Presiden Irak Saddam Husein yang ditangkap oleh tentara AS (Sekutu) dan kemudian diadili di Baghdad karena dianggap melanggar Hukum Internasional dan kemudian divonis MATI. Menggambarkan fenomena praktek Hukum Internasional.
1.
KEDUDUKAN HUKUM NASIONAL IRAK TERHADAP HUKUM INTERNASIONAL (Teori Monoisme – Primat Hukum Nasional)
Pengadilan
Saddam Hussein
Pengadilan Saddam Hussein ialah pengadilan yang dibuat oleh Pemerintah Sementara Irak atas
presiden terguling Irak Saddam Hussein atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan semasa pemerintahannya. Pada 9/12/2003, Otoritas Sementara
Koalisi mengusulkan pembentukan Pengadilan Khusus Irak, yang terdiri atas
5 hakim Irak, untuk mengadili
Saddam Hussein dan beserta 11 eks petinggi Irak
lainnya untuk dakwaan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida.
Mereka menghadapi tuduhan kejahatan perang, yang kemungkinan termasuk
pembantaian suku Kurdi (1988) dan invasi Kuwait (1990). Pengadilan
tersebut dipandang oleh entitas lain sebagai pengadialan
kanguru (pengadilan tontonan). Amnesti Internasional menyatakan pengadilan
itu "tidak wajar". Human
Rights Watch mencatat bahwa eksekusi Saddam “mengikuti pengadilan cacat dan
menandai langkah berarti menjauhi aturan hukum di Irak”.
Saddam
ditangkap 13/12/2003 dan bersama para pejabat senior Ba'ath
tetap dan di tahanan di Camp Cropper, Baghdad.
Perhatian khusus untuk aktivitas-aktivitas kampanye berdarah terhadap orang
Kurdi di utara selama Perang Irak-Iran, terhadap Syiah di selatan (1991
dan 1999) untuk meredam pemberontakan,
dan di Dujail setelah percobaan pembunuhan yang gagal pada tanggal 8/07/1982,
selama Perang Iran-Irak. Saddam menegaskan dalam pembelaannya bahwa ia telah
dijatuhkan secara tidak sah, dan tetap menjadi Presiden Irak.
Pengadilan
pertama dimulai sebelum Pengadilan Khusus Irak pada tanggal 19 Oktober 2005. Dalam kasus ini,
Saddam dan 7 terdakwa lainnya diadili atas kejahatan
terhadap kemanusiaan dengan memandang pada peristiwa yang berlangsung setelah
pembunuhan yang gagal di Dujail pada tahun 1982. Pengadilan kedua yang terpisah
dimulai pada tanggal 21/08/2006 mendakwa Saddam dan 6 ko-terdakwa atas genosida
selama Kampanye Al-Anfal terhadap suku Kurdi di Irak Utara. Saddam juga
diadili in absentia untuk peristiwa pada masa Perang
Iran-Irak dan invasi Kuwait.
Pada
5 November 2006, Saddam dijatuhi hukuman mati dengan digantung.
Pada 26 Desember, banding Saddam ditolak dan hukuman mati
ditegakkan. Tidak ada banding lanjutan yang diterima dan Saddam diperintahkan
dieksekusi dalam 30 hari sejak tanggal itu. Tempat dan waktu hukuman mati
dirahasiakan hingga hukuman dilaksanakan. Saddam
Hussein dieksekusi dengan digantung pada tanggal 30 Desember 2006.
Dengan kematiannya, dakwaan lain digugurkan. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Kedudukan Hukum Nasional Irak
terhadap Hukum Internasional
Teori Hubungan
Hukum Intensional dan Hukum Nasional : 1) Dualisme : memandang
bahwa hukum nasional dan hukum internasional hanyalah merupakan bagian dari
satu sistem hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. 2) Teori Monisme : memandang bahwa hukum
internasional dan hukum nasional merupakan dua bidang hukum yang berbeda dan
berdiri sendiri satu dengan yang lainnya. Teori ini terbagi 2 Primat
(mengutamakan) yaitu : Primat Hukum Internasional dan Primat Hukum Nasional.
Berdasarkan praktek hukum Internasional pada kasus Saddam
Husein, kedudukan hukum nasional Irak
lebih tinggi (lebih mengutamakan hukum nasional) dari pada hukum internasional
(Teori Monoisme – Primat Hukum Nasional). Alasaan itu didasarkan pada
aturan, bahwa pelaku kejahatan perang,
kejahatan kemanusiaan, dan genosida
diadili oleh Mahkamah Internasional menurut hukum internasional bukan oleh
hukum nasional.
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) berkedudukan di Den Haag, Belanda merupakan badan
kehakiman yang terpenting dalam PBB. Dewan keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada
mahkamah, majelis umum dan dewan keamanan dapat memohon kepada mahkamah nasihat atas persoalan
hukum apa saja dan organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang
dari majelis umum dapat meminta nasihat mengenai persoalan-persoalan
hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Mahkamah terdiri dari lima belas
hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka dipilih oleh majelis
umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah.
Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan
akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting
didunia diwakili oleh mahkamah. Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara
dari negara yang sama. Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun
dan dapat dipilih kembali mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa
jabatan mereka. Semua persoalan-persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan
dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya. Apabila
terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan. Sumber : Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org
Kejahatan Saddam
masuk dalam kategori kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity).
Dalam pandangan hukum internasional, kejahatan atas kemanusiaan sama statusnya
dengan penjahat perang dan genosida. Tiga kategori perbuatan tersebut telah
melampaui batas-batas wilayah teritori kedaulatan negara. Artinya, ketika
seseorang melakukan jenis-jenis kejahatan tersebut, maka ia tidak lagi
terlindungi oleh kedaulatan mana pun (hak imunitas), sebab kejahatannya telah
berubah menjadi kejahatan internasional.
Pada 1998 telah berhasil disepakati Statuta Roma yang akan
menjadi landasan pembentukan Mahkamah Internasional. Akan tetapi hingga kini,
syarat mulai berlakunya Statuta sebagaimana ditentukan dalam pasal 126 ayat 1
belum terpenuhi. Setelah terbentuknya Mahkamah Kejahatan Internasional yang berkedudukan
di Denhaag, Belanda. Kendala yang dihadapi Mahkamah Kejahatan Internasional adalah
kesediaan negara-negara untuk menyerahkan pelaku kejahatan perang, kejahatan
kemanusiaan, dan genosida untuk diadili di hadapan Mahkamah, mengingat
negara-negara memiliki kedaulatan yang cenderung untuk mengadili sendiri
berdasarkan hukum nasionalnya, jika negara itu adalah negara yang belum bahkan
menolak untuk meratifikasi Statuta Roma. (I Wayan Parthiana, 2003)
Bagi setiap negara yang meratifikasi Statuta Roma, maka
berkewajiban menaati statuta tersebut. Kasus Saddam Hussein membuktikan
kedudukan hukum Irak lebih penting (Teori Monoisme - Primat Hukum Nasional). Dalam proses
pengadilan tersebut penuh rekayasa (tidak wajar), karena hakimnya dipilih oleh
Pemerintah Sementara Irak bukan oleh sistem peradilan independen (terlepas dari
kekuasaan eksekutif maupun legislatif). Secara pribadi saya berpendapat, bahwa
kasus ini hendaknya diadili Mahkamah Internasional bukan di pengadilan buatan
seperti itu.
2.
TERTANGGUNGJAWAB
INDIVIDU (SADDAM HUSSEIN, MANTAN PRESIDEN IRAK) SEBAGAI SUBYEK HUKUM
INTERNASIOANAL
Profil Saddam Hussein
Saddam Hussein Abd al-Majid al-Tikriti (Saddam
Hussein) lahir di Al-Awja, Irak, 28/04/1937 – meninggal di Kadhimiya, Irak, 30/12/2006 (pada umur 69 tahun) adalah Presiden Irak pada periode 16 Juli 1979 hingga 9 April 2003, tertangkap oleh
pasukan koalisi saat menginvasi Irak pada tahun 2003. Sebagai anggota
utama Partai Ba’ath Irak, menganjurkan Pan-Arabisme sekuler, moderenisasi
ekonomi, dan sosialisme Arab.
Dia memainkan peranan penting dalam kudeta 1968 yang membuat partainya lama berkuasa di negara itu. Sebagai
wakil presiden di bawah sepupunya, Jenderal Ahmed Hassan al-Bakr yang lemah, Saddam memegang kekuasaan
penuh konflik antara pemerintah dan angkatan bersenjata dengan membentuk pasukan keamanan yang
menindas dan mengukuhkan wibawanya terhadap aparat pemerintahan.
Sebagai
presiden, Saddam menciptakan pemerintahan yang otoriter dan mempertahankan kekuasaannya
melalui Perang
Iran-Irak (1980–1988)
danPerang Teluk (1991). Kedua perang itu menyebabkan
penurunan drastis standar hidup dan HAM.
Pemerintahan Saddam menindas gerakan yang dianggapnya mengancam, khususnya
gerakan yang muncul dari kelompok-kelompok etnis atau keagamaan yang
memperjuangan kemerdekaan atau
pemerintahan otonom.
Sementara ia dianggap sebagai pahlawan bangsa Arab karena berani menantang Israel dan Amerika
Serikat, sebagian orang di dunia internasional tetap memandang
Saddam dengan perasaan curiga, setelah Perang Teluk 1991.
Saddam
disingkirkan oleh Inggria dan AS (sekutu) lewat sebuah invasi pada
tahun 2003.
Invasi dilakukan dengan alasan bahwa Saddam mengembangkan senjata pemusnah massal, dan karenanya
dianggap tergolong pihak yang melakukan serangan pada 11/11/2001 ke Gedung World
Trade Center (WTC) New York.
Ketika itu, menara kembar WTC runtuh akibat ditabrak dua pesawat, sementara
sebuah pesawat lain menerjang Departemen Pertahan Amerika Serikat (Pentagon).
Kemarahan Presiden George W Bush dilampiaskan dengan
menginvasi Afganistan dan Irak. Rezim Taliban di
Afganistan jatuh, pun demikian dengan Saddam Hussein di Irak.
Sistem
pemerintahan di Afganistan berganti, demikian juga di Irak. Saddam yang
bersembunyi di bunker bawah
tanah ditangkap pasukan gabungan Amerika Serikat pada 13 Desember 2003 dan sistem
pemerintahan juga berganti. Pemerintahan interim (sementara) dipimpin Ibrahim al-Jaafari. Jalal Talabani dari
suku Kurdi dipilih
sebagai pimpinan negara dan Saddam mulai diadili pada 19 Oktober 2005.
Ia didakwa
memerintahkan pembunuhan terhadap hampir 150 orang di kota dengan mayoritas
Muslim Syiah (Dujail) pada 1982 menyusul upaya
pembunuhan yang gagal terhadap Saddam. Setelah melakukan mogok makan pada 7 Juli 2006,
ia menghadiri sidang pengadilan yang digelar pada 26 Juli 2006
di Zona Hijau, Baghdad (Irak). Pada 5 November 2006, Saddam dijatuhi
vonis hukuman mati dengan digantung atas
keterlibatannya dalam kasus di Dujail tersebut. Pada 26 Desember 2006, Mahkamah Agung Irak menyatakan untuk segera melaksanakan
vonis yang telah dijatuhkan. Pada 30 Desember 2006, Saddam dieksekusi.
Dua minggu kemudian, tepatnya pada 15 Januari 2007 dini hari, dua pembantunya yaitu Ketua Dewan Revolusioner Irak Awad Ahmed al-Bandar dan Kepala Dinas Intelijen Barzan
Ibrahim al-Tikrit menjalani
hukuman gantung. Bahkan, Barzan yang merupakan saudara tiri Saddam dan berbadan
gemuk kepalanya terlepas dari badannya saat menjalani
eksekusi itu. Sumber : Wikipedia
Indonesia http://id.wikipedia.org
Saddam Hussein sebagai Subyek Hukum
Internasional
Untuk
dapat disebut sebagai subjek
Hukum Internasional, suatu entitas
harus memiliki personalitas Hukum
Internasional. Sebelumnya, agar
suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki personalitas Hukum Internasional harus
memiliki beberapa kecakapan tertentu, yaitu:
·
Mampu mendukung hak dan
kewajiban internasional
·
Mampu melakukan
tindakan tertentu yang bersifat internasional
·
Mampu menjadi pihak
dalam pembentukan perjanjian internasional
·
Memiliki kemampuan
untuk melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional
·
Memiliki kekebalan dari
pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu negara
·
Dapat menjadi anggota
dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional
Subyek Hukum Internasional dewasa ini bukan hanya negara saja. Selain
itu, adalah tahta suci vatican palang merah internasional organisasi
internasional, individu, pemberontak
dan pihak dalam sengketa
Dalam fenomena
praktek hukum internasional di Irak (Kasus Saddam Hussein) yang
bertanggungjawab adalah Saddam Hussein dan para pejabat Irak sebagai Individu,
bukan negara. Tahap terpenting
pengakuan individu sebagai subyek HI adalah ketika adanya penuntutan
penjahat-penjahat perang di hadapan Mahkamah Internasional yang diadakan
khusus untuk itu oleh negara-negara sekutu yang menang perang.
Dalam proses peradilan yang
diadakan di Nurnberg dan Tokyo, para penjahat perang tersebut dituntut sebagai
individu untuk perbuatan yang diklasifikasikan sebagai : 1) kejahatan terhadap
perdamaian; 2) kejahatan terhadap perikemanusiaan; 3) pelanggaran terhadap
hukum perang; dan 4) permufakatan jahat untuk mengadakan perang. Dengan adanya
peradilan Nurnberg dan Tokyo tersebut maka seseorang dianggap langsung
bertanggung jawab sebagai individu atas kejahatan perang yang dilakukannya. Lahirnya Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada 10/12/1948 diikuti
dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi HAM di berbagai kawasan, dan hal ini
semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang
mandiri.
Saddam Hussein harus mempertanggungjawabkan atas tuduhan kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang dan genosida semasa memerintah Irak. Sehingga Saddam
Hussein-lah yang berdiri sebagai subyek hukum bukan negara Irak. Disini saya mau meluruskan bahwa yang diadili bukan
Saddam seorang, melainkan juga para eks petinggi Irak
lainnya yang dianggap bertanggungjawab atas kejahatan tersebut. Dalam hukum internasional, individu pun merupakan
subjek. Namun sebagaimana asas hukum yang
berlaku universal, seharusnya Saddam Hussein tetap diperlakukan sebagai orang
yang belum bersalah sebelum divonis pengadilan (asas praduga tak bersalah). Hak-haknya
tetap harus dilindungi sebagai
terdakwa, terutama mendapat bantuan hukum.
3. RELEVANSI MATERI HUKUM
INTERNASIONAL DI SEKOLAH DALAM MENCAPAI KOMPETENSI YANG DITUNTUT
SK dan KD PKN SMA, Materi Hukum
Internasional
Standar Kompetensi : 9.4.
Menganalisa Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional
Kompetensi
Dasar :
9.4.1.
Mendeskripsikan Pengertian, Pentingnya, dan Sarana-sarana Hubungan
Internasional bagi suatu negara
9.4.2.
Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional
9.4.3.
Menganalisis fungsi perwakilan diplomatik
9.4.4.
Mengkaji peranan organisasi internasional (ASEAN,PBB,AA) dalam meningkatkan
hubungan internasional
9.4.5.
Menghargai kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi
Indonesia
Standar Kompetensi : 9.5.
Menganalisis Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
Kompetensi
Dasar :
9.5.1.
Mendeskripsikan Sistem hukum dan peradilan internnasional
9.5.2.
Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara
penyelesaian
oleh mahkamah internasional
9.5.3.
Menghargai putusan mahkamah internasional
Analisis dan
Komentar
Materi hukum internasional
di SMA, cukup baik berdasarkan SK dan KD yang teah ditetapkan oleh kurikulum. Siswa
dituntut untuk mencapai SK dan KD yang telah ditetapkan untuk mengukur
pemahaman dan evalusi materi yang disampaikan oleh guru. Hal yang dipelajari
dari hal dasar seperti pengertian, sarana hukum internasional, tahap-tahap
perjanjian hukum internasional, fungsi perwakilan diplomatik, peran organisasi
internasional, kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia,
sistem hukum dan peradilan
internasional, penyebab
timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional
sampai menghargai putusan
Mahkamah Internasional.
Pada
SK yang telah ditetapkan ada ketimpangan yaitu pada SKLA : Mengevaluasi hubungan internasional dan Sistem Hukum Internasional.
SKLA selanjutnya dijabarkan ke SK Menganalisa
Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional disitulah
letak ketidaksesuaian. Seharusnya antara SK harus sesuai (sama, singkron)
dengan SKLA, karena SK merupakan penjabaran dari SKLA. Pada SKLA mengevaluasi dan menganalisis
hubungan internasional, sistem hukum internasional serta timbulnya konflik
internasional dan mahkamah internasional selanjutnya dijabarkan ke SK Menganalisis Sistem Hukum dan Peradilan
Internasional. Hendaknya SKLA
pertama tersebut diganti dengan Mengevaluasi
hubungan internasional dan Organisasi Internasional,
agar tidak terjadi tumpang tindih antar SK.
Menurut
saya, antara materi yang diajarkan dengan kompetensi yang dituntut ada beberapa
bagian yang kurang sesuai, diatas merupakan salah satu contohnya. Dalam
kompetensi lebih mengutamakan sistem hukum internasional terbukti materi ini
dituntut dua hal berbeda yang harus dikuasai siswa yakni mampu mengevaluasi dan
menganalisis sistem hukum internasional. Hal itu membuat bingung siswa, karena
dilain pihak siswa dituntut mampu mengevaluasi ini mengandung arti siswa harus
mampu menguasai materi dan mampu memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai antara
teori sistem hukum internasional dengan prakteknya, sedangkan menganalisis
hanya menyangkut tentang kemampuan siswa untuk memahami materi sistem hukum internasional
secara mendalam.
Dari
beberapa ketidaksesuaian tersebut, guru hendaknya lebih kreatif dalam
mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan tersebut
guru juga harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi peoses pembelajaran. Guru
juga dituntut memiliki 5 kompetensi guru profesional. Sehingga siswa mampu
memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan oleh guru dan kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar