PENAMBAHAN WILAYAH MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
Dosen
Pengampu : Drs. Mahmud Al Rasyid, SH, M.Si.
Mata
Kuliah : Hukum Internasional
AGUS PRASETIYO
NIM. K6410002
Semester
: 4
PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
1.
SYARAT-SYARAT PENAMBAHAN WILAYAH YANG DIBENARKAN
MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
Setiap
Negara memiliki kemungkinan untuk menambah atau memperluas wilayahnya. Disamping
wilayah awal, seringkali negara bertambah wilayahnya melalui akresi, cessi,
okupasi, preskripsi, dan perolehan wilayah secara paksa yang biasanya berupa
aneksasi. Konsep wilayah
sangat penting dibicarakan dalam hukum internasional :
a) Hukum Internasional adalah kaidah atau asas hukum yang mengatur persoalan
yang melintas batas negara. Salah satu syarat suatu negara adalah wilayah.
b) Konsep atau paham kedaulatan dibatasi oleh wilayah
negara.
Menurut hukum
internasional cara penambahan wilayah yang dibenarkan adalah dengan cara damai
tanpa kekerasan. Piagam PBB Pasal 2 ayat 4 dengan jelas menyatakan larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan. Berikut bunyi
pasal tersebut : Dalam melaksanakan
hubungan internasional, semua anggota harus mencegah tindakan-tindakan yang
berupa ancaman atau kekerasan terhadap kedaulatan atau kemerdekaan politik Negara
lain.
Cara memperoleh
yang dibenarkan menurut hukum internasional, yaitu okupasi, akkresi, prespeksi,
cessi. Sedangkan aneksasi atau penaklukan (penggabungan suatu wilayah lain dengan
kekerasan atau paksaan kedalam wilayah negara yang menganaksasi) tidak
dibernarkan. Sedangkan, referendum (plebisit)
adalah cara memperoleh wilayah melalui pilihan kemauan penduduk yang
bersangkutan. Referendum adalah cara damai dengan pemungutan suara oleh
penduduk wilayah seperti, Jejak Pendapat Timor Timor tahun 1999.
Island
of Palmas Arbritation, cara-cara diperolehnya wilayah ini telah banyak
berkurang menjadi dipertunjukannya suatu control dan kewenangan, baik oleh
Negara yang mengklaim kedaulatan ataupun oleh suatu Negara dari mana Negara
yang mengklaim kedaulatan dapat membuktikan bahwa hak tersebut telah dirampas.
Dengan
demikian okupasi dan aneksasi didasarkan pada suatu tindakan penanganan efektif
wilayah terkait, sementara penambahan (accretion)
hanya dapat diartikan sebagai suatu penambahan terhadap suatu bagian wilayah
dimana telah ada suatu kedaulatan actual. Preskripsi tergantung pada pelanjutan
dari dipertunjukannya kedaulatan secara damai atas wilayah untuk waktu yang
lama, sedangkan penyerahan (cession)
member pengandaian bahwa Negara yang menyerahkan (ceding state) memiliki kewenangan yang efektif untuk mengatur
wilayah yang dialihkan.
Salah
satu tambahan wilayah diperolehnya kedaulatan territorial, yang tidak termasuk
dalam lima hal tadi yakni melalui keputusan Konferensi Negara-negara. Hal ini
biasanya terjadi apabila konferensi Negara-negara pemenang perang pada akhir
peperangan menyerahkan kepada Negara tertentu sehubungan dengan suatu
penyelesaian perdamaian umum: misalnya, pembagian kembali wilayah Eropa pada
waktu konferensi perdamaian Versailles tahun 1919. Menurut doktrin Soviet,
kedaulatan territorial juga dapat diperoleh dengan cara plebisit (penentuan
kehendak rakyat), meskipun hal ini tampaknya lebih merupakan pengurangan atas
cara perolehan disbanding sebagai langkah yang mendahului diperolehnya
kedaulatan.
A.
Cara yang dibenarkan menurut
hukum internasional untuk:
1.
Okupasi atau Pendudukan
(occupation)
Perolehan dan atau
penegakan kedaulatan atas wilayah yang terra nulius (wilayah yang bukan dan sebekumnya
belum pernah diletakkan dibawah kedaulatan suatu bangsa). Wilayah tersebut tidak berada di bawah penguasaan negara manapun, baik
wilayah yang baru ditemukan ataupun suatu hal yang tidak mungkin yang ditinggalkan
oleh negara semula.
Penguasaan
tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara
efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut
sebagai bagian dari kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya
dengan suatu tindakan simbolis yang menunjukkan
adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan
bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan
saja tidak cukup kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini
dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut
mempunyai arti yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk
suatu jangka waktu tertentu.
Dalam
Eastern Greenland Case, Permanaent Court of International Justice menetapkan
bahwa okupasi supaya efektif mensyaratkan dua unsur di pihak negara yang
melakukan:
1)
Suatu
kehendak atau keinginan untuk bertindak sebagai yang berdaulat
2)
Melaksanakan
atau menunjukan kedaulatan secara pantas.
Syarat
yang harus ada dalam okupasi damai adalah :
1)
Dilakukan
oleh Negara,
2)
Atas
daerah yang tidak bertuan atau tidak dimiliki negara lain, biasanya dengan
penemuan,
3)
Pemukiman
harus dengan jangka waktu yang wajar dan bersifat menetap, dan
4)
Penguasaan
yang efektif,
5)
Ada
maksud untuk bertindak sebagai pemegang kedaulatan atas wilayah yang
bersangkutan.
2.
Akkresi (accretion)
Penambahan
wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya pulau yang
disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai
disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru
disebabkan oleh letusan gunung berapi. Syarat dalam cara memperoleh wilayah dengan akkresi tidak ada, karena
berlangsung secara alamaih tanpa ada campur tangan manusia.
3.
Preskripsi (prescripton)
Perolehan wilayah karena okkupasi suatu negara yang terus menerus dalam
jangka waktu lama atas suatu wilayah yang benar-benar milik negara lain atau
yang semula milik negara lain.
Pelaksanaan
kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai untuk kurun waktu
tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang
sebenarnya berada di bawah kedaulatan negara lain. Syarat
Preskripsi
yaitu :
1)
Tidak
ada protes dari pemilik terdahulu.
2)
Adanya
pelaksanaan hak kedaulatan untuk jangka waktu lama.
4.
Cessi atau Penyerahan (cession)
Penyerahan
wilayah mungkin dilakukan secara sukarela atau mungkin dilakukan dengan paksaan
sebagai akibat peperangan yang diselesaikan dengan sukses oleh negara penerima
penyerahan wilayah terkait. Penyerahan wilayah secara damai yang biasanya
dilakukan melalui perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang, atau dengan
cara-cara yang berbeda. Sesungguhnya penyerahan wilayah menyusul kekalahan dalam
perang lebih lazim terjadi daripada aneksasi. Suatu penyerahan melalui traktat
adalah batal apabila pembentukan traktat itu dihasilkan dari ancaman atau
penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum
internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang telah ia
serahkan.
Sesungguhnya
penyerahan wilayah menyusul kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi daripada
aneksasi. Suatu penyerahan melalui traktat adalah batal apabila pembentukan
traktat itu dihasilkan dari ancaman atau penggunaan kekerasan yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang telah
ia serahkan.
B.
Cara yang tidak dibenarkan menurut hukum
internasional untuk:
Piagam PBB Pasal
2 ayat 4 dengan jelas menyatakan larangan untuk
menambah wilayah dengan kekerasan. Berikut bunyi pasal tersebut : Dalam melaksanakan hubungan internasional,
semua anggota harus mencegah tindakan-tindakan yang berupa ancaman atau
kekerasan terhadap kedaulatan atau kemerdekaan politik Negara lain.
Aneksasi
merupakan bentuk memperoleh wilayah dengan kekerasan dan hal itu tidak
dibenarkan. Aneksasi (annexation) adalah
perolehan wilayah secara paksa, istilah lainnya
adalah penaklukan. Adapun perolehan kedaulatan teritorial yang dipaksakan
dengan dua bentuk keadaan:
1)
Apabila
wilayah yang dianeksasi telah dilakukan atau ditundukan oleh negara yang
menganeksasi
2)
Apabila
wilayah yang dianeksasi dalam kedudukan yang benar-benar berada di bawah negara
yang menganeksasi pada waktu diumumkannya kehendak aneksasi oleh negara
tersebut.
C.
Plebesit atau Referendum
Sebuah referendum (Latin) atau jajak pendapat dalam istilah bahasa Indonesia merupakan pemungutan suara untuk mengambil sebuah
keputusan (politik). Pada sebuah referendum, biasanya orang-orang yang memiliki
hak pilih dimintai pendapatnya.
Referedum (plebisit) dalam hukum internsional
adalah cara memperoleh wilayah melalui pilihan kemauan penduduk yang
bersangkutan. Referedum adalah cara damai dengan pemungutan suara oleh penduduk
wilayah tersebut untuk menentukan nasibnya. Namun pada prakteknya diwarnai oleh
tindakan kekerasan karena
dianggaap pemberontakan seperti, Kasus Timor Timur. Hasil dari Jejak
Pendapat tahun 1999, sebagian besar penduduk Timor Timur ingin merdeka dan
pada akhirnya
memisahkan diri dari Indonesia menjadi negara Timor Leste. Dengan demikian, lepaslah Timor Timur dari Indonesia
dan menjadi negara baru.
2.
PENAMBAHAN
WILAYAH DENGAN CARA TERSEBUT
PADA MASA SEKARANG
Penambahan dengan cara-cara akresi, cessi, okupasi, preskripsi, dan perolehan wilayah
secara paksa yang biasanya berupa aneksasi, saat ini masih mungkin terjadi dan masih berlangsung. Cara tersebut
(dalam teori hukum internasional) masih relevan apabila, pada kenyataannya
masih ada fenomena tersebut. Cara-cara tersebut masih digunakan oleh
negara-negara untuk menambah wilayah. Namun pada
masa sekarang tidak semua cara masih digunakan.
Cara yang
paling sering muncul saat ini untuk menambah wilayah yaitu dengan cara aneksasi
dan referendum. Misalnya, aneksasi yang dilakukan Israel terhadap wilayah
Palestina. Menurut hukum internasional cara tersebut tidak dibenarkan, karena ada larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan (Pasal 2 ayat 4 Piagam PPB). Selain itu, dengan cara referendum seperti di Timor Timur 1999, Sudan
Selatan 2011.
Wilayah
merupakan bagian dari kedaulatan dari suatu negara. Maka dari itu negara
melindungi wilayah kekuasaan. Wilayah juga meruoakan sumber konflik
internasional (antar negara). Banyak negara ingin menambah wilayahnnya, hukum
internasional membatasi keinginan itu. Dalam memperoleh atau menambah wilyah
sering terjadi konflik antar negara. Sengketa-sengketa
juga dapat diselesaikan melalui konsialiasi dan dalam beberapa hal tertentu
wajib menggunakan penyelesaian melalui konsialiasi. Berikut contoh penambahan wilayah yang masih terjadi masa
sekarang :
1.
Okupasi atau Pendudukan
(occupation) -
Sengketa Pulau Falkland oleh Inggris dan Argentina
Otoritas
eksekutif Falkland berada di bawah wewengan Ratu dan menjadi mandat gubernur. Kekalahan Argentina dalam perebutan Falkland
mengakibatkan runtuhnya kekuasaan diktator militer Argentina pada 1983.
Pertentangan mengenai kontrol kepulauan tersebut masih berlangsung hingga kini.
Sejak abad ke 18,
Argentina dan Inggris telah bersitegang soal siapa yang memiliki pulau
Falkland. Pada tahun 1982, pecang perang kedua negara memperebutkan pulau ini.
Lebih dari 600 tentara Argentina dan 200 tentara Inggris tewas dalam
pertempuran tersebut. Status pulau Falkland sendiri di PBB dianggap sebagai
wilayah tak bertuan.
Konflik tesebut saat ini mulai memanas kembali. Dilansir dari Daily Mail, Rabu 1 Februari 2012, Angkatan Laut
Inggris akan menurunkan kapal penghancur tipe 45 HMS Dauntless selama tujuh
bulan di perairan sekitar Falkland, atau yang oleh Argentina disebut pulau
Malvinas. Penurunan kapal perang ini juga untuk mengamankan wilayah
tersebut menjelang perayaan pembebasan Falkland oleh Inggris dari Argentina 30
tahun silam.
2.
Akkresi (accretion) – melalui Pergerakan Sungai
Contoh cara penambahan wilayah secara alamiah yang mungkin timbul karena pergerakan sungai atau lainnya
(misalnya tumpukan pasir karena tiupan angin), terdapat wilayah yang telah ada
yang berada di bawah kedaulatan Negara yang memperoleh hak tersebut. Tindakan
atau pernyataan formal tentang hak ini tidak diperlukan. Tidak penting untuk
diketahui apakah proses penambahan wilayah itu terjadi secara bertahap atu
tidak terlihat, seperti dalam kasus biasa endap-endapan lumpur atau tentang
apakah penambahan itu disebabkan oleh sesuatu pemindahan tanah secara tiba-tiba
atau mendadak, dengan ketentuan bahwa penambahan itu melekat dan bukan terjadi
dalam satu peristiwa yang dapat diidentifikasiakan berasal dari loksi lain.
Apabila
dikatakan bertahap atau tidak kelihatan setelah selang waktu yang cukup lama.
Kaidah-kaidah hokum perdata Romawi mengenai pembagian pemilikan terhadap
endapan-endapan lumpur pada aliran atau sungai-sungai diantara pemilik-pemilik
yang bersebrangan secara analogi berlaku terhadap persoalan pembagian
kedaulatan antara Negara-negara yang bersebrangan dimana endapan-endapan
sama-sama timbul di sungai-sungai yang menjadi garis perbatasan mereka.
3.
Preskripsi (prescripton) - Pulau Palmas
Akibat perang Spanyol-Amerika Serikat tahun 1898,
Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat berdasarkan Treaty of
Paris. Pada 1906 pejabat Amerika Serikat mengunjungi pulau Palmas (Miangas)
yang diyakini Amerika Serikat sebagai wilayah yang diserahkan kepadanya, tetapi
Amerika Serikat mendapatkan bendera Belanda berkibar di Pulau Palmas.
Amerika Serikat dan Belanda merasa memiliki hak
kedaulatan terhadap Pulau Palmas. Dasar klaim Amerika Serikat adalah cessi,
yang ditetapkan dalam Treaty of Paris. Cessi “mentransfer” semua hak
kedaulatan yang dimiliki Spanyol terhadap Pulau Palmas. Sedangkan Belanda mendasarkan klaim kedaulatannya
terhadap Pulau Palmas pada alas hak okkupasi yaitu melalui pelaksanaan
kekuasaan negara secara damai serta terus menerus atas Pulau Palmas.
Alas Hak Okkupasi ditentukan oleh prinsip “effectiveness”,
efektif berarti memenuhi dua syarat, yakni adanya kemauan untuk melakukan
kedaulatan negara di wilayah yang diduduki dan adanya pelaksanaan kedaulatan
negara yang memadai di wilayah itu. Sedangkan Alas Hak Cessi adalah tambahan
kedaulatan wilayah melalui proses peralihan hak yang dapat berupa pemberian,
tukar menukar atau paksa. Cessi dapat terjadi dengan sukarela atau dengan
paksa. Alas hak yang diperoleh melalui cara okupasi oleh Belanda lebih kuat
dibandingkan cara cessi yang dilakukan oleh Amerika Serikat maka dari itu Arbitror
memutuskan bahwa Pulau Palmas seluruhnya merupakan bagian wilayah Belanda.
4.
Cessi atau Penyerahan (cession) – Pembelian Alaska
Pembelian Alaska oleh Amerika
Serikat dari Kekaisaran
Rusia tahun 1867. Pembelian
ini menambah luas wilayah Amerika Serikat sebesar 586.412 mil persegi
(1.518.800 km²). Rusia
saat itu sedang berada dalam posisi finansial yang sulit dan takut kehilangan Alaska
Rusia tanpa kompensasi
(terutama terhadap Britania
Raya, musuh mereka dalam Perang Krim).
Tsar Alexander II memilih menjual Alaska. Rusia
menawarkan Alaska pada Amerika Serikat tahun 1859. Namun, Perang Saudara Amerika meletus.
Setelah Perang Saudara Amerika
berakhir, Tsar menginstruksikan menteri Rusia untuk Amerika Serikat Eduard de Stoeckl untuk bernegosiasi dengan Amerika
Serikat. Negosiasi dimulai pada Maret 1867, dan Amerika setuju untuk membeli
Alaska dengan harga $4.74/km2, total $7.200.000. Pembelian ini
terbukti berguna bagi Amerika Serikat karena penemuan kandungan minyak bumi yang besar di Alaska.
Sesungguhnya
penyerahan wilayah menyusul kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi daripada
aneksasi. Suatu penyerahan melalui traktat adalah batal apabila pembentukan
traktat itu dihasilkan dari ancaman atau penggunaan kekerasan yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang telah
ia serahkan.
5.
Aneksasi atau Penaklukan
(annexation) – Pendudukan Israel di Palestina
Pada tahun 1946, Transyordania memperoleh kemerdekaan dari Mandat Britania atas Palestina. Agensi Yahudi untuk Israel mendeklarasikan berdirinya Negara Israel sesuai dengan rencana PBB yang diusulkan. Komite Tinggi Arab
tidak mengumumkan keadaan sendiri dan sebaliknya, bersama dengan Transyordania, Mesir, dan anggota
lain dari Liga Arab saat itu, mulai tahun 1948 Perang Arab-Israel. Selama perang, Israel memperoleh wilayah tambahan yang
diharapkan menjadi bagian dari negara Arab di bawah rencana PBB. Mesir
memperoleh kendali atas Gaza dan Transyordania mendapat kontrol atas West Bank.
Mesir awalnya mendukung terciptanya Pemerintahan
Seluruh Palestina, tapi itu dibubarkan pada tahun 1959 dan Transyordania
memasukkan Tepi Barat dalam membentuk Yordania. Aneksasi itu diratifikasi pada
1950. Perang Enam Hari 1967
berakhir dengan ekspansi teritorial signifikan oleh Israel. Ekspansi
ini melibatkan seluruh Tepi Barat, yang tetap di bawah pendudukan Israel, dan Jalur Gaza yang diduduki sampai penarikan mundur Israel tahun 2005.
Faktanya, Israel terus saja
membangun permukiman Yahudi di Tepi Barat. Pembangunan permukiman Yahudi yang
terus berlanjut di daerah pendudukan akan membuat pendudukan Israel atas
wilayah Palestina menjadi permanen. Dalam laporan untuk Sidang Umum PBB itu,
Falk mengatakan, sebegitu luasnya pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat
dan Jerusalem Timur sehingga membuat wilayah Palestina secara de facto telah
dianeksasi Israel. Asumsi dasar resolusi DK PBB atas pendudukan wilayah
Palestina oleh Israel tahun 1967 adalah sementara dan reversible.
Kesimpulannya, bukan hanya berdasar
pada meluasnya pemukiman Yahudi di tempat pendudukan, melainkan juga pengusiran
warga Palestina dari Jerusalem Timur dan penggusuran rumah-rumah mereka. PBB seharusnya
mendukung sanksi ataupun boikot terhadap Israel dengan tuduhan melakukan
pelanggaran hukum internasional.
6.
Plebesit atau Referendum – Referendum Sudan Selatan 2011
Pada
awalnya konflik di Darfur, Sudan merupakan konflik etnis dengan lingkup
internal saja. Konfik di Darfur lama kelamaan menjadi isu penting internasional
karena disini banyak ladang minyak. Negara lain berkepentingan atas isu ini
seperti AS dan China. Cara referendum diambil untuk
mengakhiri konflik saudara di Sudan, hasil Persetujuan Naivasha tahun 2005 antara pemerintah pusat di Khartoum dan Tentara Pembebasan Rakyat Sudan. Referendum juga akan
diadakan di Abyei untuk menentukan apakah wilayah
tersebut akan menjadi bagian dari Sudan Selatan atau tidak, tetapi referendum
tersebut ditunda akibat konflik mengenai hak-hak kependudukan.
Sudan Selatan
menjadi sebuah negara merdeka pada 9 Juli 2011 tengah malam (00:00) waktu
setempat setelah referendum yang diselenggarakan pada Januari 2011 menghasilkan
sekitar 99% pemilih memilih untuk memisahkan diri dari Sudan. Sudan bagian selatan secara resmi mengumumkan
berdirinya negara Sudan Selatan. Kemungkinan konflik yang berkelanjutan, pembagian
penghasilan dari minyak bumi, serta pertanggung jawaban kejahatan kemanusiaan
yang terjadi selama perang sipil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar