PERLINDUNGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP
PELANGGARAN HAK CIPTA UNTUK PROGRAM KOMPUTER (SOFTWARE)
disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Dagang
Dosen
Pengampu : Rini Triastuti,
SH, M.Hum
Anggota
Kelompok 8 :
1.
Agus Prasetiyo (K6410002)
2.
Dwita Putri N. (K6410021)
3.
Kholidaturrosyidah (K6410039)
4.
Nindiyen L.A. (K6410044)
5.
Uun Wardhani (K6410062)
6.
Andriani Melina P. (k6411005)
7.
Sri Nurhidayati (K6411055)
PENDIDIKAN
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Dalam
rangka pembangunan di bidang hukum Indonesia sebagaimana termaksud dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui TAP MPR RI No. IV/MPR/1999 Tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004, serta untuk mendorong dan
melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan
kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka dirasakan perlunya
perlindungan hukum terhadap hak cipta. Perlindungan Hukum tersebut dimaksudkan
sebagai upaya mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembangnya
gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra masyarakat
Indonesia.
Di
Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang nomor
6 tahun 1982 tentang hak cipta, sebagaiman telah di ubah oleh undang-undang
Nomor 7 Tahun 1987 Tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1982
tentang hak cipta, dan terkhir telah di ubah lagi dengan undang-undang Nomor 12
tahun 1997 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang hak
cipta beserta beberapa peraturan pelaksanaannya. Pada tanggal 29 Juli 2002
telah diundangkan Undang-Undang yang
terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai
berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan sehingga karenanya Undang-undnag
Hak Cipta yang baru tersebut tidak banyak disinggung dalam penulisan ini. Tetapi pada
dasarnya, pasal-pasal dari suatu aturan atau undang-undang saling berkaitan,
sehingga tidak hanya pasal-pasal tersebut diatas saja yang berkaitan dengan
program komputer.
Pelanggaran
Hak Cipta Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Copyright’s violation). Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI)
pertama kali disahkan pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus
Diamond Vs Diehr bergulir. Hak cipta kekayaan intelektual sangat penting karena
memberikan hak kepada perusahaan software tertentu untuk melindungi hasil
karyanya dari pembajakan oleh perusahaan software lain sekaligus memberikan
peluang bagi mereka untuk menjadikan software buatannya sebagai komoditas
finansial yang dapat mendorong pertumbuhan industri. Dengan adanya hak cipta
terhadap software, apabila terjadi pembajakan terhadap software tersebut maka
pelakunya dapat dituntut secara hukum dan dikenakan sanksi yang berat. Maka,
para perusahaan software pun berlomba-lomba mematenkan produknya tidak peduli
betapa mahal dan sulitnya proses pengeluaran hak paten tersebut.
Namun di
satu sisi, hak cipta kekayaan intelektual memberikan masalah baru terkait
dengan aplikasinya oleh para pengguna di seluruh dunia. Disebarluaskannya
penggunaan floppy disk drive pada PC (personal computer) hingga alat yang saat
ini populer yaitu CD-RW dan DVD-RW membuat kasus pembajakan software semakin
marak di seluruh dunia. Kemampuan alat ini untuk menciptakan software lebih
banyak dimanfaatkan oleh pengguna komputer untuk menggandakan software dengan mudah
tanpa mengurangi kualitas produknya. Bahkan produk hasil penggandaannya akan
berfungsi sama seperti software yang asli.
Selain
mengakibatkan kerugian pada perusahaan komputer yang menciptakan software,
pembajakan juga mengakibatkan pelanggaran terhadap hak cipta kekayaan
intelektual (HAKI). Memang tak dapat dipungkiri bahwa makin meluasnya
penggunaan teknologi komputer untuk kantor maupun pribadi memungkinkan setiap
individu di seluruh dunia untuk menggandakan software tanpa diketahui oleh
pemilik hak cipta sehingga pembajakan software sulit untuk diawasi dan
ditindak.
Namun sejauh
ini berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah dan produsen software untuk
melindungi properti intelektual hasil inovasi mereka dari pembajakan.
Pemerintah mengeluarkan aturan hukum berkaitan dengan undang-udang tentang hak
cipta kekayaan intelektual (HAKI) yang berisi tentang tata cara perlindungan
software, berbagai bentuk pembajakan serta sanksi bagi pelaku pembajakan
sofware.
Aturan hukum
ini tentunya akan mencapai titik keberhasilan apabila diikuti dengan penegakan
hukum yang mendasar dimana kalangan korporat, pemerintahan, hingga para penegak
hukum juga diharuskan menggunakan software asli dalam pemakaian teknologi di
lingkungan mereka. Berdasarkan permasalahan mengenai hak cipta diatas, maka
penulis membuat makalah yang berjudul, “PERLINDUNGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP PELANGGARAN HAK
CIPTA UNTUK PROGRAM KOMPUTER (SOFTWARE)”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, penulis membuat rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
lingkup hak cipta di Indonesia ?
2. Bagamana
cara pendaftaran hak cipta ?
3.
Sebutkan bentuk pelanggaran hak cipta
program komputer ?
4. Apa
batasan hak cipta untuk program komputer (perangkat lunak) ?
5. Bagaimana
perlindungan UU Nomor 19 Tahun 2002 terhadap karya cipta program komputer
(software) ?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Menjelaskan
mengenai lingkup hak cipta di Indonesia.
2. Mengetahui
cara pendaftaran hak cipta.
3.
Mengklasifikasikan bentuk pelanggaran
hak cipta program komputer.
4. Mendeskripsikan
batasan hak cipta untuk program komputer (perangkat lunak).
5. Menganalisis
perlindungan UU Nomor 19 Tahun 2002 terhadap karya cipta program komputer
(software).
D. MANFAAT PENULISAN
1.
Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah
satu pemenuhan tugas mata kuliah Hukum dagang semester 3 (Ganjil). Penulis
dapat mengetahui, menganalisis dan memberi saran terhadap masalah Hak Cipta dan
Program Komputer, khususnya mengenai Perlindungan
Undang-Undang Hak Cipta Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Program Komputer. Penulisan ini
diharapkan memberi kontribusi pengembangan konsep, metode dan teori.
2.
Bagi Pembaca
Makalah yang
berjudul “PERLINDUNGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19
TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA UNTUK
PROGRAM KOMPUTER (SOFTWARE)” diharap menjadi
referensi pustaka dalam mengkaji permasalahan hak cipta program komputerdi
Indonesia. Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai sarana informasi awal
bagi peneliti lain, yang hendak mengkaji permasalahan yang sama.
BAB
II
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORI
1. Hakekat Hak Cipta
Hak cipta adalah hak
eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan
"hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.
Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Bisa
juga diartikan, Hak Cipta
adalah suatu hal khusus untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya memberi izin tanpa mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan yang berlaku
Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya
oleh Prof. Moh. Syah, SH pada Kongres Kebudayaan
di Bandung, kemudian diterima sebagai
pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan
pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari
istilah bahasa Belanda Auteures Rechts. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa pengertian tersebut “kurang luas” karena istilah hak
pengarang itu memberikan kesan “penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup
oleh pengarang itu hanyalan hak dari pengarang saja, atau yang ada sangkut
pautnya dengan karang pengarang. Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas,
dan ia mencakup juga tentang karang mengarang. (Dikutip
Saidin)
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
"ciptaan". Ciptaan tersebut mencakup puisi, drama, serta karya tulis
lainnya, film,
karya-karya koreografis
(tari, balet, dan
sebagainya), komposisi
musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat
lunak komputer, siaran
radio dan televisi, dan
(dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli
atas penggunaan invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang
mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu
gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau
teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai
contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus
melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau
menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney,
namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus
secara umum.
Di Indonesia,
masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang
Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002. Berikut isi Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002 :
·
Ayat 1 : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Ayat 2 : Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang secara bersamasama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
·
Ayat 3 : Ciptaan adalah hasil setiap karya
Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni,
atau sastra.
·
Ayat : 4 Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta
sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak
yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak
yang menerima hak tersebut.
a. Sejarah hak cipta
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright
dalam bahasa Inggris (artinya "hak salin"). Copyright
ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak.
Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya
tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan
karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para
pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya
cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk
menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan tahun 1710
dengan Statute of Anne di
Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan
tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa
penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi
jual beli berlangsung. Peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak
eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, kemudian
setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works
(Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) pada tahun 1886 adalah yang
pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Copyright
diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus
mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah
karya dicetak atau disimpan dalam satu media, pengarang otomatis mendapatkan
hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya
derivatifnya, hingga pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau
hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Pada tahun 1958,
Perdana Menteri Djuanda
menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi
Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta,
dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan
tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun
1912 dan menetapkan
UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta
yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan UU No.
7 Tahun 1987, UU No.
12 Tahun 1997, dan
pada akhirnya dengan UU No. 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Perubahan
undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia
dalam pergaulan antarnegara.
Hak
eksklusif dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas
melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Beberapa
hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak
untuk: membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan
tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
mengimpor
dan mengekspor
ciptaan, menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi
ciptaan), menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum, menjual atau
mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Di
Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,
mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu,
dalam hukum
yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan
dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku
karya seni
(yaitu pemusik,
aktor,
penari,
dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur
pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau
disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab
VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara
nyanyiannya.
Hak-hak
eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya
dengan pewarisan atau perjanjian
tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan
pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi,
dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu
ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO. Secara umum, hak
moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan,
dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep tesebut. Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah
hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang
tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Contoh
pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun
misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak
lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak
mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah
periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada
yurisdiksi tertentu).
Suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui
pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam
bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak
cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu
ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran
ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada
yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta
yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta
dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya
dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya di Indonesia (UU
19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia (hukum positif),
terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan
lembaga swasta.
Ciptaan
yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay
out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah,
kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala
bentuk (seperti seni
lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,
dan seni terapan), arsitektur,
peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni
songket dan seni ikat),
fotografi, sinematografi, dan tidak
termasuk desain
industri (yang dilindungi sebagai kekayaan
intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan
karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi
berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU
19/2002 pasal 12).
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak
cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu
"pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan
atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu
lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti
dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah
dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya
didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain
diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut
bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut
berhak cipta.
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi
yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan
atau tidak diterbitkan. Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta
secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50
tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat,
kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa
batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk
hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil
kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta
dalam hukum
perdata, namun ada pula sisi hukum
pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang
serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia
secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama
tujuh tahun yang
dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling
banyak lima miliar
rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak
cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut
dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang
hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya
atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum dapat dibedakan menjadi dua
sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah
menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan
mengorbankan kreativitas, dan sisi yang berpendapat bahwa konsep hak
cipta sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi sekarang, yaitu
adanya masyarakat informasi
baru. Keberhasilan proyek perangkat lunak bebas seperti Linux, Mozilla
Firefox, dan Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa
ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli
berlandaskan hak cipta. Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk
memperkuat persyaratan lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan
ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam
itu disebut copyleft
atau lisensi perangkat lunak bebas.
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain: KCI (Karya Cipta Indonesia), ASIRI (Asosiasi
Indrustri Rekaman Indonesia), ASPILUKI (Asosiasi Piranti Lunak Indonesia),
APMINDO (Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia), ASIREFI (Asosiasi Rekaman
Film Indonesia) PAPPRI (Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia),
IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), MPA (Motion Picture Assosiation),
BSA (Bussiness Sofware Assosiation).
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa : Dalam hukum
Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (Hak Kekayaan)
yang mendapatkan perlindungan hukum (masnun) sebagaimana mal (kekayaan) Hak
Cipta yang mendapatkan perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1
tersebut adalah Hak Cipta atas ciptaan yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud alaih),
baik akad mua’wadhah (pertukaran, komersil), maupun akad tabarru’at (non
komersial), serta diwaqafkan dan diwarisi. Setiap bentuk pelanggaran terhadap
Hak Cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah HARAM.
2. Hakekat Program Komputer
Komputer
adalah serangkaian ataupun sekelompok mesin elektronik yang terdiri dari ribuan
bahkan jutaan komponen yang dapat saling bekerja sama, serta membentuk sebuah
sistem kerja yang rapi dan teliti. Sistem ini kemudian dapat digunakan untuk
melaksanakan serangkaian pekerjaan secara otomatis, berdasar urutan instruksi
ataupun program yang diberikan kepadanya. Istilah mengenai sekelompok mesin,
ataupun istilah mengenai jutaan komponen kemudian dikenal sebagai hardware
komputer atau perangkat keras komputer. Hardware komputer juga dapat diartikan sebagai
peralatan pisik dari komputer itu sendiri. Peralatan yang secara pisik dapat
dilihat, dipegang, ataupun dipindahkan.
Dalam hal
ini, komputer tidak mungkin bisa bekerja tanpa adanya program yang telah
dimasukkan kedalamnya. Program ini bisa berupa suatu prosedur peng-operasian
dari komputer itu sendiri ataupun pelbagai prosedur dalam hal pemrosesan data
yang telah ditetapkan sebelumnya. Nama lain dari Software adalah perangkat lunak. Seperti nama lainnya itu,
sifatnya pun berbeda dengan hardware atau perangkat keras, jika perangkat
keras adalah komponen yang nyata yang dapat diliat dan disentuh oleh manusia,
maka software atau Perangkat lunak tidak dapat disentuh dan dilihat secara
fisik, software memang tidak tampak secara fisik dan tidak berwujud benda tapi
bisa dioperasikan.
Pengertian
Software komputer adalah sekumpulan data elektronik yang disimpan
dan diatur oleh komputer, data elektronik yang disimpan oleh komputer itu dapat
berupa program atau instruksi yang akan menjalankan suatu perintah. Melalui
sofware atau perangkat lunak inilah suatu komputer dapat menjalankan suatu
perintah.
Program Komputer
adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema,
ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang instruksi-instruksi tersebut. (Pasal 1 ayat (8) UU No. 19 Tahun 2002)
Software atau perangkat lunak komputer berdasarkan distribusinya dibedakan
menjadi beberapa macam, yaitu:
1.
Software berbayar merupakan perangkat lunak yang didistribusikan
untuk tujuan komersil, setiap pengguna yang ingin menggunakan atau mendapatkan
software tersebut dengan cara membeli atau membayar pada pihak yang
mendistribusikannya. pengguna yang menggunakan software berbayar umumnya tidak
diijinkan untuk menyebarluaskan software tersebut secara bebas tanpa ijin ada
penerbitnya. Contoh software berbayar ini misalnya adalah sistem microsoft
windows, microsoft office, adobe photo shop, dan lain-lain.
2.
Software gratis atau free meliputi
:
1) Freeware atau
perangkat lunak gratis adalah perangkat lunak komputer berhak cipta yang gratis
digunakan tanpa batasan waktu, berbeda dari shareware yang mewajibkan
penggunanya membayar (misalnya setelah jangka waktu percobaan tertentu atau
untuk memperoleh fungsi tambahan). Para pengembang perangkat gratis seringkali
membuat perangkat gratis freeware “untuk disumbangkan kepada komunitas”, namun juga tetap ingin mempertahankan
hak mereka sebagai pengembang dan memiliki kontrol terhadap pengembangan
selanjutnya. Freeware juga didefinisikan sebagai program apapun yang
didistribusikan gratis, tanpa biaya tambahan. Sebuah contoh utama adalah suite
browser dan mail client dan Mozilla News, juga didistribusikan di bawah GPL
(Free Software).
2) Free
Software lebih mengarah kepada bebas penggunaan tetapi tidak harus gratis.
Pada kenyataannya, namanya adalah karena bebas untuk mencoba perangkat lunak
sumber terbuka (Open Source) dan di sanalah letak inti dari kebebasan:
program-program di bawah GPL, sekali
diperoleh dapat digunakan, disalin, dimodifikasi dan didistribusikan secara
bebas. Jadi free software tidak mengarah kepada gratis pembelian tetapi penggunaan
dan distribusi. Begitu keluar dari lisensi kita dapat menemukan berbagai cara
untuk mendistribusikan perangkat lunak, termasuk freeware, shareware atau
Adware. Klasifikasi ini mempengaruhi cara di mana program dipasarkan,
dan independen dari lisensi perangkat lunak mana mereka berasal. Perbedaan yang
nyata antara Free Software dan Freeware. Konflik muncul dalam arti kata free
dalam bahasa Inggris, yang berarti keduanya bebas dan gratis. Oleh karena itu,
dan seperti yang disebutkan sebelumnya, Free Software tidak perlu bebas, sama
seperti Freeware tidak harus gratis.
3) Shareware juga bebas tetapi lebih dibatasi
untuk waktu tertentu. Shareware adalah program terbatas didistribusikan baik
sebagai demonstrasi atau versi evaluasi dengan fitur atau fungsi yang terbatas
atau dengan menggunakan batas waktu yang ditetapkan (misalnya 30 hari) . Dengan
demikian, memberikan pengguna kesempatan untuk menguji produk sebelum membeli
dan kemudian membeli versi lengkap dari program. Sebuah contoh yang sangat
jelas dari tipe ini adalah perangkat lunak antivirus, perusahaan-perusahaan ini
biasanya memudahkan pelepasan produk evaluasi yang hanya berlaku untuk jumlah
hari tertentu. Setelah melewati maksimum, program akan berhenti bekerja dan
Anda perlu membeli produk jika Anda ingin tetap menggunakannya.
4) Adware adalah perangkat lunak bebas
sepenuhnya, namun termasuk dalam program periklanan. Sebuah contoh yang jelas
adalah program Messenger dari Microsoft yang memungkinkan penggunaan perangkat
lunak bebas dalam pertukaran untuk masuk dengan cara iklan banner atau pop-up.
B. PEMBAHASAN
1. Lingkup Hak Cipta
a.
Ciptaan yang dilindungi
Pasal 12
ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara
rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
·
buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out)
karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
·
ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis
dengan itu;
·
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan
dan ilmu pengetahuan;
·
lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
·
drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
·
seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis,
gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan;
·
arsitektur;
·
peta;
·
seni batik;
·
fotografi;
·
sinematografi;
·
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database,
dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
b.
Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai
pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk
hal-hal berikut:
·
hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
·
peraturan perundang-undangan;
·
pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
·
putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
·
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan
sejenis lainnya.
2.
Pendaftaran
Hak Cipta
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi
pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan
dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun
demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan
apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan.
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak
cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen
HKI), yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya
maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya
(UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak
cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI.
"Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar
dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai
biaya.
Seseorang perlu
mendaftarkan program-program komputer ciptaannya, terutama jika memang
program-program tersebut dibuat dengan tujuan komersial serta proaktif
mendekati target pasar untuk mencegah maraknya pembajakan program tersebut. Di
bawah ini adalah beberapa pasal dari UUHC No.19/2002 yang terkait dengan
pendaftaran Hak Cipta.
Pasal
35
1)
Direktorat
Jenderal menyelenggarakan pendaftaran, ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum
Ciptaan.
2)
Daftar
Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
3)
Setiap
orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum
Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
4)
Ketentuan
tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan
kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal
36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum
Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti,maksud atau
bentuk dari Ciptaan yang didaftar.
Pasal
37
1)
Pendafataran
Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh
Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
2)
Permohonan
diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis
dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan
dikenai biaya.
3)
Terhadap
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan
memberikan keputusan paling lama 9 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
permohonan secara lengkap.
4)
Kuasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada
Direktorat Jenderal.
5)
Ketentuan
mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai
konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
3.
Bentuk
Pelanggaran Hak Cipta Program Komputer
Untuk
pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan
pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu
apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka
dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun
seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan
melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan
perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar
kemiripan antara kedua program komputer.
1)
Dalam lisensi ini biasanya mencakup
ketentuan.
2)
Software tersebut boleh diinstal hanya
pada satu mesin.
3)
Dilarang memperbanyak software tersebut
untuk keperluan apapun (biasanya pengguna diberi kesempatan membuat satu buah
backup copy).
4)
Dilarang meminjamkan software tersebut
kepada orang lain untuk kepentingan apapun.
Berdasarkan
batasan di atas maka tindakan menginstal program komputer ke dalam lebih dari
satu mesin atau diluar ketentuan yang dikeluarkan oleh satu lisensi, pinjam
meminjam program komputer dan menginstalnya, mengkopi atau memperbanyak program
komputer tersebut, dapat dikategorikan sebagai tindakan pembajakan.
Untuk
pelanggaran Hak Cipta program komputer di Indonesia, paling banyak dilakukan
pada Microsoft Software yaitu dengan dilakukan perbanyakan program komputer
tanpa seijin perusahaan Microsoft. Batasan-batasan yang diberikan oleh UUHC
terhadap penggunaan program komputer menyebabkan banyak perbuatan yang
dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar Hak Cipta.
Microsoft
Coorporation sebagai sebuah perusahaan perangkat lunak raksasa dunia mengelompokkan
5 macam bentuk pembajakan perangkat lunak seperti di bawah ini:
1) Memasukkan
perangkat lunak ilegal ke Harddisk. Biasanya dilakukan seseorang saat membeli
personal komputer generik di toko komputer, yang oleh penjual langsung di
install satu sistem
2) Softlifting.
Softlifting terjadi jika sebuah lisensi dipakai melebihi kapasitas penggunaan
seperti yang tercantum dalam lisensi tersebut.
3) Pemalsuan:
Penjualan CDROM ilegal di Penyewaan Software.
4) Penyewaan
perangkat lunak ilegal.
5) Downloading
ilegal. Downloading ilegal adalah melakukan download terhadap sebuah program
komputer dari internet dengan tidak mematuhi kaidah yang tertera pada lisensi
download.
Tahun
2001, Business software Alliance (BSA) mengadakan survei pembajakan perangkat
lunak dari 65 negara dan hasilnya Indonesia menempati peringkat ketiga terbesar
dunia setelah Vietnam dan Cina, dengan tingkat pembajakan sebesar 89%. Beberapa
alasan yang menyebabkan maraknya tingkat pelanggaran terhadap hak cipta
perangkat lunak di Indonesia antara lain adalah berikut:
·
Perangkat lunak bajakan lebih murah
dibandingkan dengan membeli lisensi.
·
Data-data yang dimuat dalam format
digital,memudahkan pemakainya melakukan penyalinan pada data-data dari satu
media ke media lain.
·
Adanya kecenderungan manusia untuk selalu
mencoba sesuatu yang baru (downloading illegal).
·
Belum adanya perangkat undang-undang
yang mampu menjerat seseorang secara lebih tegas ketika orang tersebut
diketahui menyebarluaskan dan atau menggunakan perangkat lunak secara
ilegal.
Indonesia telah memiliki UUHC namun belum menempati peran strategis di dalam pelaksanaannya.
Indonesia telah memiliki UUHC namun belum menempati peran strategis di dalam pelaksanaannya.
·
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk
menghargai hasil ciptaan orang lain dan kurangnya kesadaran hukum masyarakat.
4.
Pembatasan
Hak Cipta untuk Program Komputer
Pembatasan
Hak Cipta untuk program komputer Close Source berdasarkan UUHC pasal 14 huruf
g, yaitu terhadap pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh
pemilik copy program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan
sendiri. Karena seorang pembeli hanya memiliki hak sebatas untuk menggunakan
atau mengambil manfaat dari program komputer untuk kepentingannya sendiri tanpa
batas waktu, sehingga jika kemudian pembeli program komputer menggandakan
kembali atau menyewakan program komputer tersebut untuk tujuan komersil itu
tidak dibenarkan.
Karena
dalam jangka waktu 50 tahun suatu program sudah mengalami perubahan dan
pemodifikasian sangat pesat. Sehingga tidak mustahil, program yang diumumkan 50
tahun yang lalu saat ini sudah tidak digunakan lagi, bahkan sudah tidak dikenal
oleh generasi pengguna komputer sekarang. Contoh konkrit adalah program Lotus
123 yang kurang lebih 10 tahun yang lalu begitu dikuasai oleh para pengguna
namun sekarang jarang sekali ada pengguna yang masih menggunakan program ini
untuk dijalankan pada komputernya.
Maksud
dan tujuan dibatasinya jangka waktu perlindungan untuk setiap karya cipta agar
pada karya tersebut ada fungsi sosialnya menjadi tidak terpenuhi untuk karya
cipta program komputer. Sebabnya nilai ekonomis dari sebuah program kurang
lebih hanya tiga tahun, setelah waktu tersebut program akan terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bermunculan program-program baru,
program lama akan dengan sendirinya ditinggalkan.
Perlu
diingat bahwa penggunaan program komputer bukan untuk dinikmati karena
keindahan dan estetikanya, tetapi karena kegunaannya atau berhubungan dengan
fungsi dari program komputer itu sendiri. Ditambah lagi, dalam UUHC ada
ketentuan yang mengecualikan program komputer dari tindakan perbanyakan yang dilakukan
secara terbatas oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan, atau
pendidikan dan pusat dokumentasi yang komersil yang semata-mata dilakukan untuk
kepentingan aktivitasnya sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta.
Dengan
demikian tidak mengherankan jika sekarang banyak terjadi pembajakan program
komputer, karena kebutuhan masyarakat terhadap komputer meningkat tetapi tidak
diikuti dengan kemampuan membeli lisensi dengn harga relatif mahal, juga
masyarakat tidak mempunyai cara lain untuk mendapatkan program dengan harga
murah selain dengan membeli CD program bajakan. Hak Untuk menuntut jika terjadi
pelanggaran di Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap program
komputer melalui UUHC yang terus disempurnakan, terakhir pada tahun 2002.
5.
Perlindungan
UUHC terhadap Karya Cipta Program Komputer
Banyaknya
kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan HAKI
(Hak Kekayaan Intelektual) yg merebak beberapa saat belakangan ini
membuat saya tertarik mendokumentasikan tulisan dan pemikiran saya ini. Katakan
lah tentang penggunaan Aplikasi Opensource (Free), Cloning web, bahkan
baru-baru ini kita dengar bahwa ada salah satu Blogger indonesia yang di Somasi
oleh pihak kuasa hukum dikarenakan membuat Themes yang mirip dengan salah satu
situs jejaring sosial yang terkenal.
Didalam hak
cipta, Hukum indonesia melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk
ekspresi. Ekspresi yang dimaksud seperti dalam bentuk tulisan seperti lirik
lagu, puisi, artikel atau buku, dalam bentuk gambar seperti foto, gambar
arsitektur, peta, serta dalam bentuk suara dan video seperti rekaman lagu,
pidato, video pertunjukan, video koreografi dll.
Tentu saja, sesuai dengan Pasal 12 Undang-undang No 19 tahun 2002 tentang
Hak Cipta telah diatur bahwa program komputer juga termasuk dilindung. Perlindungannya
bisa otomatis karena menganut sistem deklaratif. Artinya otomatis diberikan
saat ciptaan itu lahir dalam wujud yang kongkret, bukan sekadar abstrak dan
sebatas ide. Dan juga ciptaan dilindungi tanpa harus lebih dulu didaftarkan ke
Ditjen HKI.
Suatu persyaratan utama dalam hukum hak cipta adalah bahwa karya bisa
asli agar memiliki perlindungan hak cipta. Pekerjaan harus independen disusun
oleh penciptanya. Dalam Feist, Mahkamah Agung AS menjelaskan bahwa tujuan utama
dari hukum hak cipta adalah "bukan
untuk mengupah tenaga kerja dari penulis, tetapi untuk mempromosikan Kemajuan
Ilmu dan Seni berguna..". Kasus ini melibatkan penentuan kurangnya
orisinalitas cetak, halaman direktori telepon putih. Namun tes ini tidak salah
satu dari kebaruan. Sebagai contoh, asumsikan seorang guru di Orlando menulis
sebuah artikel berjudul "Memahami Undang-Undang Hak Cipta." Guru lain
di Omaha baru saja menyelesaikan sebuah artikel yang sangat mirip dengan nama
yang sama usaha. Tidak tahu yang lain tentang. Kedua instruktur telah
menciptakan sebuah karya asli; maka adalah perlindungan hak cipta yang
diberikan kepada masing-masing. Pengadilan akan tentu terlihat sangat erat pada
karya-karya yang tampaknya cermin orang lain atau langsung salin verbatim
sebagai kemungkinan pelanggaran yang lebih jelas dalam kondisi.
Pasal-pasal Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU Hak
Cipta) yang berhubungan dengan hak cipta program-program komputer adalah Pasal
12 ayat (1) huruf a, tentang ciptaan yang dilindungi termasuk program komputer:
1)
Pasal
12 ayat (1) huruf l, tentang ciptaan yang dilindungi termasuk database dan
hasil pengalih wujudan;
2)
Pasal
15 huruf g, tentang pembuatan salinan cadangan program komputer;
3)
Pasal
30 ayat (1), tentang masa berlakunya suatu hak cipta atas program komputer;
4)
Pasal
72 ayat (3), tentang sanksi pidana pelanggaran hak cipta program komputer.
Tetapi pada dasarnya, pasal-pasal dari suatu aturan atau undang-undang
saling berkaitan, sehingga tidak hanya pasal-pasal tersebut diatas saja yang
berkaitan dengan program computer.
Contoh
sederhana adalah sebagai berikut: Pengalihan hak cipta yang
diatur dalam pasal 3 (2) UU Hak Cipta, walaupun tidak secara eksplisit
menyebutkan ketentuan tersebut diperuntukkan untuk program komputer, tetapi
karena software adalah bagian dari hak cipta, maka pengaturan pengalihan hak
cipta tersebut berlaku juga terhadap program komputer. Ketentuan lain dalam UU tersebut
juga berlaku terhadap software sepanjang tidak disebutkan sebaliknya oleh
peraturan yang berlaku.
Pasal 15 huruf g UU Hak Cipta memperbolehkan melakukan backup
terhadap program komputer (bukan backup data), sepanjang diperuntukkan
sebagai cadangan dan digunakan sendiri. Suatu tindakan pembajakan perangkat
lunak terjadi apabila dipenuhi unsur-unsur berikut:
1)
Melakukan perbanyakan perangkat lunak (menggandakan
atau menyalin program komputer dalam bentuk source code atau pun
program aplikasinya);
2)
Perbanyakan perangkat lunak dilakukan dengan sengaja
dan tanpa hak (artinya tidak memiliki hak ciptan atau lisensi hak cipta untuk
menggunakan atau memperbanyak perangkat lunak);
3)
Perbanyakan perangkat lunak dilakukan untuk kepentingan
komersial (kepentingan komersial diterjemahkan secara praktek adalah perangkat
lunak tersebut digunakan untuk kepentingan komersial, di perjual belikan,
disewakan atau cara-cara lain yang menguntungkan pelaku perbanyakan secara
komersial).
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu
ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk
membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Berdasarkan pembahasan masalah
pada Bab 2, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Lingkup Hak Cipta, meliputi: 1) Ciptaan yang dilindungi dalam Pasal 12 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, antara lain: buku, program komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain, dan sebagainya. 2) Ciptaan yang
tidak diberi Hak Cipta, untuk hal-hal berikut: hasil rapat terbuka
lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya.
2. Pasal
12 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah diatur bahwa program komputer
juga termasuk dilindung. Perlindungannya bisa otomatis karena menganut sistem
deklaratif. Artinya otomatis diberikan saat ciptaan itu lahir dalam wujud yang
kongkret, bukan sekadar abstrak dan sebatas ide. Ciptaan dilindungi tanpa harus
lebih dulu didaftarkan ke Ditjen HKI.
3. Perlu
mendaftarkan program komputer ciptaan, terutama jika memang program tersebut
dibuat dengan tujuan komersial serta proaktif mendekati target pasar untuk
mencegah maraknya pembajakan program tersebut.
4. Pembatasan
Hak Cipta untuk program komputer Close Source berdasarkan UUHC pasal 14 huruf
g, yaitu terhadap pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh
pemilik copy program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan
sendiri. Maksud dan tujuan dibatasinya jangka waktu perlindungan untuk setiap
karya cipta agar pada karya tersebut ada fungsi sosialnya menjadi tidak
terpenuhi untuk karya cipta program komputer.
5. Microsoft
Coorporation sebagai sebuah perusahaan perangkat lunak raksasa dunia
mengelompokkan 5 macam bentuk pembajakan perangkat lunak seperti: 1) Memasukkan
perangkat lunak ilegal ke Harddisk. 2) Softlifting. Softlifting terjadi jika
sebuah lisensi dipakai melebihi kapasitas penggunaan seperti yang tercantum
dalam lisensi tersebut. 3) Penjualan CD ROM ilegal. 4) Penyewaan perangkat
lunak ilegal. 5) Downloading ilegal. Downloading ilegal adalah melakukan
download terhadap sebuah program komputer dari internet dengan tidak mematuhi
kaidah yang tertera pada lisensi download.
B. SARAN
Solusi yang pertama untuk mengatasi
maraknya pelanggaran hak cipta program komputer tentunya berawal dari membangun
budaya masyarakat untuk menghargai hasil karya orang lain. Solusi kedua adalah
bahwa pemerintah, baik dari instansi-instansi terkait, jajaran penegak hukum
dan segenap lapisan masyarakat hendaknya sepakat untuk secara bersama-sama
memerangi pembahakan terhadap karya-karya intelektual karena pembajakan karya
intelektual merupakan perbuatan yang merugikan perekonomian bangsa. Dalam
perkembangannya, para pengguna komputer sekarang telah mempunyai pilihan lain selain
menggunakan program keluaran Microsoft yang komersial yaitu dengan menggunakan berbagai
jenis program yang memiliki lisensi Open Source. Jika terjadi pelanggaran di
Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap program komputer melalui UUHC
yang terus disempurnakan, terakhir pada tahun 2002.
DAFTAR PUSTAKA
Bintang, Sanusi. 1998. Hukum Hak
Cipta. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya bakti.
Dahlan dan Sanusi Bintang. 2000. Pokok-pokok Hukum dan Bisnis. Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti.
Damian, Eddy. Dkk. 2002. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar.
Bandung : PT. Alumni.
Damian, Eddy. 1999. Hukum Hak Cipta
menurut beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang hak cipta 1997
dan perlindungannya terhadap buku serta perjanjian penerbitannya. Bandung :
Penerbit Alumni.
Kansil. 2002. Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Purwosatjipto. 2003. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia I.
Jakarta : Djambatan .
Sulistia, Teguh. 2003. Pelanggaran Hak Cipta dalam Perspektif Hukum
Pidana (Suatu Pemahaman pada Makna dan Keberadaan UU No.19 Tahun 2002).
Padang : FH Universitas Andalas.
Website
:
http://id.wikipedia.org/wiki/Komputer
Perundang-undangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar