yang mengatakan bahwa konfilk selalu akan melahirkan yang namanya
kehancuran dan kekacauan adalah tidak sepenuhnya benar. Di mana ada sisi
negatif maka di situ ada sisi positif. Begitupun dengan konflik. Konflik
politik jangan selalu dimaknai sebagai kegagalan demokrasi yang berakibat
kekacauan, tapi sejatinya konflik harus dimaknai sebagai suatu proses
pembelajaran politik bagi masyarakat. Dengan konflik masyarakat akan sadar
bahwa tindakan fairplay dan anti manipulatif adalah sesuatu yang harus
direalisasikan. Indonesia adalah negara hukum. Semua ada mekanisme dan aturan
main (rule of the game) tersendiri, termasuk dengan konflik pilkada. Biarkan
hukum bekerja sesuai dengan mekanismenya. Konflik pilkada Sulsel misalnya,
apapun keputusan Mahkamah Agung nantinya semua pihak harus menerima dengan
jiwa kesatria, termasuk pihak yang kalah. Kepentingan rakyat harus tetap
diprioritaskan. Roda ekonomi harus tetap berputar. Pembangunan infrastruktur
dan Industrialisasi harus tetap jalan. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah
(daerah) beserta pegawai-pegawainya untuk tidak masuk kerja dan tidak
melayani masyarakat. Masyarakat jangan dijebak pada jurang konflik politik
yang sebenarnya hanyalah merupakan ilusi kepentingan pribadi dari elit-elit
politik yang bermain. Masyarakat harus diarahkan pada kesadaran untuk bagaimana
memahami dan mengerti akan konflik itu sendiri. Nantinya masyarakat akan
dapat menilai secara objektif mana yang betul-betul memperjuangkan nasib
rakyat, mana yang fairplay dan mana yang manipulatif. Sehingga pada akhirnya
masyarakat akan dapat dengan sendirinya mencegah terjadinya konflik.
|
KONFLIK EKONOMI
1. Disparitas
Ekonomi Lebih Berbahaya dari Konflik Politik
Konflik
|
JAKARTA, RABU -
Ancaman serius keutuhan bangsa Indonesia ternyata bukan berasal dari konflik
politik yang belakangan hari mekar di Tanah Air. Ancaman ketidakstabilan
Indonesia justru muncul lantaran masalah perut, atau masalah ekonomi. Apalagi
bila masalah ekonomi ini terjadi secara sistemik. Demikian yang dikemukakan
Rektor Universitas Paramadina, Anis Basweden usai bertemu Wakil Presiden
Jusuf Kalla di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (9/4). "Kalau soal politik
saya rasa tidak, karena politik kita sudah diuji dua kali dan pilkada ratusan
kali. Ada memang konflik lokal, tapi cepat sekali selesai. Nah, kalau disparitas
ekonomi apalagi sistemik itu barangkali memerlukan penyelesaian waktu yang
akan panjang," ujar Anis. Meski menyebut menjadi ancaman serius, Anis
memastikan ancaman itu masih jauh dari kehidupan masyarakat di Indonesia.
"Saya masih belum melihat trend itu terjadi sekarang," paparnya.
Masalah disparitas ekonomi yang berbuntut pada pemusnahan jiwa, sebelumnya
sempat mengemuka di Indonesia. Dengan mengusung etnis sebagai perekat, sesama
saudara di Indonesia saling bunuh hanya untuk memastikan bahwa dirinya yang
menjadi penguasa ekonomi. Kisah ini terjadi di Kalimantan yang kemudian
dikenal sebagai tragadi berdarah Sampit. Tidak hanya itu saja, konflik agama
juga menjadi pemicu keharmonisan di tanah Ambon, Maluku.
Mengamati fenomena tersebut, Paramadina seperti yang dikemukakan Anis
berencana mendirikan laboratorium perdamaian Indonesia. Menggandeng
Universitas Harvard, laboratorium tersebut akan menjadi pusat pembelajaran
penanganan konflik di Indonesia. "Kita ingin dunia belajar penyelesaian
konflik dari Indonesia. Kita ini mempunyai pengalaman yang banyak, tapi
sayangnya masih terserak," ungkapnya. Menurut Anis, pengalaman Indonesia
dalam menyelesaiakan konflik, baik berupa kisah pengalaman, dan data-data
akan divirtualkan, dan kemudian disebarkan kepada publik di Tanah Air, dan
dunia. "Jadi bentuknya akan seperti online," sergahnya. Selain
berisi pengalaman, laboratorium perdamaian juga akan mengadakan diskusi,
workshop dan training penyelesaian masalah konflik yang selama ini terjadi di
Indonesia. Ketika disinggung sejauhmana sambutan Wakil Presiden Jusuf Kalla
atas rencana pendirian laboratorium perdamaian di Indonesia, Anis mengaku,
Kalla memberikan sambutan yang hangat. "Pak Kalla itu mengaku, bahwa
beliau kerap kedatangan orang sekedar bertanya tentang bagaimana
menyelesaikan konflik di Indonesia. Jadi responnya sangat positif soal
ini," tukasnya.
|
Sumber
|
Kompas, Rabu, 9 April 2008 | 18:29 WIB
|
Analisis
|
Ancaman
itu masih jauh dari kehidupan masyarakat di Indonesia, pengalaman Indonesia
dalam menyelesaiakan konflik, baik berupa kisah pengalaman, dan data-data
akan divirtualkan, dan kemudian disebarkan kepada publik di Tanah Air, dan
dunia.
|
2. Kesenjangan Ekonomi Sumber Konflik
Konflik
|
Pemicu konflik di tanah air karena tingginya
kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Ketimpangan ekonomi yang
tinggi, menyulut emosi masyarakat di level bawah tersinggung, marah serta
mudah diprovokasi yang mengakibatkan terjadinya konflik horizontal di
masyarakat. “Pemicu konflik ya karena tidak ada pemerataan ekonomi. Kebijakan
belum berpihak kepada masyarakat bawah. Ini yang membuat stagnasi
perkembangan ekonomi kita,” kata Ketua MUI Bidang Kerukunan Antarumat
Beragama Slamet Effendi Yusuf, seusai bertemu Wapres Boediono di Kantor Wakil
Presiden Jakarta, Rabu (6/10/2010). Ke depan, pemerintah harus merubah haluan
dan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada rakyat bawah. Terlebih saat ini
makro ekonomi Indonesia sedang baik- baiknya. Jadi untuk menekan lajunya
kasus konflik, ia mengatakan pemerintah harus mampu membuat pemerataan
ekonomi hingga Pedesaan. “Ini sudah kami sampaikan kepada Bapak Wapres
menyeimbangkan kondisi ekonomi lebih menyentuh rakyat secara langsung,”
ujarnya. (adamson)
|
Sumber
|
Jakarta
(Citra Indonesia): MUI:
Kesenjangan Ekonomi Sumber Konflik
|
Analisis
|
Iya memang benar di negara kita
Indonesia ini sering terjadi konflik, dan itu di dominan karena faktor
ekonomi. Perbedaan status sosial yang menimbulkan adanya kelas-kelas sosial
inilah yang kemudian memicu terjadinya konflik. Seharusnya pemerintah dapat menangani
masalah seperti ini. Mungkin karena tingkat pengangguran masih tinggi,
sehingga mereka dapat dengan mudah dihasut orang lain dan terpanping
emosi. Ini merupakan dampak negatif terjadinya
perkembangan ekonomi. Yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin
miskin. Tak heran jika kemudian terjadi kesenjangan sosial di masyarakat.
|
3. Adanya Konflik di Indonesia Karena
Ketidakadilan Ekonomi
Konflik
|
JAKARTA - Penyebab sejumlah konflik di beberapa
wilayah di Indonesia bukan karena perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Antar
Golongan atau SARA, namun karena ketidakadilan ekonomi dan politik. Demikian
dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Forum Dialog Perdamaian di kawasan
Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (23/6). Ia mengatakan, konflik
Poso dan Ambon penyebabnya adalah ketidakadilan politik, sementara di Aceh
konflik dipicu oleh ketidakadilan ekonomi. Karenanya, menurut Wapres,
kedepannya agar perdamaian di ketiga wilayah tersebut tetap terjaga maka
kuncinya adalah memberi keadilan. Dalam kesempatan itu Wapres juga memaparkan
bagaimana proses perdamaian di wilayah konflik dapat tercapai. Penyelesaian,
jelasnya, berawal saat ia masih menjadi Menko Kesra, terkait bagaimana harus
menangani para pengungsi akibat konflik yang jumlah mencapai hampir dua juta
jiwa. Jumlah itu merupakan pengungsi terbesar di dunia, dan menurut Wapres,
pengungsi timbul karena adanya konflik sehingga yang terlebih dahulu harus
dicapai adalah perdamaian.
|
Sumber
|
Pewarta-Indonesia,
Selasa, 23 Juni 2009 12:06 | Oleh : Aldy Madjid
|
Analisis
|
Saya setuju dengan pemikiran dan
sebuah solusi dari JK. Dengan bermula dari perdamian, maka semua masalah yang
terjadi dapat terselesaikan dengan kepala dingin dan dapat terselesaikan
dengan segera.
|
4. Indonesia Hadapi Masalah Ekonomi Mikro
Konflik
|
JAKARTA, KOMPAS.com -
Permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia bukanlah permasalahan ekonomi
makro, melainkan masalah ekonomi mikro. Yang dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut adalah para insinyur bukan ahli ekonomi. Hal tersebut disampaikan
Fauzi Ichsan, Vice President&Economist Standard Chartered.
"Tantangan yang ada adalah dalam bidang ekonomi mikro,"ucapnya dia
di Jakarta, Rabu (14/10) malam. Permasalahan tersebut, lanjutnya antara lain
masalah pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan yang
menjadi gerbang masuknya devisa asing. Selain itu, kata Fauzi, belum
meratanya pembangunan pembangkit tenaga listrik di Indonesia juga menjadi
salah satu masalah ekonomi Indonesia yang perlu diperhatikan. Pasalnya
listrik merupakan motor penggerak roda perekonomian."Semua itu bisa
diatasi oleh para ahli di bidang proyek dan pembangunan," kata dia.
Masalah mikro lainnya, lanjut Fauzi adalah masalah pembebasan lahan yang
selama ini sering menjadi permasalahan besar antara pengembang dan warga.
Belum transparannya penggunaan retribusi pajak juga menjadi salah satu
masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia. Menurut Fauzi, permasalahan
pembebasan lahan dan retribusi pajak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah
daerah, bukan para menteri yang duduk di pemerintahan. Fauzi mengatakan,
kesemua masalah tersebut harus segera diselesaikan. Para investor terutama
investor asing baru akan menanamkan modalnya jika mendapat kejelasan dari
sisi ekonomi. "Indonesia ini sangat potensial untuk investasi, tapi
investor mana yang bersedia menanamkan modalnya jika sarana dan prasarana
belum jelas," tegas Fauzi.
|
Sumber
|
Rosdianah
Dewi,primus.2009.”Indonesia Hadapi Masalah Ekonomi Mikro”.
http://bisniskeuangan.kompas.com
|
Analisis
|
Di
Indonesia permasalahan ekonomi mikro seperti belum meratanya pembangunan
pembangkit tenaga listrik di Indonesia juga menjadi salah satu masalah
ekonomi Indonesia juga perlu mendapat perhatian dan perlu dipecahkan yaitu
dengan cara pembebasan lahan dan retribusi pajak.
|
5. Ekonomi Lemah Sumber Konflik di
Cimahi
Konflik
|
CIMAHI,
(PR). Konflik antardesa, konflik keyakinan, dan konflik ekonomi yang
menimbulkan kecemburuan sosial adalah tiga konflik sosial yang cenderung
muncul di dua puluh kabupaten/kota di Jabar. Kompleksitas masalah
penanggulangan konflik sosial tersebut penyebabnya, antara lain, masih
lemahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kebijakan moneter dan
politik pemerintah yang kurang tersosialisasi dan terkadang tergesa-gesa. Hal
itu terungkap dalam acara Pemetaan Daerah Rawan Bencana Sosial yang digelar
Dinas Sosial Provinsi Jabar di Aula Gedung A Kantor Pemerintahan Kota Cimahi,
Kamis (14/1). Turut hadir dalam acara tersebut, yakni unsur TNI, polisi,
ormas Islam, MUI, kelurahan, dan unsur lainnya. Pada pemetaan tersebut, Dinas
Sosial Provinsi Jabar memfokuskan pada pencegahan terjadinya konflik sosial.
Menurut Kepala Seksi Bantuan Korban Bencana Dinas Sosial Provinsi Jabar Yudi
Nurhadi mengatakan, dilakukannya pemetaan daerah rawan bencana sosial itu
dimaksudkan agar bisa sedini mungkin mencegah terjadinya konflik sosial.
Hingga saat ini, sudah dua puluh kabupaten/kota di Jabar yang dilakukan
pemetaan. Sementara enam kabupaten/kota lainnya akan dilakukan pemetaan pada
tahun ini. Enam kabupaten/kota yang belum dilakukan pemetaan, yaitu Kab.
Garut, Kab. Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Banjar, Kota Tasikmalaya, dan
Kota Bandung. Paling rawan "Dari dua puluh kabupaten/kota yang sudah
dipetakan, kecenderungan konflik sosial yang muncul, antara lain konflik
keyakinan, konflik antardesa, dan konflik ekonomi yang menimbulkan
kecemburuan sosial," ujar Yudi yang ditemui di sela-sela kegiatan
tersebut. Saat ditanya mengenai daerah yang paling rawan, Yudi mengungkapkan,
semua daerah memiliki potensi untuk terjadinya konflik sosial.Kepala Bagian
Kesejahteraan Rakyat Kota Cimahi Faizal Su-lena menuturkan, konflik sosial
yang sering kali muncul di Cimahi adalah permasalahan mengenai buruh. Jika
ada hal yang dianggap bersinggungan dengan nasib buruh, tidak jarang mereka
berdemonstrasi. Salah satunya, saat akan ditetapkannya upah minimum kota
(UMK), beberapa waktu lalu. Faizal berharap penelitian itu dapat mereduksi
konflik yang mungkin muncul pada masa datang. (A-177)
|
Sumber
|
Anonim.2010.”Ekonomi Lemah Jadi Sumber
Konflik”. http://bataviase.co.id/
|
Analisis
|
Konflik
ekonomi di daerah Cimahi disebabkan karena adanya pemetaan yang baik dari
pemerintahan wilayah tersebut, oleh karena itu pemerintah Cimahi harus rutin
melakukan pemetaa agar dapat mengatur perekonomian di daerahnya tersebut.
|
Konflik
|
Selama tiga tahun dari 2005,
2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di
atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi cukup dipertimbangkan
oleh perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan diundangnya Indonesia
ke pertemuan kelompok 8-plus (G8plus) di Kyoto Jepang pada bulan Juli 2008
bersama beberapa negara yang disebut BRIICS (Brasil, Rusia, India, Indonesia
dan South Africa). Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah
meliwati US$ 2.000, bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di atas
angka 5.000 triliun Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini
cukup mendukung estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah
satu raksasa ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak
hambatan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana,
misalnya; kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan,
pelabuhan dan listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya
inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh
11,,%), belum optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia, belum optimalnya
peranan APBN sebagai stimulus ekonomi (belum ekspansif).
Beberapa permasalahan ekonomi
Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan fokus program ekonomi
2008-2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 yang memuat berbagai
kebijakan ekonomi yang menjadi target pemerintah yang dapat dikelompokkan ke
dalam 8 bidang yaitu: (i) investasi, (ii) ekonomi makro dan keuangan, (iii)
ketahanan energi, (iv) sumber daya alam, lingkungan dan pertanian, (v)
pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), (vi) pelaksanaan komitmen
masyarakat ekonomi ASEAN, (vii) infrastruktur, dan (viii) ketenagakerjaan dan
ketransmigrasian.
|
Sumber
|
zeki
@ 07:40
|
Analisis
|
Analisis singkat atas kondisi
ke-delapan bidang yang menjadi paket kebijakan ekonomi tahun 2008-2009 adalah
sebagaimana berikut ini: Iklim investasi; Kebijakan ekonomi makro dan
keuangan; Ketahanan energi; Kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan
pertanian; Pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM); Pelaksanaan
komitmen masyarakat ekonomi ASEAN; Infrastruktur; dan Ketenagakerjaan dan
ketransmigrasian.
|
Konflik
|
Konflik Ambalat, tampaknya mampu memecah
perhatian media di Indonesia yang semula dominan memberitakan Pemilu Presiden
2009. Seperti diketahui, konflik Ambalat yang saat ini mengemuka, seakan
mengulang kejadian empat tahun lalu. Mengapa sengketa itu terjadi? Jika
pertanyaan itu ditujukan kepada para ekonom, mungkin sebagian besar dari
mereka akan menjawab bahwa kandungan minyak di blok itu menjadi penyebabnya.
Di blok Ambalat, diperkirakan ada kandungan minyak bumi 700 juta sampai 1
miliar barel, serta gas bumi sekitar 40 triliun kaki kubik. Kekayaan alam
itulah yang diperebutkan Indonesia dan Malaysia.
Namun jika pertanyaan itu ditujukan kepada para
ahli geospasial dan hukum laut, jawabannya akan berbeda. Menurut mereka,
konflik itu terjadi akibat belum disepakatinya garis maritim yang ditarik
dari garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan.
Sehingga, kedua negara merasa bahwa blok Ambalat adalah wilayahnya. Sampai
sekarang garis batas maritim itu masih diperundingkan. Berita tentang aksi
”kejar-kejaran” kapal-kapal perang kedua negara di Ambalat, menandakan bahwa
perundingan itu sedang macet. Khawatirnya, yang mulanya kapal-kapal perang
hanya saling ”kejaran-kejaran”, kemudian berkembang menjadi saling
menembakkan peluru. Jika itu terjadi, konflik Ambalat akan menjelma menjadi
perang Ambalat. Banyak pihak menilai, keunggulan ekonomi Malaysia atas
Indonesia menyebabkan kerja sama ekonomi di antara keduanya memberikan
peluang yang lebih besar pada Malaysia. Dengan kata lain, jika sampai terjadi
perang, Malaysia akan kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar dari kerja sama ekonominya dengan Indonesia.
Penilaian itu muncul berdasarkan perkembangan
neraca perdagangan dan investasi antara kedua negara yang cenderung
menguntungkan Malaysia. Keuntungan dari perdagangan dengan Indonesia, sudah
mulai dirasakan Malaysia sejak 2007. Neraca perdagangan Indonesia-Malaysia
terus mengalami defisit bagi Indonesia sejak 2007. Berdasarkan data BPS,
neraca perdagangan Indonesia-Malaysia 2007 defisit bagi Indonesia senilai
US$1,3 miliar. Nilai itu turun sebesar 243,4% dibandingkan dengan 2006 yang
surplus US$917,4 juta. Selanjutnya selama periode Januari-Juni 2008, neraca
perdagangan Indonesia-Malaysia defisit bagi Indonesia senilai US$1,5 miliar,
naik 138,9% dibandingkan periode yang sama 2007 yang senilai US$620,2 juta.
Padahal tahun-tahun sebelum 2007, neraca perdagangan Indonesia-Malaysia
selalu surplus bagi Indonesia. Defisit neraca perdagangan Indonesia terhadap
Malaysia, menurut data BPS disebabkan meningkatnya impor minyak dan gas
(migas) dari negeri jiran itu. Pada 2006m impor migas Indonesia dari Malaysia
”hanya” US$1,5 juta. Namun pada 2007, impor migas dari Malaysia meningkat hampir
tiga kali lipat menjadi US$4,26 juta. Kondisi itu terus berlanjut, sehingga
pada semester pertama 2008, impor migas dari Malaysia meningkat 68% menjadi
US$2,9 juta dibanding periode yang sama pada 2007.
Tingkat investasi Malaysia di Indonesia juga
terus meningkat, dan pada 2007 tercatat senilai US$217,3 juta. Banyak
investor Malaysia yang melirik Indonesia karena dinilai memiliki pasar yang
luas dan belum tergarap secara optimal. Seperti diketahui, saat ini banyak
investor Malaysia yang sudah masuk di berbagai sektor industri Indonesia,
seperti Bank Niaga, Bank Lippo, Bumiputra, XL hinga Astro. Walaupun dalam
perkembangannya hubungan kedua negara terlihat lebih menguntungkan Malaysia,
bukan berarti Indonesia tidak memperoleh manfaat di bidang ekonomi. Jika
sampai berperang dengan Malaysia, Indonesia juga akan menerima dampak buruk
dalam bidang ekonomi khususnya ketenagakerjaan. Suka atau tidak suka,
Malaysia adalah ”dewa penolong” bagi Indonesia dalam mengatasi salah satu
masalah ekonomi terpenting yaitu pengangguran. Hal itu terlihat dari besarnya
jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencari nafkah di Malaysia.
Menurut Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk
Malaysia Da’i Bachtiar, saat ini jumlah TKI di Malaysia sekitar 2 juta orang
(Kontan, 24/11/2008). Memang, sebagian besar TKI di Malaysia bekerja sebagai
tenaga kerja kasar, seperti buruh perkebunan sawit, buruh konstruksi, maupun
pembantu rumah tangga. Namun tidak sedikit pula yang mendapatkan tempat yang
lebih layak, misalnya di perusahaan perminyakan Petronas. Bisa dikatakan,
saat ini Malaysia telah menampung 1,85 % dari total angkatan kerja Indonesia.
Tak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan perekonomian Indonesia, andai saja konflik Ambalat berujung perang, dan Malaysia memulangkan seluruh TKI. Berdasarkan hal itu, perang tentu bukan pilihan menguntungkan bagi Indonesia.
Kedua negara pasti juga menyadari bahwa perang
tidak hanya berdampak buruk pada perekonomian mereka, tetapi juga pada
seluruh aspek kehidupan lainnya. Sehingga pilihan terbaik bagi Indonesia dan
Malaysia dalam menyelesaikan konflik Ambalat adalah jalur diplomasi. Sebuah
pilihan yang lebih cerdas, bijaksana dan beradab.
|
Sumber
|
Dirahasiakan
^^
|
Analisis
|
Meskipun penulis yakin,
kecil kemungkinan bahwa hal itu terjadi. Terlalu besar dampak buruk yang
harus ditanggung Indonesia dan Malaysia andai mereka memilih untuk berperang
ketimbang jalur diplomasi. Dampak buruk akibat perang akan terasa di segala
aspek kehidupan kedua negara, tidak terkecuali aspek ekonomi. Malaysia tentu
tidak akan ”mengorbankan” keunggulan ekonominya atas Indonesia yang telah
dicapainya saat ini, demi mendapatkan wilayah Ambalat dengan cara berperang.
Seperti diketahui, saat ini keadaannya berbanding terbalik dengan kondisi
pada era 1970-an sampai 1980-an. Pada masa itu, Indonesia memiliki banyak
kelebihan di bidang ekonomi. Namun saat ini perekonomian Indonesia sudah jauh
tertinggal dari Malaysia. Paling tidak, hal itu terlihat dari besarnya
pendapatan per kapita Malaysia yang sudah hampir empat kali lipat dari
Indonesia. Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) 2008, besarnya
gross domestic product (GDP) per kapita Malaysia adalah US$8,141. Sedangkan
GDP per kapita Indonesia hanya US$2,246. Memang sebuah pilihan yang lebih cerdas,
bijaksana dan beradab. Bayangkan saja jika perang antara kedua negara itu
sampai terjadi, sudah jelas akibat-akibat yang kemungkinan terjadi seperti
yang telah dipaparkan diatas. Otomatis dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di setiap negara tersebut dan
dapat mengurangi pendapatan per kapitanya.
|