Negara Republik Indonesia
Serikat
lahir akibat Konferensi Meja Bundar yang dilangsungkan di s’Gravenhage tanggal 2 Nopember 1945 antara
Republik Indonesia, BFO, dan Belanda yang dihadiri oleh sebuah Komisi PBB untuk
Indonesia. Isi perjanjian :
1.
Didirikannya
Negara Republik Indonesia Serikat
2.
Penyerahan
kedaulatan kepada RIS (di Indonesia biasa di baca “pemulihan kedaulatan” kepada RIS)
3.
Didirikannya Uni
antara RIS dan Kerajaan Belanda
Fakta lain, Proklamasi Kemerdekaan kita 17-8-1945, penyerahan kedaulatan (pemulihan kedaulatan) isinya :
1.
Piagam
Penyerahan Kedaulatan terhitung tanggal 27 Desember 1949
2.
Status Uni
3.
Persetujuan
Perpindahan
1.
Atas dasar fakta-fakta
tersebut Negara Indonesia dikatakan ada menurut Teori Pengakuan Negara sebagai berikut :
A. Teori Deklaratif
Apabila semua unsur kenegaraan telah dimiliki oleh
suatu masyarakat politik, maka dengan sendirinya telah merupakan suatu negara
dan harus diperlakukan secara demikian oleh negara lainnya. Sehingga PENGAKUAN
hanyalah bersifat PERNYATAAN dari pihak negara-negara lain, bahwa suatu negara baru telah mengambil tempat
di samping negara-negara yang telah ada. Jadi dalam teori ini pengakuan bukanlah
menjadi barang penting, karena tanpa pengakuan pun negara tersebut tetap
diakuai atau tetap lahir.
Diakuinya Indonesia sejak
dideklarasikan Proklamasi Kemerdekaan 17/08/1945 maka sejak itu Indonesia
secara langsung menjadi anggota masyarakat internasional. Dalam teori ini
pengakuan bukanlah menjadi hal penting, karena tanpa pengakuan pun negara
tersebut tetap diakuai atau lahir. Jadi adanya Konferesi Meja Bundar tentang
pengakuan RIS oleh Belanda tidak menjadi permasalahan. Sehingga pengakuan
hanyalah bersifat pernyataan dari negara lain, karena apabila semua unsur
kenegaraan telah di miliki oleh suatu masyarakaat politik, maka telah dengan
sendirinya merupakan suatu negara dan harus diperlakukan sedemikian oleh negara
lain sesuai dengan ketentuan yang ada.
B. Teori Konstitutif
Walaupun unsur-unsur negara telah dimiliki oleh suatu
masyarakat politik, tetapi tidak secara langsung dapat diterima sbg negara di tengah- tengah masyarakat
internasional, karena harus ada PERNYATAAN dari Negara-negara lainnya, bahwa masyarakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi syarat sebagai negara.
Dalam KMB RIS diakui sebagai negara
yang berdaulat, Belanda mampu mengakui hal tersebut dan Penyerahan Kedaulatan terhitung tanggal 27
Desember 1949. Namun dalam hal ini RI berada
dibawah RIS sebagai negara yang sah. Dalam teori ini jika suatu negara belum
mendapat pengakuan dari negara lain maka secara yuridis belum sah untuk
mendirikan suatu pengakuan negara baru.
C. Teori
Jalan Tengah
Untuk disebut sebagai negara, cukup dengan unsur yang ada, tetapi untuk melakukan Hak dan Kewajiban Hukum Internasiuonal harus mendapatkan
pengakuan negara lain. Disini dibedakan antara Kepribadian Internasional dan Penggunaan Hak-hak Internasional yang melekat pada kepribadian itu. Indonesia
berdiri secara sah sebagai negara adalah mulai dari kemerdekaan Indonesia
sendiri tanggal 17 Agustus 1945. Namun untuk dapat melaksanakan hak dan
kewajiban di mulai dari adanya KMB sehingga Belanda mau mengakui RIS. Namun
yang kembali timbul menjadi permasalahan adalah kemerdekaan itu termasuk dalam
hak negara. Jadi bagaimana pun juga agar hak dan kewajiban harus ada suatu
pengakuan dari negara lain.
Pengakuan adalah pernyataan resmi suatu negara atau pemerintah yang
mengakui eksistensi suatu
kesatuan yang lahir (entity) sebagai subyek hukum internasional.
Tidak ada satu negarapun
yang hidup terasing dari negara lainnya. Tetapi sebelum suatu negara baru dapat mengadakan “hubungan
yang
lengkap dan
sempurna” dalam berbagai bidang terlebih dahulu melalui “pengakuan”.
Tetapi bukan berarti tanpa
pengakuan, negara baru tidak bisa melangsungkan hidupnya, atau negara baru tidak
dilahirkan karena adanya pengakuan. Sebab negara tersebut telah memiliki Atribut Kedaulatan, tetap baru diakui oleh negara lain, sehingga negara baru itu dapat menggunakan atribut kedaulatan dengan sebaiknya. Prakteknya,
hanya negara yang menentang lahirnya suatu negaralah yang membuat pernyataan.
Sedangkan umumnya bersifat implisit, yaitu tanpa pernyataan.
Kesimpulannya : Pengakuan adalah suatu Kebijakan
Politik.
Delegasi resmi RI
untuk mendapatkan pengakuan dunia sejak proklamasi Kemerdekaan diketuai oleh H.A.
Salim (Wakil Menteri Luar Negeri) melalui kunjungan
persahabatan RI dan Mesir (Juni, 1947) ini menghasilkan perjanjian, dengan
perjanjian ini RI diakui secara resmi dalam pergaulan internasional. Mesir
adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan RI. Setelah itu menyusul
perjanjian persahabatan dengan Suriah (3 Juli 1947) dan Lebanon (9 Juli 1947)
serta Irak. Negara-negara Arab,
India, Burma, Australia juga merupakan negara-negara yang paling awal
bersimpati pada RI. Dukungan mereka dan keterampilan delegasi Indonesia
memperjuangkan hak kedaulatan bangsa berhasil menyudutkan Belanda dalam
percaturan politik internasional. India dan Australia
berhasil membawa masalah Indonesia ke Sidang Dewan Keamanan PBB. Belanda bukan
saja gagal total menjadikan perjuangan kemerdekaan Indonesia sebagai
"masalah dalam negeri", tetapi juga harus menerima perantara
internasional untuk menyelesaikan konflik dua bangsa. Usaha untuk meredam
kemerdekaan Indonesia
dengan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda dan
Indonesia kemudian mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara
diplomasi.
Konferensi Meja Bundar
adalah sebuah pertemuan antara pemerintah RI dan Belanda yang
dilaksanakan di Den
Haag, Belanda mulai 23 Agustus sampai 2 November tahun 1949. Pengakuan
tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda adalah
peristiwa dimana Belanda mengakui
bahwa kemerdekaan Indonesia adalah 17-08-1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia,
bukan tanggal 27-12-1949 (hasil KMB) saat
penyerahan kedaulatan ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Pengakuan
tersebut baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum
peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda
Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Dedung Deplu. Pada kesempatan itu,
Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot
juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-60 di Istana
Negara, Jakarta. Selama
hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi
pada 27-12-1949, yaitu ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) dari
Pemerintah Kerajaan Belanda Ke RIS. Di Belanda selama ini da kekhawatiran bahwa
mengakui Indonesia merdeka pada tahun 17-08-1945 sama
saja mengakui tindakan politionele
acties (agresi militer) pada 1945 sampai 1949 adalah ilegal.
KMB memberikan dampak yang cukup
menggembirakan bagi negara Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB
berpihak pada bangsa Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh
Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:
1) Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. 2) Konflik dengan Belanda dapat
diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai. 3) Irian Barat belum bisa diserahkan
kepada Republik Indonesia Serikat. 4) Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2. Analisis hubungan
hukum internasional dan hukum nasional pada kasus munculnya RIS yang dicapai melalui Perjanjian
Internasional KMB
Teori Hubungan Hukum Intensional dan Hukum Nasional ada dua, yaitu : 1) Dualisme: memandang bahwa hukum nasional dan hukum
internasional hanyalah merupakan bagian dari satu sistem hukum yang lebih besar
yaitu hukum pada umumnya. 2) Monoisme:
memandang bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bidang
hukum yang berbeda dan berdiri sendiri satu dengan yang lainnya. Teori ini
terbagi 2 Primat (mengutamakan) yaitu : Primat Hukum Internasional dan Primat
Hukum Nasional.
Teori Monoisme,
bahwa antara hukum internasional dengan hukum nasional merupakan
satu
kesatuan sistem hukum yang tak terpisahkan secara bulat dan utuh. Pendapat
kaum monisme
bertitik tolak dari konsep hukum kekuasaan atau perintah, baik
hukum
internasional maupun hukum nasional tidak ada persoalan, karena
keduanya
berdiri diatas konsep hukum yang tidak membedakan antara keduanya.
Alasan lain
adalah, antara hukum internasional dengan hukum nasional
mempunyai
subjek dan sumber hukum yang sama, yaitu individu dan kemauan
Negara (state-will).
Pendapat ini dipengaruhi oleh konsep hukum (natural law) yang hanya
mengakui “individu” sebagai subjek hukum. Negara memperoleh kekuasaan karena
adanya penyerahan kekuasaan dan kedaulatan dari individu-individu berdasarkan
perjanjian (social contract theory). Negara adalah kumpulan
individu-individu yang terorganisir dalam satu kesatuan organisasi yang
mempunyai wilayah dan kedaulatan.
Maka dengan
munculnya RIS itulah hukum internasional mulai menggakui Indonesia. Karena
dalam teori pengakuan negara, RIS lahir atas adanya KMB yaitu bagaimana Belanda
mengakui RIS. Negara memperoleh kekuasaan karena adanya penyerahan kekuasaan
dan kedaulatan dari individu-individu berdasarkan perjanjian. Dalam isi KMB
disebutlah penyerahan kedaulatan kepada RIS. Berarti hubungaan hukum
internasional dengan hukum nasional ada sejak adanya perjanjian KMB yang
melahirkan RIS. Kasus RIS inilah yang menyebabkan adanya suatu pengakuan dari
negara lain sehingga hukum internasional mulai berlaku atau mengakuinya. Munculnya
RIS sendiri adalah suatu negara federasi yang berdiri pada tanggal 27 Desember
1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar:
Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan
Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for
Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB. Artinya bahwa dengan itu Indonesia
mulai patuh dan menganut hukum internasional yang disesuaikan dengan hukum
nasioanai, karena dikuatkan dengan adanya suatu pengakuan atas Belanda terhadap
RIS.
Pada tanggal
29 Oktober 1949 dapat ditandatangani Piagam Persetujuan Konstitusi RIS antara
Republik Indonesia dengan BFO. Hasil keputusan KMB diajukan kepada Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya KNIP bersidang dari tanggal 6-14
Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil itu. Pembahasan hasil KMB oleh pihak
KNIP dilakukan melalui pemungutan suara dengan KNIP menerima hasil KMB. Salah satu
keputusannya, RI menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Untuk
menjadi RIS tersebut, KNIP dan DPR mengadakan sidang di Jakarta. Sidang
tersebut berhasil menyetujui naskah konstitusi untuk RIS yang dikenal sebagai
UUD RIS. Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan sidang pemilihan Presiden RIS
di Gedung Kepatihan, Yogyakarta oleh wakil dari enam belas negara bagian.
Sidang itu dipimpin oleh Muh. Roem dan Ida Anak Agung Gede Agung. Pada 14
Desember 1949 para wakil pemerintah yang menjadi bagian dari RIS dan diadakan
pemilihan Presiden RIS. Akhirnya, Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden,
kemudian dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Drs Moh.
Hatta menjadi Perdana Menteri yang memimpin kabinet RIS. Berdasarkan UUD RIS
maka DPR RIS terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara disebut
senat. Kekuasaan pemerintahan dipegang oleh PM dan Presiden hanya mempunyai
wewenang untuk mengesahkan hasil keputusan Kabinet yang dipimpin oleh perdana
menteri.
Berdasarkan konsep Sistem Hukum, hubungan hukum internasional dan hukum nasional kasus
munculnya RIS yang dicapai melalui Perjanjian Internasional KMB,
kedudukan hukum Internasional lebih
tinggi (lebih mengutamakan hukum Internasional) dari pada hukum Nasional (Teori
Monoisme – Primat Hukum Internasional). Alasan itu didasarkan pada setelah
adanya perjanjian antara RI dan Belanda (hasil KMB), RI menjadi negara bagian
RIS dan konstitusi yang berlaku adalah Konstitusi RIS 1949. Sehinnga kedudukan
hukum nasional ditententukan dengan adanya perjanjian tersebut. Dari KMB
tersebut menghasilkan negara baru yaitu RIS, dan RIS merupakan suksesi RI. Eksistensi
RI masih ada (meliputi wilayah Yogyakarta dan sekitarnya), karena merepakan
negara bagian RIS. Dari situ menimbulkan kewajiban bahwa RIS (Indonesia) harus
menanggung hutang Belanda selama perang. HAK NEGARA : Kemerdekaan, Kesejahteraan Negara, Hidup Berdampingan secara Damai,
Mempertahankan Diri,
Immunitas Negara.
KEWAJIBAN NEGARA :
Menciptakan dan memelihara
perdamaian dunia secara individual maupun bersama.
3. Berdasarkan teori dalam pengakuan pemerintah baru
mengenai kesewenangwenangan Presiden RI yang di kaitkan dengan dekrit 5 juli
1959 adalah:
Apabila dikaitkan dengan terjadinya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, maka menunjukkan bahwa Presiden RI menurut UUDS yang mempergunakan Sistem
Pemerintahan PARLEMENTER dimana Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala
Negara, telah melakukan “kudeta” dan
menempatkan dirinya sebagai Presiden yang disamping sebagai Kepala Negara juga
sebagai Kepala Pemerintahan. Analisis terhadap kejadian tersebut berdasarkan doktrin yang berlaku dalam Teori Pengakuan
Pemerintahan Baru :
A. DOKTRIN LEGITIMASI
Dengan
adanya pemerintahan baru berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959 maka tidak perlu mendapat
pengakuan menurut hukum Internasional, karena sudah sah (legitimate) sehingga
pengakuan dari negara lain tidak di haruskan namun berkaitan dengan system
pemerintahan yang di anut memang pada waktu itu adalah PARLEMETER, namun
presiden bertindak langsung sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai
kepala negara, lah disinilah ada ketidakbenaran. Seharusnya memang Presiden
hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri.
Namun hal itu terjadi karena system pemerintahan pada waktu itu masih semu jadi
belum berjalan secara maksimal dan efektif. Terutama karena sering bergantinya
konstitusi yang di anut sehingga keadaan negara tidak bisa berjalan secara
maksimal. Terutama fungsi presiden yang secara terang masih sedikit tebawa
kebiasaan pada konstitusi sebelumnya.
B. DOKTRIN DE FACTOISME
Dalam hal
ini mengarah pada keefektifan dari pemerintah baru yang mana tanpa mendapatkan
tantangan dari golongan besar penduduk. Jika president RI pada waktu itu tidak
ada tentangan atau semacam penolakan maka menurut teori ini mereka organ-organ
negara akan menyetujuinya. Namun harusnya presiden RI mampu menempatkan fungsi
dan wewenang presiden sesuai denga yang semestinya. Bentuk pengakuan kepada
pemerintahan revolusioner :
· Pengakuan Pemerintah De Facto
Apakah
pemerintahan baru pada massa UUDS benar-benar efektif menguasai organ negaranya
mengenai fungsi dan wewenang presiden. Jika tidak efektif tentunya Presiden
tidak berhak sewenang-wenang memutuskan kebijakan yang mengarah pada konstitusi
yang dianut. Jika pada waktu itu
sesewenang-wenangan presiden RI yang berfungsi sebagai kepala pemerintahan
sekaligus sebagai kepala negarapadahal menganut system PARLEMENTER. Tetapi
rakyat atau organ-organ negara hanya diam maka secara tidak langsung mampu
menerima. Ini lah yang sulit jika pengawasan terhadap presiden tidak senantiasa
di lakukan maka control yang benar tidak ada justru kesalahan-kesalahan semakin
tidak terbendung. Penilaian
subyektif negara mengenai kesediaan dan kemampuan pemerintah baru untuk
menunaikan kewajibannya di bawah hukum internasional. Apakah Presiden RI sudah patuh
di bawah hokum internasional, jika sudah kesalahankesalahan seperti penyalahan
wewenang harusnya tidak terjadi. Kudeta yang di lakukan itu saja sedah
bertentangan dengan aturan sistem parlementer maka jelas juga bertentangan
dengan hokum internasional.
· Pengakuan De Jure
Pengakuan
ini mencerminkan tentang tidak adanya golongan lain lagi yang mengganggu gugat
kedudukan dari pemerintahan revolusioner. Dalam soal no 3 tantang
penyalahgunaaan kudeta yang di lakukan presiden menimbulkan kesalahan pada hak
bagi sebagai alat negara. Yang mana presiden seharusnya hanya sebagai kepala
negara, dan kepala pemerintahan harusnya di jalankan oleh perdana mentri yang
dipilih oleh presiden sendiri. Tapi dalam hal ini kesalahan hak bagi dibuat
oleh keputusan presiden sendiri yang menyalahi suatu aturan hokum dalam sistem
PARLEMENTER.
4.
Isi
KMB menurut isu yang berkembang tidak hanya seperti tersebut
Pada tanggal 23 Agustus
1949 Konferensi Meja Bundar dilaksanakan. Delegasi Indonesia diketuai oleh Drs
Moh Hatta, Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dan delegasi Belanda
diketuai oleh Mr Van Maarseveen dan UNCI diwakili oleh Chricthley (Australia).
Dalam perundingan tersebut, dicapai kesepakatan
antara lain :
· Belanda
mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
· Dibentuk
Uni Indonesia Belanda
· Republik
Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru
terhadap perusahaan Belanda di Indonesia.
· Republik
Indonesia Serikat membayar utang-utang pemerintah Hindia Belanda.
· Irian
Barat ditunda penyelesaiannya dalam jangka waktu 1 tahun kemudian.
Dengan tercapainya
kesepakatan Meja Bundar, kedudukan Indonesia telah diakui sebagai Negara yang
berdaulat penuh walaupun Irian Barat masih belum termasuk di dalamnya. Rakyat Indonesia telah lama dibohongi melalui penggelapan sejarah yang
berkepanjangan. Hampir setiap buku pelajaran sejarah dan PPKn sekolah (baik SD
sampai SMA) di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan perihal sejarah yang
sesuai pada kenyataannya.
Termasuk cerita dongeng kemerdekaan bangsa
Indonesia. Bila kita perhatikan kalimat dalam pembukaan UUD 45 “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka”, maka seharusnya kita
menyadari bahwa saat ini kita masih sekedar berada di pintu gerbang dan belum
memasuki bangunan kemerdekaan itu sendiri.
Belum lagi bila kita teliti makna ucapan Soekarno
“kutitipkan bangsa ini kepadamu”, yang memberi kesan bahwa ada sesuatu
pekerjaan yang belum terselesaikan. Terbukti sampai saat ini Belanda belum
memberikan pampasan perang kepada Indonesia, tidak seperti yang dilakukan Jepang.
Maka bisa diartikan bahwa pemerintah negera ini hanyalah perpanjangan tangan
penjajah yang melanjutkan kembali penjajahannya terhadap Rakyat Indonesia.
Mungkin tidak banyak yang tahu, jika ada
perjanjian terselubung di balik Konferensi Meja Bundar (KMB). Siapa sangka, di
balik peristiwa sejarah yang disebut-sebut menjadi tonggak pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia itu, tersembunyi perjanjian pembayaran utang-utang penjajah
kolonial Belanda. Fakta mencengangkan dari perjanjian yang digelar di Den Haag
Belanda, tahub 1949, itu diceritakan Pengamat Ekonomi, Revrison Baswir, saat
mengisi sebuah seminar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Hal itu tak
urung membuat peserta seminar yang umumnya mengaku tidak mengetahui fakta
tersebut tercengang. Menurut Revrison, untuk mengakui kedaulatan Republik
Indonesia, pemerintah Belanda mengajukan beberapa persyaratan.
Salah satunya, Indonesia harus mau
mewarisi utang-utang yang dibuat Hindia Belanda, sebesar 4 miliar dolar AS.
Indonesia yang saat itu diwakili Mochamad Hatta, menyetujui syarat tersebut.
Sebelumnya, Hatta telah mendapat lampu hijau dari Soekarno untuk menyetujuinya.
Indonesia menyetujui syarat tersebut untuk mendapat pengakuan kedaulatan.
Namun, rencananya, Indonesia tidak akan membayar utang tersebut dan tetap
membiarkannya menjadi tanggungan pemerintah Hindia Belanda.
Indonesia pun menjalankan rencana
tersebut. Pada kurun waktu 1949-1965, Indonesia tidak membayar utang tersebut.
Akibatnya, munculah Agresi Militer Belanda I dan II. Setelah berkali-kali
mengalami kegagalan, akhirnya Belanda pun menyerah untuk memaksakan kehendaknya
agar Indonesia membayar utang tersebut.
Belanda tidak berhenti sampai di situ, mereka
mulai menyusun rencana lain, dengan cara lebih halus, antara lain dengan
pembentukan Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI). Dari sejarah,
diketahui jika kelompok yang diketuai Belanda itu didirikan untuk membantu
pembangunan Indonesia. Ternyata, di balik pendirian IGGI pun ada udang di balik
batu. Logikanya sederhana, IGGI dibentuk, Belanda ketuanya, dengan syarat
Indonesia harus mau membayar utang peninggalan Hindia Belanda. Akhirnya, pada
1967-1968, pemerintah yang saat itu dikepalai Soeharto, melakukan reschedulling
pembayaran utang tersebut.
Pada 1968 disepakati jika utang Hindia
Belanda akan dicicil Indonesia dalam tempo 35 tahun. Utang tersebut baru lunas
pada 2003. Sekarang, utang Indonesia di luar utang Hindia Belanda bersisa 66,8
miliar dolar AS. Namun, terlepas dari utang yang saat ini dimiliki Indonesia,
menurut Revrison, Indonesia telah lama dibohongi melalui penggelapan sejarah.
Hampir setiap buku pelajaran sejarah di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan
perihal perjanjian pembayaran utang tersebut.
Pemerintah Indonesia membayar
cicilan hingga mencapai 4 milyar gulden sampai tahun 1956, dan pembayaran
dihentikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1956. Jadi Indonesia membayar
biaya untuk agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda kepada
Indonesia.Selain itu, Pemerintah Orde Baru tahun 1969 menyetujui kompensasi
bagi perusahaan-perusahaan Belanda yang dinasionalisasi di masa Presiden
Sukarno. Kompensasi sebesar 350 juta US$ dicicil dan baru lunas tahun 2003.
Hal itu berbeda dengan informasi
oleh Baswir bahwa Indonesia tidak membayarkan hutang-hutang tersebut selama
periode 1945-1965. Berdasarkan informasi dari KMB, justru sampai tahun 1956,
Pemerintah Indonesia telah membayarkan hingga jumlah 4 milyar gulden. Sedangkan
pada masa orde baru, pemerintah membayarkan kompensasi atas nasionalisasi
perusahaan Belanda (bukan yg 4.5 milyar gulden), yang totalnya 350juta US$ dan
lunas pada tahun 2003. Para founding Father itu banyak melakukan perjanjian
yang turun temurun harus di selesaikan oleh siapapun pemimpin Indonesia.